Published at
July 31, 2025 at 12:00 AM
Industri Batubara Didorong Adaptif dan Berkelanjutan di Tengah Dinamika Global
Jakarta, 31 Juli 2025 — Indonesia Mining Forum (IMF) 2025 yang diselenggarakan oleh Metro TV mengangkat tema “Empowering Growth and Sustainability”, mempertegas posisi strategis industri batubara dalam perekonomian nasional, sekaligus tantangan yang harus diantisipasi di tengah transisi energi global, penurunan permintaan ekspor, serta tekanan keberlanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam sambutannya menegaskan pentingnya hilirisasi batubara untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Ia menyoroti ketergantungan impor LPG dan methanol sebagai peluang strategis bagi Indonesia untuk mendorong proyek gasifikasi, DME, dan metanol dari batubara. “Kalau kita tidak bisa menambang energi fosil, maka tidak akan tercipta energi baru terbarukan. Kita harus pastikan ada transisi yang adil dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, menambahkan bahwa batubara tetap menjadi tulang punggung perekonomian dan penyedia lapangan kerja. Ia mendorong hilirisasi sebagai instrumen untuk mengurangi ketergantungan impor energi serta memperkuat struktur industri nasional. Menurutnya, tantangan kualitas batubara (mid-low GAR), ketidakseimbangan logistik, serta ketidakpastian harga harus dijawab dengan inovasi dan insentif kebijakan.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menekankan bahwa parlemen siap mengawal kebijakan yang mendukung keberlanjutan industri. Ia mendorong kolaborasi antara pelaku industri, regulator, dan lembaga riset untuk memastikan transformasi batubara berjalan dengan tetap menjaga daya saing dan penerimaan negara.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk, Arsal Ismail, memaparkan roadmap hilirisasi perusahaan yang mencakup proyek gasifikasi, karbonisasi, hingga pemanfaatan cadangan batubara untuk produk bernilai tambah seperti pupuk, metanol, dan material karbon. Ia menyebut bahwa meski tekanan global meningkat, peluang domestik justru terbuka lebar melalui program hilirisasi dan transisi energi berbasis keunggulan nasional.
“Kami melihat batubara bukan lagi sekadar komoditas ekspor, tapi sumber daya untuk transformasi industri dalam negeri,” ucap Arsal. Ia juga menyoroti upaya PTBA dalam reklamasi, penyerapan tenaga kerja lokal, dan rencana menjadikan kawasan pascatambang sebagai destinasi ekonomi baru seperti pariwisata dan kawasan hijau.
Direktur PT Bumi Resources Tbk, Ido Hutabarat menyoroti tantangan teknis yang dihadapi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan batubara untuk PLN, terutama soal spesifikasi batubara yang terus berubah. Ia juga menyinggung dampak penurunan permintaan dari China dan India terhadap harga global, yang memicu tekanan pada margin produsen.
“Kami tetap komit suplai ke domestik, namun kita butuh kejelasan spesifikasi, harga keekonomian, dan dukungan logistik,” ujarnya. Ia juga menyambut baik wacana pengembangan PLTU berbasis elektrifikasi untuk mengurangi impor energi dan meningkatkan ketahanan energi nasional.
Mewakili pelaku industri, Alexander Ery Wakil Ketua Umum Bidang Kominikasi & Kebijakan Publik APBI-ICMA menyatakan bahwa anggota asosiasi menyumbang sekitar 66% produksi batubara nasional dan menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja langsung dan tidak langsung. Namun saat ini industri menghadapi tantangan serius dari sisi biaya operasional yang meningkat dan harga jual yang menurun.
“Kami harap pemerintah dan DPR memberi ruang gerak dan dukungan nyata, seperti yang dilakukan China terhadap industri domestiknya,” kata Alex. Ia juga mengingatkan pentingnya integrasi antara program hilirisasi, ketahanan energi, dan daya saing industri nasional.
Indonesia Mining Forum 2025 menegaskan bahwa meski dunia tengah bergerak ke arah transisi energi, batubara masih menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Hilirisasi menjadi kunci utama untuk menjaga nilai tambah domestik, ketahanan energi, dan keberlanjutan industri. Forum ini akan ditindaklanjuti dengan diskusi teknis lebih mendalam antar pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa arah kebijakan dan investasi tetap sinkron dan berpihak pada kepentingan nasional.