Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) melalui Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara (BBPMB) "tekMIRA" menyelenggarakan Bimbingan Teknis Implementasi Briket Batubara, Gasifier Mini, dan Pembakar Siklon untuk Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di Provinsi Sumatera Selatan. Agenda ini untuk memperkuat hilirisasi batubara melalui peningkatan pemahaman teknis dan penguasaan teknologi hilirisasi.
Selain itu, terselenggaranya kegiatan ini juga untuk membuka peluang kerjasama antara BBPMB "tekMIRA" dengan badan usaha tambang dan instansi lainnya dalam pengembangan dan implementasi teknologi briket batubara, gasifier mini dan pembakar siklon di masa mendatang.
Amarudin, Ketua Bidang Sustainability & Good Mining Practice APBI-ICMA menyampaikan sambutan dan mengapresiasi inisiatif kementerian dan menegaskan pentingnya acara tersebut sebagai upaya kontribusi sektor pertambangan batubara dalam membangun Sumatera Selatan. "Kami berharap kegiatan ini menjadi ajang diskusi, pertukaran informasi, dan melahirkan gagasan baru dalam pengelolaan batubara yang berprinsip pada tata kelola tambang yang baik," ujar Amarudin.
Pentingnya pengembangan teknologi dalam rangka optimalisasi cadangan batubara Indonesia yang mencapai 35,05 miliar ton, terutama di Sumatera Selatan yang memiliki 8,54 miliar ton cadangan. Amarudin menjelaskan "dengan potensi besar ini, tanggung jawab kita adalah mengoptimalkan pemanfaatan batubara melalui teknologi yang terus berkembang, serta mempersiapkan daerah untuk mendukung transisi energi dan mencapai target emisi nol pada tahun 2060," jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa penerapan Good Mining Practice, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018, harus menjadi landasan utama dalam aktivitas pertambangan. Dalam sambutannya, Amarudin menyoroti bahwa teknologi briket batubara, gasifier mini, dan pembakar siklon dapat memberikan dampak positif bagi efisiensi sektor pertambangan dan mengurangi dampak lingkungan.
Read More
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) turut berpartisipasi dalam acara konsultasi publik terkait Rancangan Peraturan Menteri PUPR tentang Pedoman Penetapan Kelas Jalan Berdasarkan Penggunaan Jalan serta Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Jakarta (8/8).
Acara yang dibuka oleh Dirjen Bina Marga, Rachman Arief Dienaputra, ini menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka, seperti Wilan Oktavian (Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan), Prof. Agus Taufik Mulyono (Guru Besar Fakultas Teknik Sipil UGM), Idwan Santoso (Dosen ITB), dan Prof. Sutanto Soehodho (Guru Besar Fakultas Teknik Sipil Ilmu Transportasi UI). Selain itu, acara ini dimoderatori oleh Yayat Supriyatna, seorang pengamat kebijakan publik.
Konsultasi publik ini terbagi dalam dua sesi utama. Sesi pertama membahas isu kendaraan over dimension and over load (ODOL) yang selama ini menjadi tantangan besar dalam pengelolaan jalan di Indonesia. Sementara itu, sesi kedua fokus pada masalah kelas jalan yang sangat krusial dalam penentuan kebijakan jalan dan lalu lintas di masa depan.
Rachman menegaskan pentingnya infrastruktur jalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Menurutnya, Kementerian PUPR bertanggung jawab untuk memastikan infrastruktur jalan yang baik melalui regulasi yang tepat, termasuk rancangan peraturan menteri yang sedang dikonsultasikan ini. Kementerian PUPR berkomitmen untuk menciptakan lalu lintas yang efektif dan efisien, serta mengendalikan praktik ODOL dari hulu ke hilir. Konsultasi publik ini merupakan bagian dari upaya Kementerian PUPR untuk menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan. Tujuannya adalah memastikan bahwa peraturan yang akan diterbitkan dapat mengatasi berbagai masalah yang timbul akibat kendaraan ODOL dan kelas jalan yang tidak memadai. Data dari Kementerian PUPR menunjukkan bahwa kendaraan ODOL telah menyebabkan kerusakan jalan yang signifikan, serta berkontribusi terhadap peningkatan angka kecelakaan lalu lintas.
Bagi anggota APBI, kehadiran peraturan ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi industri batu bara yang selama ini dihadapkan pada dilema antara mengejar target produksi dan keterbatasan infrastruktur jalan. Industri batu bara merupakan salah satu penyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbesar di Indonesia, dengan kontribusi signifikan terhadap produksi batu bara nasional. Oleh karena itu, APBI berharap bahwa peraturan ini juga mempertimbangkan kebutuhan infrastruktur yang dapat mendukung aktivitas logistik dan produksi batu bara.
Kementerian PUPR, melalui Dirjen Bina Marga, menyadari pentingnya keseimbangan antara menjaga ketahanan jalan dan memenuhi target peningkatan volume perdagangan. Dengan adanya masukan dari berbagai pihak, termasuk APBI, diharapkan peraturan ini dapat menjadi solusi yang saling menguntungkan dan mendukung peningkatan fasilitas jalur logistik bagi industri pertambangan batu bara.
Read More
APBI turut hadir dalam Focus on Group Discussion (FGD)
seputar kesiapan industri dalam menghadapi Carbon Border Adjustment Mechanism
(CBAM), Senin (12/8/2024). Diskusi ini sendiri sedianya memfokuskan industri
selain batu bara untuk mempersiapkan aturan CBAM yang terdekat akan
diberlakukan di Australia. CBAM, yang diperkenalkan oleh Uni Eropa
(UE), adalah kebijakan yang bertujuan untuk mencegah kebocoran karbon dengan
menetapkan harga emisi karbon pada barang-barang yang diimpor ke UE.
Berdasarkan kebijakan yang akan diberlakukan pada tahun
2026, manfaat dari pungutan CBAM terhadap produk impor dari Indonesia justru
diterima oleh Uni Eropa, bukan Indonesia. CBAM dari UE akan berlaku pada enam
produk Indonesia yang diimpor oleh UE, yaitu besi dan baja, aluminium, pupuk,
hidrogen, semen, serta listrik.
CBAM tidak hanya berdampak pada enam sektor tersebut, tetapi
juga memiliki implikasi besar bagi industri pertambangan batu bara. Misalnya
besi dan baja, yang dalam rangkaian proses produksinya masih menggunakan batu
bara kalori tinggi. Industri ini, yang sebagian hasil produksinya diekspor ke
negara-negara Eropa, harus menyesuaikan diri dengan persyaratan baru terkait
pelaporan emisi karbon dan kemungkinan biaya tambahan akibat kebijakan ini.
Dalam FGD tersebut, Sutrisno Iwantono dan Liana Bratasida
dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menekankan pentingnya acara ini
sebagai acuan berkelanjutan bagi pemerintah untuk mempersiapkan dan melindungi
para pelaku usaha dalam negeri sebelum penerapan CBAM. Pelibatan perwakilan
masyarakat sebelum penerbitan aturan atau kebijakan baru sangatlah penting.
Acara ini juga dihadiri oleh beberapa komunitas publik dan
institusi di Indonesia, termasuk perwakilan dari berbagai kementerian, asosiasi
bisnis, dan akademisi. Terdapat tiga hal utama yang menjadi perhatian publik,
khususnya pelaku usaha, terkait penerapan CBAM: bagaimana aturan ini bisa
sinkron secara kelembagaan, metodologi pungutan yang akan diberlakukan, dan
evaluasi terhadap harga pajak karbon di Indonesia.
APBI perlu mempersiapkan anggotanya untuk menghadapi
tantangan ini. Dengan CBAM yang akan diterapkan secara penuh pada tahun 2026,
penting bagi industri untuk mulai mengadopsi praktik-praktik rendah karbon dan
memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ditetapkan. Fokus APBI juga adalah
mendukung pemerintah dalam menyinkronkan aturan CBAM di Indonesia bagi pelaku
usaha batu bara sebagai bagian dari rantai pasok global.
FGD ini bertujuan untuk mengidentifikasi langkah-langkah
yang perlu diambil oleh industri pertambangan, kesiapan regulasi pemerintah,
serta sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung penerapan kebijakan
ini.
Read More
Batu Bara Merana Karena China
Hilirisasi Batubara Lamban, IMA: Keekonomian Masih Jadi Kendala
Hilirisasi Batubara Masih Berlanjut, 6 Perusahaan Masih Melakukan Studi Kelayakan
Ini Persiapan Muhammadiyah Sebelum Eksekusi Izin Tambang Batu Bara
Garap Hilirisasi Batubara, Anak Usaha Bumi Resources (BUMI) Bakal Gandeng Mitra
Batu Bara Merana Karena China
Hilirisasi Batubara Lamban, IMA: Keekonomian Masih Jadi Kendala
Hilirisasi Batubara Masih Berlanjut, 6 Perusahaan Masih Melakukan Studi Kelayakan
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) melalui Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara (BBPMB) "tekMIRA" menyelenggarakan Bimbingan Teknis Implementasi Briket Batubara, Gasifier Mini, dan Pembakar Siklon untuk Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di Provinsi Sumatera Selatan. Agenda ini untuk memperkuat hilirisasi batubara melalui peningkatan pemahaman teknis dan penguasaan teknologi hilirisasi.
Selain itu, terselenggaranya kegiatan ini juga untuk membuka peluang kerjasama antara BBPMB "tekMIRA" dengan badan usaha tambang dan instansi lainnya dalam pengembangan dan implementasi teknologi briket batubara, gasifier mini dan pembakar siklon di masa mendatang.
Amarudin, Ketua Bidang Sustainability & Good Mining Practice APBI-ICMA menyampaikan sambutan dan mengapresiasi inisiatif kementerian dan menegaskan pentingnya acara tersebut sebagai upaya kontribusi sektor pertambangan batubara dalam membangun Sumatera Selatan. "Kami berharap kegiatan ini menjadi ajang diskusi, pertukaran informasi, dan melahirkan gagasan baru dalam pengelolaan batubara yang berprinsip pada tata kelola tambang yang baik," ujar Amarudin.
Pentingnya pengembangan teknologi dalam rangka optimalisasi cadangan batubara Indonesia yang mencapai 35,05 miliar ton, terutama di Sumatera Selatan yang memiliki 8,54 miliar ton cadangan. Amarudin menjelaskan "dengan potensi besar ini, tanggung jawab kita adalah mengoptimalkan pemanfaatan batubara melalui teknologi yang terus berkembang, serta mempersiapkan daerah untuk mendukung transisi energi dan mencapai target emisi nol pada tahun 2060," jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa penerapan Good Mining Practice, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018, harus menjadi landasan utama dalam aktivitas pertambangan. Dalam sambutannya, Amarudin menyoroti bahwa teknologi briket batubara, gasifier mini, dan pembakar siklon dapat memberikan dampak positif bagi efisiensi sektor pertambangan dan mengurangi dampak lingkungan.
Read More
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) turut berpartisipasi dalam acara konsultasi publik terkait Rancangan Peraturan Menteri PUPR tentang Pedoman Penetapan Kelas Jalan Berdasarkan Penggunaan Jalan serta Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Jakarta (8/8).
Acara yang dibuka oleh Dirjen Bina Marga, Rachman Arief Dienaputra, ini menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka, seperti Wilan Oktavian (Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan), Prof. Agus Taufik Mulyono (Guru Besar Fakultas Teknik Sipil UGM), Idwan Santoso (Dosen ITB), dan Prof. Sutanto Soehodho (Guru Besar Fakultas Teknik Sipil Ilmu Transportasi UI). Selain itu, acara ini dimoderatori oleh Yayat Supriyatna, seorang pengamat kebijakan publik.
Konsultasi publik ini terbagi dalam dua sesi utama. Sesi pertama membahas isu kendaraan over dimension and over load (ODOL) yang selama ini menjadi tantangan besar dalam pengelolaan jalan di Indonesia. Sementara itu, sesi kedua fokus pada masalah kelas jalan yang sangat krusial dalam penentuan kebijakan jalan dan lalu lintas di masa depan.
Rachman menegaskan pentingnya infrastruktur jalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Menurutnya, Kementerian PUPR bertanggung jawab untuk memastikan infrastruktur jalan yang baik melalui regulasi yang tepat, termasuk rancangan peraturan menteri yang sedang dikonsultasikan ini. Kementerian PUPR berkomitmen untuk menciptakan lalu lintas yang efektif dan efisien, serta mengendalikan praktik ODOL dari hulu ke hilir. Konsultasi publik ini merupakan bagian dari upaya Kementerian PUPR untuk menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan. Tujuannya adalah memastikan bahwa peraturan yang akan diterbitkan dapat mengatasi berbagai masalah yang timbul akibat kendaraan ODOL dan kelas jalan yang tidak memadai. Data dari Kementerian PUPR menunjukkan bahwa kendaraan ODOL telah menyebabkan kerusakan jalan yang signifikan, serta berkontribusi terhadap peningkatan angka kecelakaan lalu lintas.
Bagi anggota APBI, kehadiran peraturan ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi industri batu bara yang selama ini dihadapkan pada dilema antara mengejar target produksi dan keterbatasan infrastruktur jalan. Industri batu bara merupakan salah satu penyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbesar di Indonesia, dengan kontribusi signifikan terhadap produksi batu bara nasional. Oleh karena itu, APBI berharap bahwa peraturan ini juga mempertimbangkan kebutuhan infrastruktur yang dapat mendukung aktivitas logistik dan produksi batu bara.
Kementerian PUPR, melalui Dirjen Bina Marga, menyadari pentingnya keseimbangan antara menjaga ketahanan jalan dan memenuhi target peningkatan volume perdagangan. Dengan adanya masukan dari berbagai pihak, termasuk APBI, diharapkan peraturan ini dapat menjadi solusi yang saling menguntungkan dan mendukung peningkatan fasilitas jalur logistik bagi industri pertambangan batu bara.
Read More
APBI turut hadir dalam Focus on Group Discussion (FGD)
seputar kesiapan industri dalam menghadapi Carbon Border Adjustment Mechanism
(CBAM), Senin (12/8/2024). Diskusi ini sendiri sedianya memfokuskan industri
selain batu bara untuk mempersiapkan aturan CBAM yang terdekat akan
diberlakukan di Australia. CBAM, yang diperkenalkan oleh Uni Eropa
(UE), adalah kebijakan yang bertujuan untuk mencegah kebocoran karbon dengan
menetapkan harga emisi karbon pada barang-barang yang diimpor ke UE.
Berdasarkan kebijakan yang akan diberlakukan pada tahun
2026, manfaat dari pungutan CBAM terhadap produk impor dari Indonesia justru
diterima oleh Uni Eropa, bukan Indonesia. CBAM dari UE akan berlaku pada enam
produk Indonesia yang diimpor oleh UE, yaitu besi dan baja, aluminium, pupuk,
hidrogen, semen, serta listrik.
CBAM tidak hanya berdampak pada enam sektor tersebut, tetapi
juga memiliki implikasi besar bagi industri pertambangan batu bara. Misalnya
besi dan baja, yang dalam rangkaian proses produksinya masih menggunakan batu
bara kalori tinggi. Industri ini, yang sebagian hasil produksinya diekspor ke
negara-negara Eropa, harus menyesuaikan diri dengan persyaratan baru terkait
pelaporan emisi karbon dan kemungkinan biaya tambahan akibat kebijakan ini.
Dalam FGD tersebut, Sutrisno Iwantono dan Liana Bratasida
dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menekankan pentingnya acara ini
sebagai acuan berkelanjutan bagi pemerintah untuk mempersiapkan dan melindungi
para pelaku usaha dalam negeri sebelum penerapan CBAM. Pelibatan perwakilan
masyarakat sebelum penerbitan aturan atau kebijakan baru sangatlah penting.
Acara ini juga dihadiri oleh beberapa komunitas publik dan
institusi di Indonesia, termasuk perwakilan dari berbagai kementerian, asosiasi
bisnis, dan akademisi. Terdapat tiga hal utama yang menjadi perhatian publik,
khususnya pelaku usaha, terkait penerapan CBAM: bagaimana aturan ini bisa
sinkron secara kelembagaan, metodologi pungutan yang akan diberlakukan, dan
evaluasi terhadap harga pajak karbon di Indonesia.
APBI perlu mempersiapkan anggotanya untuk menghadapi
tantangan ini. Dengan CBAM yang akan diterapkan secara penuh pada tahun 2026,
penting bagi industri untuk mulai mengadopsi praktik-praktik rendah karbon dan
memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ditetapkan. Fokus APBI juga adalah
mendukung pemerintah dalam menyinkronkan aturan CBAM di Indonesia bagi pelaku
usaha batu bara sebagai bagian dari rantai pasok global.
FGD ini bertujuan untuk mengidentifikasi langkah-langkah
yang perlu diambil oleh industri pertambangan, kesiapan regulasi pemerintah,
serta sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung penerapan kebijakan
ini.
Read More