Published at
June 24, 2025 at 12:00 AM
APBI-ICMA Soroti Peran Strategis Batubara dalam Ketahanan Energi Nasional
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) kembali menegaskan peran vital batubara sebagai tulang punggung ketahanan energi nasional dalam forum Closing Bell Economic Update yang disiarkan secara langsung oleh CNBC Indonesia (24/6). Bertajuk “Batubara sebagai Tulang Punggung Ketahanan Energi Nasional,” forum ini menghadirkan dua pembicara utama, yakni Surya Herjuna, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, dan Priyadi, Ketua Umum APBI-ICMA.
Dalam penyampaiannya, Priyadi menekankan meskipun dunia tengah menuju transisi energi, prospek batubara ke depan tetap menjanjikan. “Batubara tetap menjadi sumber energi yang paling efisien dan ekonomis, terutama untuk industri manufaktur yang bergantung pada stabilitas harga. Energi terbarukan memang terus berkembang, tetapi saat ini biayanya relatif mahal, sehingga peran batubara sebagai sumber energi terjangkau tetap sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Ia pun menegaskan komitmen APBI-ICMA mendukung agenda transisi energi. Terkait mitigasi emisi, APBI mendorong penerapan good mining practice di sektor hulu, sekaligus menyerahkan pengembangan teknologi rendah karbon seperti CCS/CCUS kepada pengguna di hilir, baik pembangkit listrik maupun industri.
Selain itu, Priyadi memberikan pandangan terkait kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan wacana pembentukan Mitra Instansi Pengelola (MIP). Ia menilai MIP berpotensi menjadi beban tambahan bila tidak dirancang matang, apalagi pelaku usaha sudah menjual batubara di bawah harga pasar untuk memenuhi DMO. “Kalau kewajiban DMO sudah terpenuhi, untuk apa lagi MIP? Jangan sampai instrumen baru ini justru membuat perusahaan kesulitan bertahan,” tegasnya.
Surya Herjuna menambahkan bahwa kebutuhan dalam negeri terus meningkat, dari 235 juta ton saat ini menjadi sekitar 279 juta ton dalam lima tahun mendatang. Menanggapi tren global ke arah energi baru-terbarukan, Priyadi menjelaskan bahwa kebutuhan energi industri tumbuh lebih cepat dibanding pengembangan energi bersih. “Batubara akan tetap relevan dan menjadi penopang utama, setidaknya hingga teknologi batubara bersih matang dan mampu diimplementasikan secara luas,” jelasnya.
Lebih jauh, Priyadi juga menyoroti beragam tantangan operasional di sektor tambang, seperti lokasi tambang yang terpencil, kebutuhan pembangunan infrastruktur sendiri, hingga faktor cuaca dan fluktuasi mata uang asing akibat ketergantungan impor alat berat. Ia mengingatkan bahwa kepastian regulasi sangat krusial untuk menarik investasi jangka panjang dan menjaga iklim usaha.
Dalam konteks ini, Priyadi berharap agar perumusan kebijakan baru tetap mempertimbangkan kondisi industri saat ini, terutama ketika harga batubara sedang menurun sementara harga minyak dunia meningkat. “Jangan sampai perusahaan tambang tumbang sebelum harga batubara pulih,” ujarnya.
Dengan demikian harapannya sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha mampu memperkuat ketahanan energi nasional, sekaligus menjaga daya saing dan reputasi sektor batubara Indonesia di tengah dinamika global yang terus berubah.