Published at
June 11, 2025 at 12:00 AM
APBI Hadiri Rapat Konsultasi MSG EITI Bahas Penguatan Transparansi Industri Ekstraktif
Jakarta, 11 Juni 2025 — Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), sebagai salah satu anggota Multi-Stakeholder Group (MSG), turut hadir dalam rapat konsultasi yang diselenggarakan oleh Sekretariat EITI Indonesia bersama para pemangku kepentingan lainnya. Pertemuan ini membahas rencana kerja EITI Indonesia tahun 2025 dan bertujuan memperkuat kolaborasi lintas sektor guna mendorong tata kelola industri ekstraktif yang lebih transparan dan akuntabel.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam di Kementerian ESDM, Lana Saria, menegaskan komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan hilirisasi sektor pertambangan serta peningkatan transparansi dalam tata kelola industri ekstraktif di Indonesia. Dalam sambutannya, Lana menyampaikan bahwa sektor energi global tengah mengalami transformasi besar menuju solusi berkelanjutan dan rendah karbon. Indonesia, sebagai negara dengan cadangan strategis, diharapkan dapat memainkan peran penting dalam mendukung transisi energi global tersebut.
Dalam forum tersebut, Sekretariat EITI Indonesia memaparkan laporan pelaksanaan kegiatan sepanjang tahun 2024, rencana kerja tahun 2025, serta perkembangan penyusunan laporan EITI Indonesia ke-11 yang saat ini masih berlangsung. Forum MSG ini menjadi ruang dialog penting antara pemerintah, badan usaha, asosiasi industri, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk memastikan agenda transparansi sektor ekstraktif berjalan secara inklusif dan berkelanjutan.
Dalam sesi laporan subsektor mineral dan batubara (minerba), terungkap bahwa dari total 100 perusahaan yang dikategorikan material yang terdiri atas 50 perusahaan mineral berproduksi terbesar dan 50 perusahaan batubara dengan penjualan terbesar, baru 28 perusahaan yang menyerahkan laporan untuk periode 2022–2023. Artinya, baru 28% perusahaan yang memenuhi kewajiban pelaporan, sementara 72% sisanya belum melaporkan data.
Selain itu, hasil validasi dari EITI Internasional menunjukkan bahwa Indonesia hanya meraih skor 67 dari 100 poin. Skor ini dikategorikan sebagai “very low”, yang mencerminkan masih lemahnya kualitas tata kelola sektor ekstraktif nasional. Salah satu catatan utama dalam penilaian tersebut adalah rendahnya tingkat keterlibatan aktif instansi pemerintah dalam proses pelaksanaan EITI.
Sebagai bagian dari MSG, APBI – ICMA juga menyampaikan pentingnya keterbukaan informasi terkait perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi kewajiban pelaporan. Data ini dibutuhkan agar asosiasi dapat menindaklanjuti langsung kepada anggotanya guna meningkatkan partisipasi dalam pelaporan EITI.
Melalui forum ini, EITI Indonesia berharap seluruh pemangku kepentingan terus membangun sinergi untuk memperkuat transparansi, akuntabilitas, serta kepercayaan publik terhadap pengelolaan sumber daya alam nasional.