Di tengah gencarnya upaya Pemerintah dalam menggenjot hilirasi, survei terhadap hilirisasi dalam perspektif umum ternyata lebih banyak negatif. Dalam survei yang dilakukan Praxis sebagai agensi hubungan masyarakat terkait percakapan hilirisasi di platorm media sosial, 40% lebih memiliki sentimen negatif. Hal ini disampaikan dalam pemaparan hasil survei Praxis secara daring, Rabu (31/7).

 

Percakapan tentang hilirisasi mineral dan batubara (Minerba) mencapai intensitas tertinggi pada Januari 2024, ketika tema hilirisasi minerba menjadi pembahasan pada Debat Cawapres Pilpres 2024. Hilirisasi industri nikel, hingga baterai kendaraan listrik memang menjadi topik dalam debat kala itu. Namun tanggapan masyarakat sipil cenderung mengecilkan dampak ekonomi dari hilirisasi terhadap masyarakat.

 

Kegiatan survey untuk tanggapan masyarakat itu dilakukan dengan rentang waktu mulai 1 Januari 2024 hingga 30 Juni 2024. Adapun yang dipantau adalah percakapan warganet pada berbagai platform media sosial Twitter (X), Facebook (Fanpage), Youtube, Instagram, dan TikTok. 

 

Percakapan pada media sosial seputar hilirisasi tersebut berjumlah 26.142 percakapan. Mayoritas percakapan dilakukan pada platform X, yakni sebesar 40,45?ngan dominasi percakapan bersentimen negatif. Selain X, ada juga Youtube 28,76%, Instagram 21,20%, Facebook 5,69%, dan TikTok 3,91%. Secara total, sentimen negatif sebanyak 46,38%, positif 17,86%, dan netral 35,76%.

 

Dari data tersebut, lembaga survei masyarakat itu merekomendasikan pentingnya peran organisasi masyarakat sipil untuk melanjutkan pengawasan terhadap kebijakan hilirisasi minerba, menyuarakan kritik konstruktif, dan membuka ruang dialog dengan pemerintah dan industri pelaku usaha. Asosiasi industri ekstraktif juga diminta untuk melakukan analisis dampak lingkungan dan sosial guna menghindari kerusakan lingkungan serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akibat praktik bisnisnya dan menerapkan prinsip tata kelola tambang yang baik dengan menghitung externality cost dalam implementasi Environmental, Social, dan Governance (ESG).

 

Dalam pemaparan survei tersebut, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia – Indonesian Coal Mining Association (APBI-ICMA) menjadi salah satu asosiasi industri ekstraktif yang diundang. Sejalan dengan masukan Praxis, APBI terus mendorong anggotanya untuk melaksanakan tata kelola tambang yang baik. Prinsip Good Mining Practise (GMP)memegang peranan penting dalam setiap kegiatan industri pertambangan batu bara

 

Selain kepada asosiasi, masukan juga ditujukan untuk pemerintah. Pemerintah diminta fokus pada pengelolaan terhadap dampak hilirisasi minerba dan membuka ruang dialog dengan stakeholders terkait kebijakan hilirisasi minerba serta membangun strategi komunikasi yang komprehensif di media sosial. 

 

Berdasarkan data Kementerian Investasi yang diolah Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), realisasi investasi di sektor Minerba, Minyak dan Gas (Migas), dan Perkebunan Kelautan Perikanan Kehutanan (PKPK) pada tahun 2023 mencapai total Rp1.418,9 triliun, dimana Rp375,4 triliun di antaranya adalah investasi hilirisasi. Dengan rincian sebagai berikut, Smelter Nikel Rp136,6 triliun, Smelter Tembaga Rp70,5 triliun, CPO/Oleochemical Rp50,8 triliun, Pulp and Paper Rp51,8 triliun, Petrochemical Rp46,3 triliun, dan Baterai Kendaraan Listrik Rp9,7 triliun.

 

Hasil penelitian INDEF, hilirisasi nikel memiliki dampak beragam terhadap masyarakat. Dalam bidang ekonomi, hilirisasi nikel meningkatkan jumlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), menurunkan perekonomian lokal di desa target hingga 2,26% yang diukur dengan nighttime light intensity. Selain itu, hilirisasi berdampak pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita atas dasar harga konstan sebesar 67,5%.