Published at
May 27, 2025 at 12:00 AM
Pemprov Sumsel Bahas Integrasi Jaminan Sosial dalam RPJMD
APBI-ICMA menghadiri pertemuan diskusi yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Selatan bersama International Labour Organization (ILO) pada 27 Mei 2025. Diskusi ini berfokus pada penguatan skema jaminan sosial pekerja, khususnya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan Jaminan Pensiun (JP), sebagai respons terhadap potensi penurunan permintaan batubara di masa depan.
Pertemuan dibuka dengan paparan dari Kasubbid UKM dan Agribisnis Bappeda Sumsel, Harry Wibawa, yang menjelaskan kontribusi signifikan sektor batubara terhadap lapangan kerja di Sumsel, mulai dari penambangan hingga transportasi dan logistik. Berdasarkan data BPS per Februari 2025, jumlah penduduk bekerja di Sumatera Selatan mencapai 4,49 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 450.000 orang bekerja di sektor pertambangan dan penggalian—sekitar 80.000 di antaranya berada di subsektor tambang batubara.
Harry menyoroti bahwa 96,34% pekerja tambang batubara di Sumsel tergolong formal. Namun, mayoritas (74,3%) terikat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), 17,3% tidak memiliki kontrak kerja, dan 7,9% lainnya tidak diketahui statusnya—yang berpotensi berasal dari penambangan ilegal.
“Permasalahan muncul ketika mereka kehilangan pekerjaan akibat penurunan produksi, karena sebagian besar berada di kelompok upah menengah dan tidak terjangkau oleh bantuan sosial. Skema jaminan sosial yang inklusif dan adil sangat dibutuhkan,” tegasnya.
Senada dengan itu, Muce Mochtar, National Project Coordinator ILO, menyoroti hasil studi bersama UGM yang menunjukkan tingginya kerentanan pekerja sektor batubara dalam menghadapi transisi energi. Ia menyebut bahwa dampak penurunan permintaan batubara tidak hanya terjadi di sektor inti, tetapi juga menjalar ke rantai nilai seperti transportasi, alat berat, serta pelaku UMKM di sekitar tambang.
“Mayoritas pekerja di sektor ini memang formal, tapi banyak yang berstatus kontrak jangka pendek. Mereka tidak otomatis terlindungi oleh JKP kecuali ada reformasi kebijakan,” ujarnya.
Dalam forum ini, ILO dan mitra menyampaikan sejumlah rekomendasi kebijakan, antara lain:
Pemerintah daerah didorong untuk menyusun program regional berupa subsidi pendapatan dan pelatihan keterampilan bagi pekerja terdampak yang tidak tercakup dalam JKP.
Pemerintah pusat dan BPJS Ketenagakerjaan melakukan reformasi desain manfaat jaminan sosial agar lebih adaptif terhadap tantangan transisi energi, serta memperluas cakupan program JKP dan JP, termasuk bagi pekerja informal dan PKWT.
Perlu adanya pelatihan keterampilan yang inklusif bagi pekerja perempuan, agar mereka dapat mengakses peluang kerja alternatif pasca-transisi energi.
Perwakilan BPJS Ketenagakerjaan, Nurul, turut memaparkan peran BPJS dalam mendukung perlindungan tenaga kerja tambang, khususnya melalui program JKP. Ia menyebut saat ini tercatat 103.777 pekerja sektor pertambangan di Sumatera Selatan telah terlindungi dalam program jaminan sosial.
Nurul juga menjelaskan bahwa program JKP telah diperbarui melalui PP No. 6 Tahun 2025. Manfaat uang tunai kini meningkat menjadi 60% dari upah selama enam bulan penuh. Skema pendanaan program JKP kini berasal dari rekomposisi iuran JKK dan bantuan pemerintah pusat, dengan besaran iuran tetap 0,36% tanpa tambahan beban perusahaan.
Sementara itu, Christianus Panjaitan dari ILO mengusulkan kolaborasi antara pemerintah daerah dan BPJS Ketenagakerjaan dalam merancang perlindungan bagi pekerja kontrak (PKWT) sektor batubara yang terdampak penutupan tambang. Ia menekankan pentingnya memberikan akses JKP meskipun hubungan kerja secara formal telah berakhir.
Menanggapi hal tersebut, Nurul menyatakan BPJS telah aktif berkoordinasi dengan Pemprov Sumsel dalam mendukung implementasi Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2021, meski saat ini perlindungan masih terbatas pada kelompok pekerja rentan non-ASN.
Sebagai tindak lanjut, salah satu langkah konkret yang direncanakan adalah integrasi strategi perlindungan pekerja dalam dokumen perencanaan daerah seperti RPJMD dan Renstra. Hal ini penting untuk mempersiapkan kabupaten/kota menghadapi dampak penurunan produksi batubara yang diperkirakan akan signifikan pada 2030.
Diskusi ditutup dengan seruan kolaboratif antar pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, serikat pekerja, pelaku usaha, dan lembaga internasional, guna mewujudkan program konkret. Salah satu usulan utama adalah mengintegrasikan kegiatan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) perusahaan tambang dengan program kewirausahaan daerah, guna menciptakan ekonomi alternatif yang berkelanjutan di wilayah-wilayah yang akan mengalami transisi dari batubara.