Published at
May 28, 2025 at 12:00 AM
Minerba Gelar Forum Evaluasi Produksi dan Proyeksi Batubara Nasional 2025–2026
Bandung, 28 Mei 2025 – Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) menggelar forum evaluasi produksi batubara nasional semester I 2025. Acara yang berlangsung secara hybrid di Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara (tekMIRA), Bandung, ini dibuka oleh Surya Herjuna selaku Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Pembinaan Program Minerba.
Dalam sesi pemaparan, pihak Minerba menyampaikan sejumlah catatan penting soal tren produksi dan distribusi batubara. Diskusi dipandu oleh Andri Wijayanto, Koordinator Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara, bersama Juanda Volo selaku Subkoordinator Perencanaan Produksi. Dari data yang dipaparkan, terungkap bahwa ekspor batubara mengalami penurunan. Tak hanya itu, serapan untuk kebutuhan batubara dalam negeri (DMO) pun megalami penurunan. Hingga April 2025, realisasinya baru mencapai 66,81 juta ton, turun 12,78% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Selain dari pihak pemerintah, forum ini juga menghadirkan paparan dari sejumlah pelaku industri besar. Perwakilan PT Maruwai Coal, PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN) turut memaparkan capaian produksi mereka hingga kuartal pertama, proyeksi untuk semester kedua, serta rencana produksi tahun 2026. Masing-masing juga menyampaikan pandangannya terkait dinamika pasar global dan tantangan yang dihadapi industri.
Sementara itu, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) diwakili oleh Tulus Situmeang selaku Ketua Komite Logistik. Dalam paparannya, Tulus menyoroti penurunan permintaan dari dua pasar utama yakni Tiongkok dan India. Meski begitu, ia melihat peluang yang menjanjikan di kawasan ASEAN, di mana Indonesia menjadi satu-satunya produsen utama batubara.
Ia juga menyoroti kondisi pasar di Tiongkok yang cukup anomali. Stok batubara di negara tersebut meningkat pada kuartal pertama, hal ini merupakan sesuatu yang jarang terjadi di periode tersebut. Lebih lanjut, ia mempertanyakan harga batubara domestik Tiongkok yang justru lebih murah dibanding harga impor, padahal tambang-tambang di sana mayoritas tambang bawah tanah yang umumnya memiliki biaya produksi lebih tinggi.
Berbagai masukan dari pelaku usaha ini menjadi bahan pertimbangan penting bagi pemerintah dalam menyusun arah kebijakan ke depan. Forum ini pun menjadi ruang diskusi strategis yang mempertemukan pemangku kepentingan industri untuk merespons tantangan pasar, mengidentifikasi peluang ekspor baru, dan menjaga kesinambungan pasokan batubara nasional secara lebih adaptif dan terukur.