![](https://apbi-icma.org//uploads/files/online_update_1738893973.png)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bertekad menurunkan penggunaan batubara sebagai energi primer. Di saat sama, pemerintah ingin memperbesar porsi energi baru terbarukan (EBT). Alhasil, kontribusi batubara dalam bauran energi dipangkas pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Dalam RPP KEN, porsi batubara dalam bauran energi primer nasional akan dikurangi secara bertahap. Porsi penggunaan batubara dalam bauran energi nasional ditarget turun hingga 7,8% pada 2060 (lihat tabel). Per semester I-2024, porsi batubara di bauran energi masih 39,48%.
RPP KEN telah disetujui Komisi XII DPR RI. Persetujuan tersebut disepakati dalam rapat kerja bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang merangkap Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) Bahlil Lahadalia pada Senin (3/2).
RPP KEN ini merupakan hasil penyelarasan dengan kebijakan dan program Kabinet Merah Putih periode 2025-2029, serta telah mengakomodasi target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.
Salah satu fokus utama penyusunan RPP KEN adalah memastikan keselarasan antara Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang juga menargetkan pertumbuhan 8%.
Dasar target produksi
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai penurunan kontribusi batubara dalam bauran energi akan berpengaruh pada strategi perusahaan batubara, termasuk target produksi.
Meski begitu, Plt Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani menilai, target ini sekaligus dapat menjadi barometer bagi perusahaan batubara untuk mengalkulasi target produksi di masa mendatang. "Penurunan penggunaan batubara secara nasional tentu akan mempengaruhi strategi perusahaan ke depan. Namun dapat menjadi tolok ukur memetakan target produksi mereka ke depan," kata dia kepada KONTAN, Rabu (5/2).
Menurut Gita, saat ini secara bauran energi, porsi penggunaan batubara di dalam negeri masih mendominasi yaitu sekitar 60%. "Jadi jika ada penurunan misalnya hingga 20% perlu menyesuaikan lagi merujuk pada kebutuhannya. Tidak hanya untuk kebutuhan listrik, tapi ada kebutuhan industri lain seperti semen, kertas dan smelter," tambah dia.
Di sisi lain, Gita mengungkapkan para penambang dan pengusaha yang tergabung dalam APBI sudah menyadari bahwa pemerintah memang setelah menetapkan pengembangan EBT, salah satu cirinya adalah tidak lagi merencanakan pengembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batubara sebagai bahan baku utama. "Sekarang penggunaan batubara bersih mungkin dapat menjadi solusi. Hanya saja, perlu dipertimbangkan terkait pemanfaatan cadangan batubara nasional yang masih banyak," ungkap dia.
Terkait arah penjualan batubara jika Indonesia secara ketat mulai memangkas bauran energi dari emas hitam ini, Gita bilang, masih terlalu dini untuk menyimpulkan fokus penjualan akan berorientasi ke pasar ekspor. "Tidak bisa disimpulkan. Karena kebutuhan batubara dunia pasti akan juga berkurang. Kita kembali lagi dengan prinsip supply and demand," ucap dia.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan, RPP KEN menargetkan penggunaan energi baru dan terbarukan minimal 60%-70% pada 2025-2040, sebagai langkah strategis dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil. "Dalam penyusunan ini juga telah mempertimbangkan EBTKE dalam rangka net zero emision 2060 dan targetnya 2025-2040 ke depan 60%-70% minimal menggunakan EBTKE," ujar Bahlil.
Sumber: https://insight.kontan.co.id/news/kontribusi-batubara-semakin-menciut