Kontan
Published at
June 16, 2025 at 12:00 AM
Saham Batubara Berpeluang Pulih dari Berbagai Tekanan, Simak Rekomendasi Sahamnya
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten-emiten produsen batubara masih dihantui ketidakpastian seiring merosotnya permintaan di pasar global. Walau begitu, investor tetap bisa melirik saham sektor batubara dalam portofolio investasinya.
Belakangan ini, ekspor batubara Indonesia mengalami perlambatan. Selama Januari - April 2025, realisasi volume ekspor batubara nasional hanya mencapai 160 juta ton atau lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang ada di kisaran 171 juta ton.
Penyebab utama pelemahan ekspor ini adalah lesunya permintaan batubara dari negara-negara konsumen utama seperti China dan India. Terbaru, dilansir Reuters pada Rabu (11/6) lalu, impor batubara China dapat turun hingga 100 juta ton pada 2025. Hal ini berpotensi memberi tekanan lebih lanjut pada patokan harga batubara yang sudah diperdagangkan pada level terendah dalam beberapa tahun.
India juga mengurangi impor batubara dari negara lain seiring langkah mereka yang menggenjot produksi listrik dari energi terbarukan, khususnya pembangkit listrik tenaga surya.
Harga batubara sendiri sudah turun cukup dalam setidaknya dalam setahun terakhir. Seperti dikutip dari Trading Economics, walaupun sebulan terakhir harga batubara telah tumbuh 6,31%, setahun terakhir harga batubara di pasar masih terkoreksi 22,12% year on year (yoy) yaitu berada di level US$ 105,25 per ton.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata menilai, kendati banyak sentimen yang masih menghinggapi industri batubara, ada kemungkinan saham-saham di sektor ini berpeluang rebound dan masuk ke fase bullish.
Menurutnya, pergerakan harga batubara global menunjukkan siklus yang sangat khas. Fase bearish terjadi selama 2—3 tahun sering kali diikuti oleh fase bullish yang serupa durasinya.
Pola ini pernah terjadi pada rentang tahun 2011—2015, di mana harga batubara tertekan secara berturut-turut selama periode tersebut di kisaran -8% sampai -29%. Setelah itu, pasar batubara pulih dengan penguatan harga batubara sebesar 75% pada 2016, 14% pada 2017, dan 1% pada 2018.
Saat ini, pasar sedang berada dalam fase pelemahan baru dengan koreksi harga batubara sebesar 64% pada 2023 dan 14% pada 2024. Sedangkan secara year to date (ytd), harga batubara selama 2025 berjalan telah anjlok 15,97%.
“Bukan tidak mungkin 2025 menjadi akhir fase bottoming dengan peluang masuk awal fase akumulasi untuk siklus komoditas berikutnya,” ungkap Liza dalam riset yang diterima Kontan, Kamis (12/6).
Dia juga mengingatkan, fase pembalikan arah harga batubara baru bisa terjadi jika didukung oleh faktor-faktor yang bersifat makro. Contohnya adalah dinamika konflik geopolitik yang bisa memacu kenaikan biaya produksi dan mendorong pertumbuhan harga energi seperti batubara serta pelemahan dollar AS yang juga bisa mendukung kenaikan harga komoditas secara historis.
Di sisi lain, tantangan yang bisa menghambat kenaikan harga batubara, termasuk kinerja emiten di sektor tersebut adalah risiko resesi global. Sentimen ini dapat menekan permintaan batubara di pasar global.
“Percepatan transisi ke energi hijau juga dapat menggeser permintaan batubara,” imbuh Liza.
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menilai, harga batubara memang sudah cukup bottoming di tengah perlambatan permintaan global, sehingga peluang bagi saham batubara untuk kembali bullish terbuka cukup besar.
Salah satu faktor pendukungnya adalah isu perang tarif AS-China yang mereda, sehingga ada kemungkinan China kembali meningkatkan impor batubara. Ketegangan geopolitik global, termasuk konflik Iran-Israel, juga kemungkinan mendorong harga komoditas energi seperti batubara.
“Konsumsi batubara domestik juga berpeluang meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi dan akselerasi proyek hilirisasi tentu membutuhkan energi besar,” kata dia, Jumat (13/6).
Dia menambahkan, emiten dengan struktur biaya rendah, kepemilikan kontrak ekspor jangka panjang, dan cadangan batubara besar berpeluang meraih kinerja optimal ketika sektor komoditas ini berbalik bullish. Contohnya ada pada PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Selain itu, emiten batubara yang punya jalur distribusi kuat di pasar domestik seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga bisa diuntungkan ketika harga batubara kembali menanjak. Potensi peningkatan profitabilitas juga bisa diraih oleh emiten yang mulai aktif diversifikasi bisnis seperti PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Harum Energy Tbk (HRUM), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
“Karena transisi energi hijau dan regulasi karbon berpotensi menekan kinerja pada masa depan, maka banyak emiten batubara yang mulai diversifikasi,” tutur Ekky.
Ekky menyebut saham ITMG dan UNTR cukup menarik untuk dikoleksi oleh investor lantaran harganya sudah cukup murah dan belum beranjak naik. Target harga jangka panjang ITMG dipatok di level Rp 26.000 per saham, sedangkan UNTR di level Rp 26.550 per saham.
Sementara itu, Liza menyatakan, jika pola historis pergerakan harga batubara benar-benar terulang, maka 2025 menjadi momen penting untuk mulai menata portofolio berbasis komoditas. Hal ini bukan untuk mengejar momentum jangka pendek, melainkan untuk mengambil posisi jangka menengah hingga panjang.
Ada beberapa saham batubara yang perlu dicermati oleh Liza, antara lain PTBA, ITMG, dan HRUM.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Detik Kalimantan
Published at
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
CNBC Indonesia
Published at
Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega
Bloomberg Technoz
Published at