Kementerian Keuangan akan menerapkan bea keluar emas dan batu bara pada 2026. Menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, penerapan bea keluar emas akan menyumbang Rp 3 triliun per tahun terhadap penerimaan negara. Sedangkan bea keluar batu bara menyumbang Rp 20 triliun. Bila ditotal, keduanya akan menyumbang Rp 23 triliun terhadap penerimaan negara.

Purbaya mengatakan pendapatan dari bea keluar akan digunakan untuk menutup defisit APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. “Ini langkah pertama untuk menutup defisit dulu. Mengurangi defisit kita,” kata Purbaya dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR, Senin, 8 Desember 2025.

Dalam rapat itu, Purbaya membeberkan sejumlah alasan diberlakukannya bea keluar untuk emas dan batu bara. Ihwal bea keluar emas, bendahara negara mengatakan cadangan biji emas di Indonesia menunjukkan tren yang menurun. Di saat yang bersamaan, harga emas global meningkat tajam menjadi US$ 4.706,6 per troy ounce pada November 2025.

Menteri Keuangan menyebutkan sejalan dengan prioritas pengembangan ekosistem bullion bank, kebutuhan pasokan emas domestik pun meningkat. “Oleh karena itu, diperlukan instrumen kebijakan bea keluar untuk mendukung ketersediaan suplai emas di indonesia,” ucap Purbaya.

Sementara itu terkait dengan batu bara, Purbaya mengatakan mayoritas ekspor Indonesia masih berupa bahan mentah dengan nilai tambah rendah. Sehingga, Indonesia kehilangan potensi ekonomi yang lebih tinggi. Kebijakan bea keluar batu bara diharapkan bisa meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi.

Purbaya juga menyoroti rendahnya penerimaan negara dari industri batu bara. Ia menilai UU Cipta Kerja telah mengubah status batu bara dari non barang kena pajak menjadi barang kena pajak. “Akibatnya industri batu bara bisa meminta restitusi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) ke pemerintah. Itu sekitar Rp 25 triliun per tahun,” ujar Purbaya.