TEMPO
Published at
December 29, 2025 at 12:00 AM
Pungutan Baru Ekspor Batu Bara
Setelah 1 Januari 2026, bisnis batu bara tak akan sama lagi, terutama bagi perusahaan yang berorientasi ekspor. Sebab, pemerintah mengenakan pungutan ekspor atau bea keluar untuk setiap ton batu bara yang dijual ke luar negeri. Pungutannya berupa tarif 1-5 persen dari nilai ekspor emas hitam tersebut.
Dengan memungut bea ekspor batu bara, pemerintah membidik penerimaan minimal Rp 20 triliun. Tak hanya batu bara, pemerintah juga akan memungut bea keluar untuk ekspor produk pertambangan lain, seperti emas, yang tahun ini harganya menjulang tinggi. Sebelum tutup tahun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menerbitkan aturan tentang pungutan produk pertambangan ini.
Rencana pemerintah memungut bea keluar ekspor mineral dan batu bara mengemuka dalam rapat menggodok Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2026 Dewan Perwakilan Rakyat pada 7 Juli 2025.
Dalam rapat kerja antara DPR dan Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Gubernur Bank Indonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan, terjadi kesepakatan perluasan basis penerimaan negara melalui bea keluar.
Untuk diketahui, pemerintah terakhir kali memungut bea ekspor batu bara pada 2006 atau dua dekade lalu. Ketika itu pemerintah berniat memacu ekspor batu bara yang harganya sedang tinggi demi mendorong pertumbuhan ekonomi melalui komponen perdagangan internasional.
Ketika itu pula pemerintah hanya memungut royalti kepada penambang batu bara sebagai bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kewajiban lain adalah pengenaan wajib pasok domestik atau domestic market obligation batu bara berikut harga khusus untuk produksi listrik.
Nilai ekspor batu bara memang menggiurkan karena nilainya besar, seiring dengan harga komoditas tersebut di pasar global. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan nilai ekspor batu bara pada 2020-2021 melonjak dari US$ 14,53 miliar menjadi US$ 26,53 miliar. Pada 2022, nilainya naik signifikan menjadi US$ 46,76 miliar.
Dua tahun berikutnya, nilai ekspor batu bara turun ke level US$ 34,59 miliar dan US$ 30,48 miliar karena harganya di pasar global melorot. Tahun ini, nilai ekspor ada kemungkinan merosot lagi, mengingat hingga Oktober saja nilai yang terkumpul hanya US$ 20,09 miliar atau turun 20,25 persen secara tahunan.
Penurunan harga jual inilah yang menjadi dasar bagi pengusaha batu bara untuk menolak pungutan bea keluar. Menurut mereka, bea ekspor menjadi beban baru di tengah kesempitan mereka lantaran keuntungan dari ekspor batu bara terus menipis.
Sementara itu, biaya operasi pertambangan hingga setoran royalti dan aneka pajak lain tetap harus dibayar. Nilainya pun cenderung naik. Yang jelas, hingga sepekan menjelang tutup tahun, belum ada pernyataan pemerintah untuk membatalkan atau meneruskan pungutan ini. Aturannya pun belum terbit.
Source:
Other Article
Liputan 6
Published at
1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam
Bisnis Indonesia
Published at
10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
METRO
Published at
10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia
CNBC Indonesia
Published at