Bisnis Indonesia
Published at
August 5, 2025 at 12:00 AM
Posisi Batu Bara Diproyeksi Tergeser Energi Terbarukan 2026, Krisis Iklim Mereda?
Bisnis.com, JAKARTA — Lonjakan permintaan listrik yang kembali mencapai rekor tahun ini disinyalir seiring dengan pasokan energi terbarukan yang semakin melimpah, bahkan diperkirakan menggantikan posisi batu bara pada 2026.
International Energy Agency (IEA) dalam laporannya Electricity Mid-Year Update mengemukakan bahwa permintaan listrik global diperkirakan akan tumbuh pada salah satu laju berkelanjutan tercepat dalam lebih dari satu dekade meskipun tekanan ekonomi yang berkelanjutan.
Energi terbarukan, gas alam, dan nuklir semuanya berkontribusi untuk memenuhi permintaan tambahan tersebut. Energi bersih diperkirakan akan menyalip batu bara sebagai sumber listrik terbesar dunia paling cepat pada 2025 atau paling lambat pada 2026, tergantung pada tren cuaca dan harga bahan bakar.
"Ekspansi energi terbarukan dan nuklir yang kuat terus membentuk kembali pasar listrik di banyak kawasan. Namun, hal ini harus diimbangi dengan investasi yang lebih besar dalam jaringan listrik, penyimpanan, dan sumber fleksibilitas lainnya untuk memastikan sistem kelistrikan dapat memenuhi permintaan yang terus meningkat secara aman dan terjangkau," kt Keisuke Sadamori, Direktur Pasar Energi dan Keamanan IEA, dlm keternganny, dikutip Senin (4/8/2025).
Negara-negara berkembang di Asia menyumbang sebagian besar pertumbuhan permintaan listrik global. China dan India diperkirakan akan mendorong 60% peningkatan konsumsi listrik global pada 2025 dan 2026. Pertumbuhan permintaan diperkirakan akan meningkat menjadi 5,7% di China dan 6,6% di India tahun depan, dari masing-masing 5% dan 4% pada 2025.
Di Amerika Serikat, ekspansi pusat data yang pesat diperkirakan akan menjaga pertumbuhan permintaan listrik tahunan di atas 2% pada 2025 dan 2026, lebih dari dua kali lipat tingkat pertumbuhan rata-rata selama dekade terakhir. Sebaliknya, konsumsi listrik di Uni Eropa diperkirakan tumbuh lebih lambat tahun ini, sekitar 1%, meskipun akselerasi moderat diperkirakan terjadi pada 2026.
Sementara itu, peningkatan pasokan pembangkit listrik tenaga bersih diperkirakan menggerus pangsa batu bara dalam total pembangkit listrik diperkirakan menjadi di bawah 33% untuk pertama kalinya dalam 100 tahun terakhir.
Solar panel dan angin menjadi pendorong utama tren ini, dengan pangsa gabungan keduanya dalam pembangkitan listrik global diperkirakan akan naik dari 5% pada 2024 menjadi 7% pada 2025, dan di atas 9% pada 2026.
Pembangkit listrik tenaga air global, sumber pasokan listrik terbarukan terbesar dengan pangsa 14%, diperkirakan akan relatif stabil pada 2025 di tengah kekeringan pada paruh pertama di berbagai wilayah, setelah pemulihan yang signifikan pada 2024 menyusul penurunan tajam akibat kekeringan tahun sebelumnya.
"Kami memproyeksikan peningkatan lebih dari 2% pada 2026, dengan asumsi kondisi hidrologi normal," katanya.
Sebaliknya, setelah pertumbuhan 1,3% pada 2024, pembangkit listrik tenaga batu bara global diperkirakan akan menurun sekitar 0,5% pada 2025. Penurunan di China dan Eropa sebagian diimbangi oleh peningkatan di kawasan lain, terutama di Amerika Serikat, India, dan negara-negara Asia lainnya.
Setelah kontraksi moderat ini, IEA memperkirakan output pembangkit listrik tenaga batu bara global akan menurun sekitar 1,3% pada 2026 karena pertumbuhan pembangkit listrik rendah emisi yang berkelanjutan dan peralihan dari batu bara ke gas yang lebih tinggi di berbagai kawasan.
Di China, pertumbuhan pembangkit listrik dari sumber rendah emisi yang mencapai rekor tertinggi dan peningkatan permintaan yang moderat menyebabkan penurunan daya listrik tenaga batu bara diperkirakan sebesar 2,6% year on year (YoY) pada semester I/2025, membalikkan tren dua tahun sebelumnya.
Di India, output gabungan dari pembangkit listrik tenaga surya dan angin meningkat 20% pada semester I/2025, yang mencapai hampir 14% dalam bauran energi, naik dari 11% pada semester I/2024.
"Kami memperkirakan pembangkit listrik tenaga batu bara akan meningkat lagi pada Semester II/2025, mencapai pertumbuhan sekitar 0,5% untuk setahun penuh, diikuti oleh peningkatan 1,6% pada 2026," kata IEA.
Penurunan belum cukup hentikan risiko iklim
Meski daya dari pembangkit listrik batu bara menurun dan sebagian tergantikan oleh energi terbarukan, risiko iklim tetap melekat selama asap dari cerobong masih mengebul.
Global Energy Monitor baru-baru ini juga menyoroti kapasitas produksi baru batu bara dunia yang menyentuh level terendah dalam 10 tahun. Namun, hal itu tidak menghilangkan risiko iklim dari batu bara.
Tambang baru yang dibuka pada 2024 diestimasi dapat menghasilkan 105 juta ton batu bara per tahun, turun 43% dari potensi produksi tambang baru yang dibuka pada 2023. Volume ini setara dengan 1% dari total kapasitas global pada 2024 sebesar 8,9 miliar ton.
Namun, perlambatan kapasitas baru pada 2024 masih jauh dari memadai untuk memenuhi target iklim global yang sejatinya mensyaratkan penurunan drastis produksi batu bara. Berdasarkan estimasi PBB, untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius, produksi batu bara harus dikurangi sebesar 75% pada 2030 dibandingkan dengan level 2020.
Salah satu proyek tambang batu bara yang diusulkan di China, yakni tambang terbuka Changtan di Mongolia Dalam, berpotensi menjadi salah satu tambang dengan emisi metana tertinggi di dunia, salah satu gas rumah kaca yang lebih merusak daripada karbon dioksida.
"Tanpa pengurangan besar-besaran terhadap rencana kapasitas tambang baru, dunia berisiko mengalami lonjakan besar emisi metana yang sangat kuat, yang pada akhirnya akan membuat pencapaian target Perjanjian Paris nyaris mustahil," kata Dorothy Mei, manajer proyek Global Coal Mine Tracker di GEM, dikutip dari Bloomberg.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Detik Kalimantan
Published at
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
Tribun Kaltim
Published at
70 Persen Sumber Energi Indonesia Dipasok dari Kalimantan, Ekonomi dan Lingkungan Harus Seimbang
CNBC Indonesia
Published at