Kontan
Published at
September 12, 2025 at 12:00 AM
Pengusaha Berharap Kinerja Ekspor Batubara Menghangat pada Musim Dingin
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha batubara menatap peluang pemulihan ekspor pada sisa tahun ini. Momentum musim dingin di sejumlah negara tujuan utama ekspor diperkirakan akan mengerek konsumsi energi, termasuk batubara asal Indonesia.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menyampaikan, tren musiman ini bisa menjadi katalis positif bagi produsen dalam negeri.
"Menjelang musim dingin, biasanya memang ada peningkatan konsumsi energi di negara tujuan utama ekspor batubara Indonesia," kata Gita kepada Kontan, Rabu (10/9).
Kendati begitu, Gita mengingatkan faktor eksternal masih harus dicermati. Pasalnya, sejumlah negara semakin menekankan ketahanan energi domestik.
"Hal ini tentu menjadi peluang positif bagi perusahaan batubara, meskipun kita tetap perlu mencermati kebijakan energi masing-masing negara," ujarnya.
Di sisi lain, geliat ekspor sudah mulai terlihat. Berdasarkan catatan APBI, ekspor batubara Indonesia pada Agustus 2025 tumbuh 9,9% dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini memberikan sinyal pemulihan setelah tekanan yang terjadi sepanjang paruh pertama 2025.
"Hal ini menunjukkan masih ada ruang perbaikan kinerja di semester II," jelas Gita.
Meski demikian, Gita menegaskan pencapaian target ekspor secara keseluruhan masih akan sangat bergantung pada dinamika pasar global serta dukungan kebijakan di dalam negeri.
Senada, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia mengaku, biasanya permintaan batubara akan meningkat di kuartal IV menjelang musim dingin.
Sementara itu, Asosiasi Pemasok Energi, Batu Bara, dan Mineral Indonesia (Aspebindo) meyakini ekspor batubara Indonesia akan kembali meningkat pada akhir 2025. Momentum musim dingin di sejumlah negara tujuan ekspor diyakini bakal menjadi katalis positif bagi permintaan.
Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho mengatakan, musim dingin biasanya mendorong konsumsi listrik untuk pemanas ruangan, sementara batu bara masih menjadi sumber utama pembangkitan.
“Banyak negara, terutama Tiongkok dan India, akan mulai mengisi kembali stok batubara mereka yang menipis menjelang puncak musim dingin. Kedua faktor ini sangat berpengaruh terhadap kenaikan permintaan global,” kata Fathul kepada Kontan, Kamis (11/9).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor batubara Indonesia pada Januari–Juli 2025 hanya mencapai 245,5 juta ton, turun 15% dibanding periode sama tahun lalu sebesar 289,1 juta ton. Kendati demikian, Fathul menilai target ekspor tahunan masih realistis.
“Momentum akhir tahun sering kali menjadi penentu utama volume ekspor. Jika permintaan global kembali kuat, sisa lima bulan bisa menutupi defisit di awal tahun,” ujarnya.
India disebut sebagai pasar krusial. Proyeksi 20th Electric Power Survey memperkirakan puncak permintaan listrik India akan mencapai 277,2 GW pada 2026–2027. Meski produksi domestik India meningkat, lonjakan kebutuhan energi tetap membuat negara tersebut bergantung pada impor, terutama di musim dingin.
Sementara itu, Eropa juga diprediksi berkontribusi meski tren jangka panjang permintaan batu bara menurun. Reuters dan LSEG melaporkan, pada kuartal III 2024 pembangkit listrik berbasis batu bara di Jerman naik sekitar 64% dibanding kuartal sebelumnya, seiring kebutuhan musiman.
Selain volume, kenaikan permintaan diperkirakan bisa mendongkrak harga batu bara, sehingga nilai ekspor tetap tinggi. Faktor lain yang mendukung adalah fleksibilitas kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang dapat memberi ruang bagi produsen untuk mengalihkan pasokan ke pasar internasional saat peluang terbuka.
Sebagai catatan, kinerja ekspor batubara nasional mengalami koreksi sepanjang Januari–Juli 2025. Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor batubara sepanjang Januari-Juli 2025 mencapai US$ 13,82 miliar, atau turun 21,74% bila dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US4 17,66 miliar.
Volume ekspor batubara juga ikut terkoreksi, hingga Juli 2025 mencapai 214,71 juta ton atau turun 6,96% dari periode sama tahun lalu. Rata-rata unit volume mencapai US$ 64,37 per ton atau turun 9,64% dari periode sama tahun lalu.
Dari sisi pemerintah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno menjelaskan, penurunan ekspor ini dipengaruhi meningkatnya produksi batubara di dua negara utama tujuan ekspor Indonesia, yakni China dan India.
“Itu China dan India memang kapasitas produksinya naik. Sedangkan kita ekspor utamanya ke kedua negara itu. Nah jadi wajar-wajar saja sebetulnya. Sebetulnya ini siklus saja, naik turun gitu harga naik turun, seperti itulah kira-kira,” kata Tri saat ditemui di Kompleks DPR RI, Rabu (3/9).
Meski demikian, pemerintah tetap mendorong perluasan pasar ekspor untuk mengantisipasi penurunan permintaan dari China dan India. Menurut Tri, potensi terbesar masih berada di kawasan Asia, khususnya negara-negara ASEAN.
"Nah untuk Asia itu utamanya untuk ASEAN coba dijajakin. Kita sudah ngomong sudah dengan APBI, coba dijajakin misalnya Vietnam, Malaysia, Thailand, terus kemudian Filipina itu coba dijajakin. Karena kalau dari Rusia kan terlalu jauh juga. Jadi peluang di ASEAN kita dorong,” ujarnya.
Tri menambahkan, pemerintah berharap ekspansi pasar dapat terealisasi pada sisa tahun ini, meski secara keseluruhan kinerja ekspor diperkirakan tetap menurun dibandingkan dengan tahun lalu maupun prognosa awal 2025.
Kendati ekspor terkoreksi, pemerintah optimistis target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor batubara tetap tercapai. “Target insyaallah bisa,” tegas Tri.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
2 Kabar Baik Hari ini: Harga Batu bara Naik, China Balik ke RI Lagi
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Bloomberg Technoz
Published at
5 Proyek Hilirisasi Bukit Asam (PTBA), Tak Cuma DME Batu Bara
Detik Kalimantan
Published at