PONTIANAK POST — Pemerintah memastikan akan memangkas ekspor minyak sawit mentah (CPO) mulai tahun depan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku program biodiesel B50, yang akan diterapkan pada semester II 2026. Langkah ini menjadi bagian dari strategi menghentikan impor solar dan memperkuat kemandirian energi nasional.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan tiga langkah utama guna menjamin ketersediaan CPO di dalam negeri: intensifikasi lahan sawit yang sudah ada, pembukaan lahan baru, dan pembatasan ekspor melalui kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).

“Kalau kita memakai B50, ekspor akan kita kurangi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Itu salah satu alternatif yang sedang dikaji,” ujar Bahlil di Jakarta, Selasa (29/10). Pemangkasan ekspor CPO diperkirakan mencapai 5,3 juta ton. Saat ini, Indonesia memproduksi sekitar 46 juta ton CPO per tahun, dengan 20 juta ton diserap industri domestik dan 26 juta ton diekspor.

Negosiasi Tarif Sawit dengan AS

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengkaji ketersediaan bahan baku (feedstock) untuk mendukung produksi biodiesel B50.

Pelaksana Tugas Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menyebut, pemerintah juga tengah bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) untuk menurunkan tarif impor CPO Indonesia hingga 0 persen, sebagaimana yang telah disepakati antara AS dan Malaysia.

“Mudah-mudahan hasil diskusi kita bisa membuat posisi Indonesia sejajar dengan Malaysia. Dengan tarif 0 persen, kita akan berada di ‘flying field’ yang sama untuk bersaing di pasar AS,” ujarnya.

Dalam perundingan tersebut, pemerintah menargetkan agar sejumlah komoditas unggulan seperti kelapa sawit, karet, dan kakao terbebas dari tarif impor 19 persen yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.