Investor Daily
Published at
November 20, 2025 at 12:00 AM
Menyongsong Tantangan Baru Sektor Batu bara
JAKARTA, investor.id - Industri batu bara menyongsong 2026 dengan beban baru yang datang hampir bersamaan. Pemerintah menyiapkan rencana kenaikan alokasi pasokan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) lebih dari 25%. Tekanan berikutnya dari kebijakan biodiesel yang melompat dari B40 ke B50 serta wacana pengenaan bea keluar kembali mengemuka.
Kombinasi tiga kebijakan ini membuat awal tahun menjadi ujian ketahanan bagi pelaku tambang. Hanya perusahaan yang lincah menyesuaikan strategi produksi, pasar, dan biaya yang berpeluang melewati tekanan 2026 tanpa tersengal.
Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani mengatakan batu bara merupakan pilar utama dalam menjaga stabilitas dan ketahanan energi nasional. Pihaknya menghormati kebijakan yang akan diterapkan pemerintah pada tahun depan.
“Fokus kami adalah memastikan agar proses penyesuaian yang dilakukan tetap sejalan dengan kebutuhan energI Indonesia, sekaligus mendukung transformasi sektor ini secara bertahap dan berkelanjutan,” kata Gita kepada Investor Daily, di Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Gita menuturkan pelaku batu bara sudah menghadapi kenaikan biaya produksi dan kebijakan fiskal lainnya. Tekanan yang terus bertambah ini membuat pelaku usaha harus menyusun strategi masing-masing perusahaan guna beradpatasi. Ia sulit memproyeksikan ada tidaknya pelaku batu bara yang tumbang akibat tekanan yang bertubi-tubi.
“Ketahanan industri batu bara pada dasarnya sangat ditentukan oleh kesiapan dan strategi masing-masing perusahaan dalam beradaptasi. Kami realistis bahwa tahun depan akan penuh tantangan dengan rencana penerapan berbagai aturan baru dan dinamika permintaan yang ikut menyesuaikan,” ujarnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan sedang mengkaji besaran produksi batu bara tahun depan. Pihaknya menunggu seluruh pelaku usaha mengajukan rencana anggaran dan biaya (RKAB) 2026 yang sudah dibuka sejak Oktober. “Ini kita lagi meng-exercise. Karena volume RKAB-nya itu produksinya kita akan turunkan. Kalau itu kemudian cukup dengan 25%, ya cukup. Kita nggak naikkan. Tapi kalau gak cukup, kita naikkan. Berpotensi kita naikkan DMO-nya,” jelasnya.
Sebagai gambaran, produksi batu bara mencapai puncaknya pada tahun lalu sebesar 836 juta ton. Pada tahun ini target produksi sekitar 739,56 juta ton. Diproyeksikan target produksi tahun depan tidak lebih dari 700 juta ton. Hal ini antara lain guna menahan laju penurunan harga batu bara. Adapun alokasi DMO diperuntukan bagi sektor ketenagalistrikan, industri semen, pupuk serta industri strategis nasional.
Lebih lanjut Bahlil menuturkan pemerintah berencana menaikkan campuran biodiesel menjadi 50% pada paruh kedua 2026. Ia menyatakan tengah mencari formulasi bersama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) agar penerapan B50 nanti tidak terlalu membebani pelaku tambang.
"Kalau B50 itu akan meningkatkan cost. Sekarang aja dari B35 menuju B40 ada terjadi perbedaan. Tapi tidak apa-apa, saya dengan BPDPKS lagi mencari formulasi. Boleh B50 tapi harganya tidak boleh naik terlalu banyak, sekarang kita lagi cari celahnya untuk bisa kita clear-kan," ujar dia.
Wacana bea keluar kembali mencuat dalam rapat dengar pendapat Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan pada Senin (17/11/2025). "Kebijakan bea keluar atas batu bara diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah dan memperluas basis penerimaan negara, serta mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi batu bara," kata Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun saat menyampaikan hasil kesimpulan rapat.
Berdasarkan catatan Investor Daily, Kementerian ESDM mengapresiasi rencana perluasan basis penerimaan negara dengan penerapan bea keluar batu bara. Namun kebijakan ini dinilai belum tepat diterapkan tatkala industri batu bara domestik sedang menghadapi tekanan.
Pengenaan tarif ekspor dinilai berlawanan dengan upaya menjaga daya saing nasional. Kebijakan ini justru berpotensi menurunkan tingkat kompetitif batu bara Indonesia di pasar global lantaran membuat harga jual menjadi kurang menarik dibandingkan produk sejenis dari negara lain. Akibatnya, eksportir nasional bisa kehilangan pangsa pasar.
Wakil Menteri ESDM Yuliot mengatakan pasar internasional dalam kondisi oversuplai. Permintaan batu bara menurun sehingga harga pun ikut terkoreksi. Pengenaan bea keluar justru melemahkan daya saing batu bara Indonesia. Pihaknya pun belum berencana menyusun rekomendasi bea keluar.
“Kami melihat daya saing dari komoditas yang kami miliki. Kalau permintaannya lemah, dikenakan bea keluar, justru ini akan berdampak. Jadi ini nggak ada yang beli,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Source:
Other Article
Bisnis Indonesia
Published at
10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
Kontan
Published at
190 IUP Ditangguhkan ESDM: IMA, APBI, dan APNI Pastikan Anggotanya Aman
CNBC Indonesia
Published at
190 Izin Tambang Ditangguhkan, Dirjen Minerba Beberkan Alasannya
CNBC Indonesia
Published at