Kontan
Published at
June 2, 2025 at 12:00 AM
Menilik Dampak RUPTL 2025-2034 ke Emiten EBT dan Batubara, Bagaimana Prospeknya?
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengumumkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025—2034. Tambahan kapasitas pembangkit listrik yang tercantum dalam RUPTL dapat memengaruhi prospek emiten yang bergerak di bidang energi baru terbarukan (EBT) maupun energi fosil.
Dalam RUPTL 2025—2034, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik nasional sebesar 69,5 gigawatt (GW). Dari jumlah tersebut, sebanyak 42,6 GW atau setara 61% dialokasikan untuk pembangkit EBT. Sementara itu, pembangkit energi fosil menyumbang 16,6 GW (24%) dan sistem penyimpanan energi sebesar 10,3 GW (15%).
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menyampaikan, penambahan kapasitas EBT dalam RUPTL 2025—2034 jelas menjadi katalis positif bagi emiten di sektor tersebut. Hal ini akan menciptakan peluang ekspansi proyek EBT secara jangka panjang dan memperkuat narasi transisi energi nasional.
Emiten seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), hingga PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang mulai masuk ke bisnis hidrogen hijau menjadi kandidat yang berpotensi terlibat aktif dalam implementasi RUPTL tersebut.
RUPTL ini juga menjadi arah kebijakan pemerintah di bidang energi hijau yang akan menarik minat investor strategis, baik domestik maupun asing. Alhasil, terdapat peluang lebih besar bagi pihak emiten untuk memperoleh pendanaan berbasis hijau atau berkelanjutan, seperti green bond atau green sukuk.
Agar dapat terlibat aktif dalam proyek-proyek RUPTL 2025—2034, emiten perlu memperkuat kapabilitas teknis dan finansial hingga membangun kemitraan strategis dengan investor global berpengalaman.
“Emiten juga perlu menyiapkan proyek yang siap eksekusi dan menjaga kepatuhan terhadap prinsip ESG yang kini menjadi syarat penting dalam seleksi proyek strategis pemerintah,” ujar Ekky, Rabu (28/5).
Di sisi lain, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata menilai, adanya rencana penambahan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Besar 6,3 GW dalam RUPTL 2025—2034 menunjukkan bahwa pemerintah masih akan mengandalkan batubara sebagai sumber energi.
Keputusan untuk tetap mengoperasikan PLTU menjadi sentimen positif jangka menengah bagi emiten produsen batubara, terutama yang memiliki kontrak pasokan domestik.
“Namun, volatilitas harga batubara global dan tekanan transisi energi dapat memengaruhi kinerja di sektor ini,” imbuh dia, Rabu (28/5).
Ada beberapa emiten batubara yang berpotensi diuntungkan oleh rencana penambahan kapasitas PLTU dalam RUPTL terbaru. Di antaranya adalah PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI).
Menurut Liza, ADRO sebagai perusahaan energi terintegrasi tentu memiliki diversifikasi bisnis yang kuat, termasuk pembangkit listrik dan logistik, sehingga dapat memberi stabilitas pendapatan. PTBA dinilai berpeluang mendapat manfaat dari kebijakan RUPTL seiring fokus perusahaan di pasar domestik dan rencana hilirisasi.
ITMG juga berpeluang memanfaatkan peluang permintaan batubara di pasar domestik yang meningkat, meski emiten ini lebih berorientasi ekspor. Adapun AADI sebagai anak usaha ADRO berpeluang mencatat pertumbuhan signifikan, terutama jika kebijakan tarif royalti yang lebih rendah diterapkan.
Ekky juga menganggap batubara belum sepenuhnya tersingkir dari bauran energi nasional, sehingga permintaan batubara di pasar domestik akan tetap stabil dalam jangka menengah. Emiten seperti PTBA dan ADRO diperkirakan dapat memperoleh manfaat dari stabilnya permintaan batubara di dalam negeri.
Apalagi, kedua emiten ini memiliki sejarah panjang kerja sama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan kerap terlibat dalam proyek-proyek strategis nasional.
Dari sisi peluang investasi, Ekky menyebut PGEO menjadi salah satu emiten EBT yang prospeknya cerah selepas pengumuman RUPTL 2025—2035. Emiten ini didukung oleh masifnya proyek panas bumi dan valuasi saham yang mulai atraktif setelah mengalami koreksi. Ia menargetkan harga saham PGEO dapat menyentuh level Rp 1.700 per saham jika berhasil breakout di level Rp 1.500 per saham.
BREN juga masih menjadi saham utama lainnya bagi investor di sektor EBT seiring strategi ekspansi yang agresif di bidang energi panas bumi. Harga saham BREN ditargetkan dapat mencapai level Rp 8.650 per saham.
Di pihak emiten batubara, PTBA dipandang memiliki keunggulan dari sisi fokus pada pasar domestik dan koneksi ke proyek PLTU yang berada di kawasan mulut tambang. Ekky memprediksi target harga berikutnya bagi PTBA ada di level Rp 3.000 per saham dan Rp 3.200 per saham.
Ekky juga menjagokan ADRO yang unggul dari aspek diversifikasi bisnis, termasuk mengembangkan bisnis energi hijau dan kawasan industri hijau. Target harga saham ADRO yang terdekat ada di level Rp 2.500 per saham dan Rp 2.800 per saham.
“Secara keseluruhan, saham-saham ini layak dipertimbangkan untuk dikoleksi dengan pendekatan jangka menengah hingga panjang, terutama bagi investor yang ingin memanfaatkan momentum tema energi transisi dan ketahanan energi domestik dalam 1-2 tahun ke depan,” ungkap dia.
Sementara itu, Liza merekomendasikan beli saham ADRO dengan entry level di kisaran Rp 2.280—2.200 per saham dan target harga di kisaran Rp 2.430—2.670 per saham. Saham ITMG direkomendasikan speculative buy dengan entry level di rentang level Rp 22.525—22.300 per saham dan target harga di kisaran Rp 23.000—23.300 per saham serta di level Rp 23.800 per saham dan tutup gap di level Rp 24.500 per saham.
Liza juga merekomendasikan speculative buy saham PTBA dengan entry level Rp 2.850—2.830 per saham serta target harga di level Rp 2.930 per saham dan sekitar level Rp 2.990—3.000 per saham.
Rekomendasi speculative buy juga disematkan untuk saham AADI dengan entry level di kisaran Rp 7.325—7.150 per saham dan target harga sekitar level Rp 8.000—8.200 per saham.
Harga komoditas batubara dinilai masih terjerembab dalam tren sideways dalam jangka menengah, meski tren mulai beralih secara jangka pendek.
“Perlu dilihat juga sentimen terkait energi dan substitusi berupa minyak mentah sebelum overweight di sektor ini,” tandas dia.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
CNBC Indonesia
Published at
Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega
Bloomberg Technoz
Published at
Ada Donald Trump di Balik Kenaikan Harga Batu Bara
Kontan
Published at