KONTAN
Published at
November 25, 2025 at 12:00 AM
Keputusan Korea Menutup 40 PLTU Bakal Berdampak ke ADRO, GEMS, BYAN, PTBA, Hingga BUMI
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sentimen negatif bertubi-tubi mengancam industri batubara Indonesia. Sebelumnya ekspor batubara Indonesia ke China dan India diprediksi akan menurun karena adanya perubahan preferensi energi.
Kini emiten batubara Indonesia dihadapkan dengan ancaman kontraksi ekspor emas hitam ke Korea Selatan. Ini menyusul keputusan Negeri Gingseng yang berencana menghentikan operasional 40 dari 62 unit PLTU paling lambat pada 2040 mendatang.
Di sela KTT Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belem, Brasil beberapa hari lalu, Korea Selatan menyatakan resmi bergabung dengan Powering Past Coal Alliance (PPCA). Ini aliansi global yang berupaya memajukan transisi dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara menuju energi bersih.
Sejalan dengan itu Korea Selatan akan menghentikan operasional 41,2 gigawatt (GW) kapasitas PLTU yang selama ini menyumbang sekitar 60% emisi sektor ketenagalistrikannya atau menargetkan kenaikan porsi energi surya dan angin sebesar 21,6% pada tahun 2030.
Direktur Pelaksana Energy Shift Institute (ESI), Putra Adhiguna menilai peningkatan pembangkitan energi bersih sebesar 8% dan penurunan output listrik fosil, pemasok batubara seperti Indonesia dan Australia yang sudah menghadapi penurunan ekspor ke China, harus mempertimbangkan dengan matang ketergantungannya pada batubara.
Korea Selatan tercatat sebagai negara dengan kapasitas PLTU batu bara terbesar ke-7 di dunia. Sebagian besar kebutuhan batubara untuk pembangkit Korea Selatan dipenuhi dari impor.
Nah, bagi Indonesia, Korea Selatan masuk dalam lima besar negara tujuan ekspor batubara. Bahkan Indonesia menjadi pemasok utama batubara termal ke Negeri Gingseng.
Ekspor Batubara Indonesia Periode 2014-2024
Sampai dengan 2024 total ekspor batubara ke Korea Selatan sebesar 26,29 juta ton atau naik dari sebelumnya 25,28 juta ton di 2023. Sejatinya tren ekspor batubara dari Indonesia ke sana bergerak melandai khususnya setelah Pandemi Covid-19.
Ekspor Batubara Indonesia ke Korea Selatan
Keanggotaan Korea Selatan di PPCA diproyeksi akan menurunkan permintaan terhadap batubara thermal sebesar 25 juta ton. Mengutip data Kpler, Korea Selatan diperkirakan akan mengimpor batubara mencapai lebih dari 22 juta ton per tahun senilai US$ 1,7 miliar per tahun.
Penurunan permintaan batubara dari Korea Selatan tidak hanya menggerus pendapatan eksportir, namun juga menekan daerah-daerah penghasil batubara yang selama ini menjadikan komoditas tersebut sebagai sumber pendapatan utama.
Selain itu, keputusan Korea Selatan juga akan menciptakan tekanan tambahan bagi industri batubara di tanah air yang selama ini bergantung pada pasar ekspor.
Penurunan permintaan jangka panjang dari negara maju termasuk Korea Selatan mengubah peta risiko bisnis perusahaan batubara domestik.
Merespons persoalan tersebut, Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menjelaskan, langkah Korea Selatan tentu akan berpengaruh terhadap ekspor batubara Indonesia.
"Sejauh ini kontrak-kontrak yang ada juga tetap berjalan. Bicara soal tahan atau tidaknya harus dilihat dari keseluruhan ekspor karena tidak semua juga ke Korea Selatan," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (23/11/2025).
Secara umum, APBI melihat bahwa jika pun terjadi penurunan ekspor ke Korea Selatan sifatnya lebih gradual dan jangka panjang, tidak langsung drastis dalam waktu dekat.
Pengusaha dalam negeri masih bisa mengandalkan pasar seperti China, India, dan Asia Tenggara untuk menyerap batubara dalam volume besar. Maka ketahanan pasar Indonesia relatif kuat, sambil terus menjaga hubungan dagang dengan Korea Selatan sebagai mitra strategis.
Emiten Pemasok ke Korea Selatan
Berdasarkan riset yang dilakukan KONTAN, ada sejumlah perusahaan milik konglomerat Indonesia yang mengekspor batubara ke Korea Selatan di antaranya Grup Adaro, Grup Bayan, hingga Grup Sinar Mas.
Grup Adaro melalui PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu tujuan ekspor batubara metalurgi dengan kontribusi 14% dari penjualan di sepanjang 2024.
Negara tujuan ekspor pada posisi pertama masih dipegang oleh Jepang sebanyak 29%, diikuti oleh China 16%, kemudian Korea Selatan.
Selain batubara metalurgi, ADRO juga menjual kestrel mencapai 4,12 juta ton. Penjualan batubara kokas keras Kestrel dilakukan berdasarkan kontrak dengan pelanggan utama di pasar Asia. Jepang menjadi pelanggan terbesar pada 2024, diikuti oleh India dan Korea Selatan.
Di sepanjang 2024, ADRO mencatatkan penjualan berdasarkan negara tujuan khususnya ekspor ke Korea Selatan senilai US$ 180,54 juta atau naik signifikan 157% YoY dari sebelumnya US$ 70,61 juta di 2023. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan China (US$ 70,757 juta) dan India (US$ 36,98 juta) di sepanjang 2024.
Walau demikian, penjualannya ke Korea Selatan di September 2025 menciut signifikan. Dari yang sebelumnya US$ 143,24 juta di September 2025, kini hanya tersisa US$ 55,76 juta.
Sejatinya, Manajemen ADRO mengakui, secara umum impor batubara di Korea Selatan memang sudah menurun karena meningkatnya pembangkitan listrik dari energi nuklir, gas, dan energi terbarukan. Selain itu, Korea Selatan juga terus mengurangi ketergantungannya terhadap batubara asal Rusia.
Kemudian konglomerat lain yang juga melakukan ekspor batubara ke Korea Selatan ialah PT Bayan Resources Tok (BYAN). Perusahaan milik Dato Low Tuck Kwong ini bahkan memiliki kontrak pasokan batubara selama 9 tahun (2024-2032) dengan total tonase kontraktual sebesar 10,8 juta MT kepada Korea Midland Power Co., Ltd.
Di sepanjang 2024 BYAN mencatatkan penjualan ke area Asia Timur (China, Jepang, Korea, dan Taiwan) senilai US$ 862,20 juta. Sayangnya BYAN memang tidak spesifik mencatatkan penjualan khusus ke Korea Selatan.
Namun dengan data tersebut dapat tergambar penjualan ke Asia Timur cukup mendominasi dari total penjualan BYAN di sepanjang tahun lalu yang senilai US$ 3,44 miliar.
Nah sampai dengan September 2025 penjualan ke area tersebut masih tercatat tumbuh 38% YoY menjadi US$ 742,20 juta dari yang sebelumnya US$ 536,19 juta di September 2024.
Dalam Annual Report 2024, Manajemen BYAN sudah memperkirakan sejak awal bahwa penjualan batubara ke negara-negara ekonomi maju seperti Jepang, Korea, dan Uni Eropa akan mengalami penurunan impor yang moderat di tengah menurunnya pembangkit listrik tenaga batubara.
Namun BYAN sendiri telah menandatangani beberapa perpanjang kontrak penjualan jangka panjang. Misalnya saja perpanjangan kontrak pasokan batubara selama 8 tahun (2032- 2039) kepada GNPower Dinginin Ltd. Co dengan total tonase kontrak maksimum 17,6 juta MT. Pasokan maksimum sekitar 2,2 juta MT/tahun yang berasal dari batubara Tabang.
Selain itu ada juga perpanjangan perjanjian pasokan batubara jangka pendek, selama setahun untuk TNB Fuel Services Sdn. Bhd. (TNBF) sekitar 2,80 juta MT di 2025 dari berbagai tambang Bayan Group.
Pihaknya juga mengantongi perjanjian pasokan batubara selama satu tahun dengan PT Sumber Suryadaya Prima di Indonesia sebanyak 2,7 juta MT batubara Tabang.
Setali tiga uang, Grup Sinarmas melalui PT Golden Energy Mines Tok (GEMS) juga melakukan penjualan batubara ke Negara Gingseng. Volume yang dijual ke sana memang tidak begitu banyak.
Sebagai gambaran di 2024, GEMS mengekspor 51,86 juta ton batubara dengan porsi 45% ke Tiongkok, diikuti oleh India 11%, dan lain-lain sebesar 7% antara lain Malaysia, Thailand, Taiwan, Filipina, Vietnam, Korea Selatan, Kamboja, Hongkong, dan Bangladesh.
Meski secara volume penjualan terlihat kecil, nilai penjualan ke Korea Selatan cukup besar, yakni senilai US$ 89,11 juta di sepanjang 2024. Sampai dengan Juni 2025 penjualannya tercatat US$ 25,29 juta turun 43,02% YoY dari US$ 44,39 juta per Juni 2024.
Grup Bakrie melalui PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melalui anak usaha Kaltim Prima Coal dan Arutmin juga melakukan ekspor ke Korea Selatan.
Di sepanjang tahun lalu BUMI mencatatkan volume penjualan 1,83 juta ton ke negara itu, atau 2% dari total penjualan. Menariknya ekspor ke Korea Selatan mengalami lonjakan signifikan di 2024 atau naik 769,3% YoY dari sebelumnya 204.286 ton di 2023. Namun sayang, BUMI tidak mencatat nilai penjualannya secara rinci ke pasar ekspor.
Sejatinya selain dari keempat konglomerat itu ada juga perusahaan batubara Indonesia yang mengekspor produknya ke Korea Selatan, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Sampai dengan September 2025 PTBA membukukan penjualan ekspor ke Korea Selatan senilai Rp 1,31 triliun atau turun 50,98% YoY dari sebelumnya Rp 2,68 triliun di September 2024. Secara volume penjualan Korea hanya berkontribusi sekitar 5,9% dari total penjualan di sepanjang 2024.
Sedangkan ITMG membukukan penjualan dari ekspor ke Korea Selatan senilai US$ 14,5 juta per Juni 2025. Secara volume, penjualan ke Korea Selatan memang sangat kecil hanya 1% dari total penjualan.
Source:
Other Article
Bisnis Indonesia
Published at
10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
METRO
Published at
10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia
CNBC Indonesia
Published at
10 Perusahaan Tambang RI Paling Tajir Melintir, Cuannya Gak Masuk Akal
Kontan
Published at