Sapos by Samarinda Pos
Published at
August 20, 2025 at 12:00 AM
Kaltim Dihadapkan Tantangan Transisi Energi di Tengah Ketergantungan Batu Bara
TRANSISI Energi gencar digaungkan pemerintah. Namun Kaltim dalam posisi gamang karena masih bergantung energi fosil. Jika merujuk roadmap Pengembangan dan pemanfaatan batubara 2021-2045 dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada bulan September 2021, sumber daya batubara Indonesia hingga akhir tahun 2020 mencapai sekitar 143 miliar ton.
Terbesar ada di Pulau Kalimantan dengan 61,5 persen dari total sumber daya nasional. Sementara wilayah Kalimantan, potensi paling besar berada di Kaltim sekitar 68 persen.
Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo pun memaparkan, Kaltim memang punya rencana untuk melakukan transisi energi. Tetapi, secara politik anggaran, belum terlihat kemauan pemerintah daerah.
“Anggaran-anggaran ke Dinas ESDM misalnya untuk melakukan transisi energi itu juga kecil,” katanya.
Dia pun pesimis dengan keberhasilan dan niatan soal transisi energi di Kaltim. Sedangkan, Indonesia katanya mengejar emisi nol pada 2060. Namun, jangan mengira jika emisi nol itu artinya tak menggunakan energi fosil sama sekali.
Untuk diketahui, konsumen energi fosil terbesar adalah pembangkit listrik. Dalam rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN) berdasarkan data Indonesian Center For Environmental Law (ICEL) masih ada penggunaan energi fosil pada 2060.
“Dalam RUKN, masih ada 26,4 persen penggunaan energi fosil pada 2060,” kata Perwakilan ICEL, Syaharani.
Syaharani menyebut untuk menjaga agar emisi terhitung tetap nol, hasil emisi penggunaan energi fosil 26,4 persen pada 2060, akan diserap hutan-hutan yang tersisa pada 2060.
Pemahaman soal transisi energi ini penting. Kolaborasi antara jurnalis dan ilmuwan, juga jadi kunci. Banyak penelitian ilmuwan yang sebenarnya menarik. Sehingga, jurnalis bisa merangkul ilmuwan dan mulai mencari riset-riset untuk mendukung liputan transisi energi.
“Banyak hasil riset yang bisa didapatkan. Bisa mulai menjalin hubungan dengan para ilmuwan,” katanya.
Namun, diakui memang tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan para ilmuwan ini. Ada sejumlah kekhawatiran dari para ilmuwan ketika penelitiannya dipublikasi dalam artikel populer yang mudah dinikmati khalayak.
Sementara itu, Wicaksono Gitawan dari Yayasan Indonesia CERAH, memaparkan transisi energi tak sekadar mengubah semula energi fosil jadi energi yang ramah lingkungan. Transisi energi harus mengutamakan prinsip keadilan sosial dan lingkungan.
“Kita tidak bisa bicara energi terbarukan hanya dari sisi teknologi. Harus ada keberpihakan terhadap komunitas rentan yang selama ini menanggung beban industri kotor,” ungkapnya.
Dia menambahkan, agenda bersama yang sedang dibangun antara media, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas akar rumput bertujuan untuk menantang dominasi pertambangan dan menguatkan narasi transisi energi yang lebih inklusif.
“Ini bukan cuma soal mengganti sumber energi, tapi tentang merebut kembali ruang hidup dan masa depan masyarakat,” pungkasnya. (mrf)
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Bloomberg Technoz
Published at
5 Proyek Hilirisasi Bukit Asam (PTBA), Tak Cuma DME Batu Bara
Detik Kalimantan
Published at
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
Tribun Kaltim
Published at