Kompas
Published at
September 30, 2025 at 12:00 AM
Industri Kokas RI Tertekan Imbas Kebijakan India, Pelaku Usaha Minta Dukungan Pemerintah
JAKARTA, KOMPAS.com - Industri kokas Indonesia tengah menghadapi tekanan berat akibat kebijakan pembatasan kuota impor kokas oleh pemerintah India.
Kebijakan itu membuat kinerja ekspor ke Negeri Bollywood anjlok tajam sepanjang 2025 dan mengancam keberlangsungan industri kokas nasional.
Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Kokas Nusantara (APUKN) atau Association of Indonesia Coke Industry (AICI), Elias Ginting, mengungkapkan volume ekspor kokas ke India hingga Juli 2025 hanya mencapai 900.000 ton.
Jumlah tersebut merosot jauh dibandingkan total ekspor sebesar 2,6 juta ton sepanjang 2024.
Kondisi tersebut berdampak langsung terhadap kinerja industri kokas nasional. Untuk merespons situasi pasar yang menantang, perusahaan kokas di Indonesia mengambil sejumlah langkah strategis baik mengalihkan arah penjualan ke negara lain, menyesuaikan struktur produk, hingga mengoperasikan fasilitas pada beban rendah.
“Kami akan terus menunggu perkembangan kebijakan impor India, sambil menjajaki potensi pasar baru di Amerika Selatan, Eropa, maupun Asia lainnya, serta mengembangkan produk alternatif lain,” ujar Elias lewat keterangan pers, Senin (29/9/2025).
Berdasarkan survei AICI, hingga akhir 2025 tingkat utilisasi kapasitas industri kokas Indonesia diperkirakan bertahan di bawah 60 persen. Prospek pada 2026 pun dipandang masih belum membaik, sehingga strategi konservatif akan tetap diterapkan.
Selain strategi bisnis, APUKN juga menyampaikan sejumlah harapan kepada pemerintah agar industri kokas nasional tetap bertahan. Lihat Foto Ilustrasi batu bara.
Elias menyebut, pemerintah diharapkan dapat berupaya mempengaruhi otoritas India supaya tidak memperketat kuota impor kokas. Ia juga menekankan pentingnya percepatan penerbitan izin ekspor, khususnya untuk 2026. APUKN juga meminta agar kuota ekspor by product coal tar diberikan langsung untuk jangka satu tahun, bukan bertahap tiap tiga bulan seperti saat ini.
Selain itu, asosiasi mendorong percepatan pencabutan SNI wajib yang sudah diwacanakan, agar peraturan lebih sesuai dengan kondisi industri.
“Pencabutan SNI wajib yang sudah diwacanakan kalau bisa terbit Permenperin karena sebenarnya perusahaan kokas bukan industri pupuk namun by produk nya bisa sebagai pupuk amonium sulfat (kapasitas sekitar 180.009 ton 4 perusahaan per tahun).
Kebutuhan pabrik pupuk di Jawa impor amonium sulfat besar sekali (1 juta ton per tahun),” paparnya. Tantangan lain yang dihadapi industri kokas adalah keterbatasan bahan baku.
Sekitar 80 persen kebutuhan coking coal masih harus diimpor dari Australia, Rusia, dan Amerika Serikat, sedangkan produksi lokal baru mampu memenuhi 20 persen karena mayoritas batu bara Indonesia berjenis thermal untuk pembangkit listrik.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
2 Kabar Baik Hari ini: Harga Batu bara Naik, China Balik ke RI Lagi
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Bloomberg Technoz
Published at
5 Proyek Hilirisasi Bukit Asam (PTBA), Tak Cuma DME Batu Bara
Detik Kalimantan
Published at