Bisnis Indonesia
Published at
December 11, 2025 at 12:00 AM
Harga DMO Batu Bara Tak Kunjung Naik, Skema MIP Masih Relevan?
Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF) menilai skema mitra instansi pengelola (MIP) tak lagi relevan diterapkan meski harga domestic market obligation (DMO) batu bara tak kunjung naik. Pasalnya, saat ini harga batu bara global tengah dalam tren penurunan.
Ketua IMEF Singgih Widagdo mengatakan, skema MIP batu bara sejatinya dapat menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri saat harga di pasar global melambung.
"Setelah menilai keseluruhan pelaksanaan DMO batu bara, MIP dinilai menjadi pilihan terbaik dalam mengamankan keandalan pasokan batu bara di dalam negeri," kata Singgih kepada Bisnis, Rabu (10/12/2025).
MIP yang dimaksud merupakan skema pungut salur dana kompensasi DMO batu bara lewat format MIP. Dalam menjalankan skema tersebut, Kementerian ESDM telah menunjuk tiga bank BUMN sebagai mitra instansi pengelola yang bertugas memungut dan menyalurkan dana kompensasi batu bara untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Ketiga bank tersebut adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI).
Singgih menyebut, skema ini dinilai mampu menjaga stabilitas biaya pokok produksi (BPP) listrik, melindungi masyarakat dari kenaikan tarif, dan menekan risiko keuangan PLN. Selain itu, MIP dianggap lebih berkeadilan bagi seluruh penambang.
"Sangat disayangkan MIP yang saat itu dapat diimplementasikan di saat indeks harga tinggi atau disparitas harga ekspor dan harga DMO terlalu lebar," tuturnya.
Dia menegaskan bahwa implementasi MIP saat ini kurang tepat karena kondisi harga batu bara global sudah turun. Dengan rata-rata harga batu bara acuan saat ini, disparitas harga tidak selebar periode sebelumnya. Menurut Singgih, MIP mestinya diterapkan saat indeks harga tinggi, bukan ketika pasar sedang melemah.
"Apalagi HBA telah menyentuh di bawah US$100 per ton, kurang tepat MIP diimplementasikan saat ini," jelasnya.
Untuk diketahui, harga DMO batu bara saat ini masih dipatok sebesar US$70 per metrik ton untuk ketenagalistrikan dan US$90 per metrik ton untuk bahan baku industri.
Di sisi lain, dia menyebutkan, pemerintah juga pernah mengkaji berbagai mekanisme seperti transfer kuota, denda, kompensasi, hingga penugasan. MIP muncul sebagai opsi relevan setelah menilai seluruh dinamika tersebut.
Kendati demikian, hingga kini kebijakan tersebut tak kunjung diterapkan. Terlebih, Senior Policy Analyst Kemenkeu Robert mengatakan, pemerintah memang sempat menggodok skema dana kompensasi batu bara pada 2021–2022. Kala itu pengkajian hampir final. Namun, akhirnya tak membuahkan hasil konkret.
Dalam skema itu, PLN akan membeli batu bara sesuai harga pasar, sementara pengusaha batu bara diwajibkan membayar kompensasi ke lembaga pengelola semacam badan layanan umum (BLU) atau MIP. Dana tersebut kemudian digunakan untuk menjaga tarif listrik tidak naik.
Meski demikian, Kemenkeu menilai kebijakan DMO masih menjadi opsi paling realistis saat ini untuk menjaga stabilitas fiskal. Ketergantungan Indonesia terhadap batu bara sebagai input energi masih besar sehingga penggunaan harga pasar justru akan menambah tekanan pada APBN.
“Jadi artinya DMO buat pemerintah sementara ini cukup membuat APBN kita masih sustainable karena kebutuhan energi kita dari batu bara cukup besar, sedangkan kalau digunakan harga pasar maka pemerintah harus menambah lagi pajak dan segala macam penerimaan negara untuk menambal subsidi," pungkasnya.
Source:
Other Article
Liputan 6
Published at
1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam
Bisnis Indonesia
Published at
10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
METRO
Published at
10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia
CNBC Indonesia
Published at