Bloomberg Technoz
Published at
July 31, 2025 at 12:00 AM
Harga Batu Bara Asia Bangkit, tetapi Ekspor dari RI Tetap Sulit
Bloomberg Technoz, Jakarta – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menilai ekspor batu bara Indonesia ke China tetap tidak akan sebesar tahun lalu, meskipun permintaan dan harga si batu hitam tengah mengalami peningkatan musim panas tahun ini.
Plt. Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani memandang peningkatan harga dan permintaan batu bara dari China saat ini tidak berlangsung lama, sebab faktor musim panas diprediksi mereda khususnya di wilayah pusat dan selatan negara tersebut.
Kondisi itu juga dibarengi dengan penurunan konsumsi mingguan pembangkit listrik di wilayah China.
“Melihat tren tahun ini, ekspor Indonesia ke China diperkirakan tidak akan mencapai level seperti tahun lalu. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya permintaan dan peningkatan pasokan domestik di sana,” kata Gita ketika dihubungi, pada Rabu (30/7/2025).
Sebagai perbandingan, lanjut Gita, sepanjang 2024 Indonesia berhasil mengekspor 245 juta ton batu bara ke China atau setara 58% permintaan batu bara dari Negeri Panda saat itu.
Sementara tahun ini, hingga semester I 2025, ekspor batu bara ke China baru tercatat 85,41 juta ton atau turun 20,6% secara year to date (ytd), padahal permintaan batu bara termal tahun ini diproyeksi sekitar 326,8 juta ton.
Dia menilai permintaan batu bara, terutama dengan kalori rendah, dari China masih terbilang lesu karena harga yang ditawarkan Indonesia dinilai kurang kompetitif.
Lebih lanjut, Gita menyebut China tengah memperketat pengawasan tambang untuk mengendalikan pasokan batu bara yang berlebih di negara itu.
“Kondisi stok di pelabuhan kunci China masih diatas rata-rata 5 tahun, walaupun tren penurunan mulai terlihat,” tegas dia.
Kenaikan Sementara
Gita memandang penurunan harga batu bara yang terjadi pada Mei hingga Juni lalu mulai mereda, sebab harga batu bara sepanjang Juli 2025 dinilai cenderung stabil bahkan sedikit menguat.
Kendati begitu, dia menilai kenaikan harga batu bara sepanjang bulan ini belum bisa dikatakan naik signifikan dan diprediksi bersifat sementara.
Adapun, pada Selasa (29/7/2025), harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan mendatang ditutup di US$115,5/ton. Tidak berubah dari hari sebelumnya.
Akan tetapi, harga komoditas ini masih berada di titik tertinggi sejak 3 Februari atau hampir 6 bulan terakhir. Selama sepekan ke belakang, harga pun melesat 5,14%.
Gita memprediksi harga batu bara akan kembali bergerak turun karena peningkatan permintaan dalam dua pekan terakhir masih terbatas pada batu bara dengan nilai kalor 4.000—4.200 gross as received (GAR).
“[Tipe batu bara] lainnya relatively masih struggle untuk moving cargo,” kata Gia. “Per 25 Juli 2025 kemarin harga batu bara global memang cenderung naik, tetapi tidak besar sehingga belum signifikan mendorong ekspor RI,” ujarnya.
Untuk diketahui, musim panas menjadi faktor pendongkrak harga batu bara. Cuaca panas membuat pemakaian pendingin ruangan atau air conditioner (AC) meningkat, yang otomatis menaikkan permintaan listrik.
Batu bara masih menjadi salah satu sumber utama pembangkit listrik, terutama di Asia, bahkan di Jepang, pembangkitan listrik bertenaga batu bara pada akhir pekan lalu menyentuh level tertinggi dalam 10 bulan.
Laporan Goldman Sachs menyebut bahwa temperatur yang di atas normal di China, Jepang, dan Korea Selatan akan melatarbelakangi kenaikan permintaan batu bara.
Inventori batu bara China sudah turun sejak awal Juni dan berada di level yang lebih rendah dibandingkan dengan setahun lalu. Hal ini bisa membuat China kembali mengimpor batu bara dalam 3 bulan ke depan.
Sementara itu, Global Energy Monitor (GEM) melaporkan rencana pembangunan tambang batu bara baru di China berisiko menciptakan kelebihan pasokan dan menggagalkan target iklim global.
Mengutip Bloomberg News, lebih dari 450 lokasi sedang dikembangkan di seluruh China, dengan hampir 40% sedang dibangun atau dalam uji operasi, menurut lembaga peneliti yang berbasis di California ini.
Jika semuanya dibangun, kapasitas gabungan tambang batu bara China sebesar 1,35 miliar ton per tahun akan melampaui kapasitas yang beroperasi di Indonesia dan Australia, eksportir bahan bakar terbesar untuk pembangkit listrik dan pembuatan baja.
Pembangunan tambang batu bara China saat ini berisiko memicu gelombang kelebihan kapasitas serupa yang terjadi pada 2012 hingga 2015, yang memicu jatuhnya harga dan aset terlantar, menurut laporan tersebut.
Hampir setengah dari kapasitas yang diusulkan masih dalam tahap perencanaan awal dan masih dapat dibatalkan, tetapi arahan 2024 dari Beijing yang mengupayakan pembangunan 300 juta ton kapasitas tambang cadangan pada 2030 telah mendorong pemerintah daerah, termasuk Mongolia Dalam, untuk mempercepat persetujuan guna memenuhi kuota.
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor batu bara mencapai US$10,26 miliar pada Januari—Mei 2025, terpelanting 19,1% secara tahunan atau year on year (yoy) dibandingkan dengan US$12,68 miliar selama lima bulan pertama 2024.
Selain itu, volume ekspor batu bara juga turun 4,65% yoy menjadi 156,37 juta ton pada Januari—Mei 2025 dibandingkan dengan 163,99 juta ton pada rentang yang sama tahun lalu.
BPS menyatakan nilai dan volume ekspor batu bara mengalami penurunan ke China masing-masing 37,34% dan 19,39% secara kumulatif pada periode yang sama.
(azr/wdh)
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Detik Kalimantan
Published at
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
Tribun Kaltim
Published at
70 Persen Sumber Energi Indonesia Dipasok dari Kalimantan, Ekonomi dan Lingkungan Harus Seimbang
CNBC Indonesia
Published at