Investor Daily

Published at

December 31, 2025 at 12:00 AM

Dilema DMO Emiten Batu Bara

JAKARTA, investor.id - Wacana kenaikan porsi kewajiban pemenuhan batu bara domestik (Domestic Market Obligation/DMO) menjadi lebih dari 25% terhadap total produksi di tahun 2026, mendatangkan dilema bagi emiten batu bara Tanah Air.

Di satu sisi, perseroan wajib tunduk terhadap regulasi yang ada, sekaligus turut mendukung ketahanan energi di dalam negeri. Tetapi di sisi lain, kebijakan itu akan menekan fleksibilitas bisnis emiten, terutama saat harga komoditas batu bara global kembali pulih.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai, pengetatan DMO memiliki dua sisi berbeda. Dari sisi makro, peningkatan DMO dinilai sejalan dengan upaya memperkuat ketahanan energi nasional serta mendukung agenda hilirisasi. Meski demikian, kebijakan tersebut berpotensi mempersempit peluang emiten batu bara untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi saat harga komoditasnya naik.

Dia melanjutkan, kebijakan DMO berpotensi memberikan tekanan pada pendapatan dan margin laba emiten batu bara. “Harga jual DMO lebih rendah dibanding harga ekspor. Ketika harga global berada di atas US$100 per ton, sementara harga domestik jauh di bawahnya, terjadi disparitas yang membuat margin EBITDA dan margin laba bersih tergerus,” ujar dia kepada Investor Daily, baru-baru ini.

Dalam jangka panjang, Nafan menyarankan, emiten batu bara perlu memperkuat diversifikasi ke komoditas lain seperti emas, nikel, dan timah. Permintaan emas diperkirakan meningkat seiring ketidakpastian global, sedangkan permintaan nikel dan timah ditopang tren kendaraan listrik (electric vehicle). Selain itu, tuntutan Environmental, Social, and Governance (ESG) membuat industri batu bara makin tertekan secara struktural.

Sejalan dengan prospek tersebut, Nafan memberikan sejumlah rekomendasi saham batu bara dan mineral, antara lain BUMI dengan target harga (TP) Rp418, AADI di TP Rp8.725, ADMR dengan TP Rp1.620, HRUM dengan TP Rp1.165, BRMS dengan TP Rp1.305, TINS dengan TP Rp4.300, dan INCO dengan TP Rp5.050. Rekomendasi ini diambil berdasarkan dengan potensi pertumbuhan harga, sejalan diversifikasi bisnis dan tren kebutuhan mineral strategis.

Tekanan Ganda

Pendiri Republik Investor sekaligus pengamat pasar modal Hendra Wardana menilai, wacana kenaikan porsi DMO muncul di tengah kebutuhan menjaga ketahanan energi nasional, tetapi secara langsung berpotensi menekan fleksibilitas bisnis para eksportir batu bara.

“Jika DMO dinaikkan, volume batu bara yang bisa dijual ke pasar ekspor otomatis menyempit, sementara volume penjualan domestik dengan harga patokan yang lebih rendah menjadi meningkat. Kondisi ini akan menggerus blended average selling price (ASP) dan menekan margin,” jelas Hendra.

Lebih lanjut, dia menyebut, tekanan regulasi itu datang pada saat bersamaan dengan rencana pemerintah mengurangi produksi nasional batu bara di 2026. Kebijakan pengetatan suplai global ini bertujuan mencegah kelebihan pasokan yang dapat menyeret harga global makin turun. Namun, kombinasi dua kebijakan pembatasan produksi dan peningkatan DMO menciptakan tekanan ganda bagi emiten, yakni margin tergerus dan volume berkurang.

Dari sisi pasar global, prospek harga batu bara 2026 diperkirakan masih lemah dan volatil. China dan India yang selama ini menjadi pasar utama Indonesia terus meningkatkan produksi domestik dan mempercepat penggunaan energi terbarukan. Negara Eropa, yang sebelumnya sempat kembali menggunakan batu bara saat krisis energi 2022–2023, kini kembali mempercepat proses dekarbonisasi.

“Kondisi ini membuat ruang kenaikan harga global menjadi terbatas. Emiten tidak lagi memiliki bantalan harga untuk mengompensasi tekanan regulasi,” ujar Hendra.

Menurut dia, perusahaan batu bara berorientasi ekspor akan menjadi pihak yang paling terdampak, karena penurunan selling price domestik secara langsung mengurangi margin. Sedangkan perusahaan yang memiliki basis pasar domestik kuat seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), cenderung lebih defensif.

Pergeseran Saham

Dalam kondisi tersebut, Hendra melihat pasar akan mulai melakukan diferensiasi valuasi atas saham-saham batu bara, tidak lagi menilai sektor ini sebagai satu kelompok homogen. Faktor efisiensi biaya, diversifikasi bisnis, dan kemampuan adaptasi terhadap kebijakan energi, akan menjadi penentu daya tarik investasi.

Perubahan lanskap regulasi dan tren harga global juga diperkirakan menggeser minat investor ke sektor lain yang lebih defensif pada 2026, termasuk perbankan besar, utilitas, infrastruktur, dan konsumsi domestik.

Namun, dia menegaskan, saham batu bara belum sepenuhnya kehilangan daya tarik, terutama karena valuasi beberapa emiten saat ini sudah berada di level rendah dengan price to earnings ratio (PER) dan price to book value (PBV) di bawah rata-rata historis.

“Bagi investor dengan strategi jangka pendek dan menengah, beberapa saham batu bara masih menarik untuk trading. Sementara untuk jangka panjang, investor harus lebih selektif dan memperhatikan struktur biaya serta kesiapan emiten memasuki era transisi energi,” tambah dia.

Di tengah kondisi tersebut, Hendra melihat sejumlah saham batu bara dan energi masih layak dicermati. Saham AADI dinilai menarik dengan strategi buy on weakness di area Rp6.800–7.000 dan target harga Rp7.700.

Sementara PTBA menjadi saham defensif dengan rekomendasi speculative buy dan target Rp2.440. Saham INDY, yang tengah menjalani transformasi energi, direkomendasikan untuk spekulasi dengan target Rp2.700. Adapun BUMI dipandang tetap menarik untuk trading jangka pendek dengan target Rp420, seiring sensitivitas tinggi terhadap sentimen kebijakan dan pergerakan harga batu bara.

Source:

Liputan 6

Published at

December 31, 2025 at 12:00 AM

12/31/25

1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam

Bisnis Indonesia

Published at

December 31, 2025 at 12:00 AM

12/31/25

10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi

IDX Channel.com

Published at

December 31, 2025 at 12:00 AM

12/31/25

10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?

METRO

Published at

December 31, 2025 at 12:00 AM

12/31/25

10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia

CNBC Indonesia

Published at

December 31, 2025 at 12:00 AM

12/31/25

10 Perusahaan Tambang RI Paling Tajir Melintir, Cuannya Gak Masuk Akal

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by