Bloomberg Technoz
Published at
May 20, 2025 at 12:00 AM
Biodiesel B50 Ditenggat 2026, Kompetisi Perebutan CPO Akan Sengit
Bloomberg Technoz, Jakarta – Pakar pertanian menilai target penaikan level mandatori biodiesel dari B40 menjadi B50 pada awal 2026 bakal memicu persaingan memperebutkan bahan baku minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dari berbagai sektor industri.
Dosen Universitas Sains Indonesia Syaiful Bahari menilai pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan sebelum mengeksekusi kebijakan B50 dalam jeda waktu hanya sekitar 1 tahun dari implementasi B40.
Dia mengatakan, untuk menaikkan level ke B50 dibutuhkan persiapan yang matang dan analisis daya pasok bahan bakunya di sektor hulu, dalam hal ini di perkebunan kelapa sawit.
Syaiful memerinci, hingga 2024, total luas perkebunan sawit sebanyak 16 juta hektare (ha), terdiri dari perkebunan swasta sebanyak 8,6 juta ha (51,3%), perkebunan rakyat 6,7 juta ha (40,3%), dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) seluas 570.000 ha (3,4%) dengan produksi minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar 52,76 juta ton.
“Dengan besaran produksi CPO tersebut harus berbagi untuk ekspor, energi, dan pangan. Bahkan, untuk pangan saja terkadang kita masih menghadapi persoalan kelangkaan minyak goreng,” katanya saat dihubungi, Senin (19/5/2025).
Terlebih, CPO juga sangat dibutuhkan untuk ekspor, di mana komoditas tersebut selama ini menjadi andalan penyumbang devisa terbesar di sektor nonindustri.
Syaiful menilai langkah pemerintah untuk menggenjot B40 ke B50, dipastikan akan memicu kompetisi perebutan bahan baku di dalam negeri yang justru akan memantik kenaikan harga CPO.
“Hal ini yang harus diperhatikan dan diperhitungkan pemerintah,” ujarnya.
Regulasi Parsial
Di sisi lain, Syaiful berpendapat kebijakan dan regulasi pemerintah terkait dengan tata niaga sawit lebih terkesan parsial dan sporadis, serta belum ada ketersambungan antara satu dengan lainnya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah menyusun terlebih dahulu kebijakan umum, cetak biru, peta jalan, dan rencana strategis terkait dengan penataan dan pembangunan ekosistem perkebunan dan industri kelapa sawit nasional.
“Seluruh stakeholders—baik pengusaha perkebunan, petani, eksportir, dan pemerintah daerah — harus diajak berdialog untuk menyusun kebijakan dan regulasi persawitan yang bisa diterima oleh semua pihak,” ucapnya.
Sebelumnya, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mengatakan Indonesia membutuhkan peningkatan kapasitas terpasang biofuel setidaknya sebanyak 4 juta kiloliter (kl) untuk dapat mengimplementasikan mandatori biodiesel B50 pada 2026.
Sekretaris Jenderal Aprobi Ernest Gunawan mengatakan kapasitas terpasang biodiesel Indonesia saat ini baru sekitar 19,6 juta kl. Kapasitas tersebut masih bisa mencukupi kebutuhan produksi untuk implementasi B40 tahun ini yang ditarget sebanyak 15,6 juta kl.
“Akan tetapi, kalau ditanya B50, dengan kapasitas terpasang kita 19,6 juta kl, sepertinya kita membutuhkan tambahan sekitar 4 juta kl,” kata Ernest di sela acara buka bersama Gapki, awal Maret.
Aprobi mencatat, dengan target produksi B40 tahun ini sebanyak 15,6 juta kl, Indonesia membutuhkan bahan baku atau feedstock minyak sawit sebanyak 13,5 juta ton per tahun. Apabila pemerintah menargetkan produksi B50 sebanyak 19 juta kl, feedstock yang akan diperlukan mencapai 17—18 juta ton per tahun.
Ditemui akhir pekan lalu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung memastikan level mandatori biodiesel tetap akan ditingkatkan menjadi B50 pada awal 2026, dan mengeklaim kesiapannya saat ini sudah hampir matang.
Yuliot menyebut implementasi mandatori biodiesel B40 pada tahun ini sudah berjalan dengan lancar, baik untuk segmen pelayanan publik atau public service obligation (PSO) maupun non-PSO. Hingga April 2025, penyaluran B40 telah mencapai 4,3 juta kiloliter (kl) dari target 15,62 juta kl sepanjang 2025.
“Jadi ya kita juga lagi mengevaluasi dari industri dalam negeri untuk ketersediaan FAME-nya. Kita sudah siap untuk masuk di B50 tahun depan. Jadi untuk B50 tahun depan ya mudah-mudahan dari awal tahun itu kita sudah bisa tetapkan,” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (16/5/2025).
Yuliot juga mengatakan pelaku usaha juga sudah melaporkan mengenai keamanan ketersediaan bahan baku CPO, serta kesiapan industri pengolahan untuk ketersediaan FAME.
“Dan juga ini bagaimana by-product yang dihasilkan itu juga bisa mengisi rantai pasok industri dalam negeri dalam rangka hilirisasi.”
Soal kesiapan badan usaha untuk memproduksi biodiesel B50, Yuliot juga mengatakan sudah ada industri FAME asal Amerika Serikat (AS) yang mendapatkan kuota lebih pada tahun ini, seiring dengan komitmen mereka untuk menambah kegiatan investasinya di Tanah Air.
“Terkait dengan ketersediaan bahan baku, mereka juga sudah mengonsolidasikan. Jadi ada penambahan bahan baku juga ini sudah dikondisikan,” tegas Yuliot.
Menurut data terakhir Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), produksi CPO Indonesia per Februari 2025 mencapai 3,78 juta ton, turun 1% secara bulanan atau month to month (mtm) dan merosot 6,3% secara tahunan atau year on year (yoy).
Sebaliknya, permintaan domestik untuk CPO naik 159.000 ton atau 8,5% dari 1,87 juta ton pada Januari menjadi 2,03 juta ton bulan selanjutnya.
Konsumsi untuk biodiesel secara mtm naik dari 916.000 ton menjadi 1 juta ton dan oleokimia turun dari 197.000 ton menjadi 175.000 ton, sedangkan konsumsi untuk bahan pangan naik dari 758.000 ton menjadi 854.000 ton.
Secara yoy, konsumsi CPO domestik sampai dengan Februari mencapai 3,90 juta ton atau naik 2,5%. Konsumsi untuk pangan mencapai 1,6 juta ton atau naik 2,8%; untuk olekoimia 372.000 ton atau naik 2,8%; dan untuk biodiesel 1,91 juta ton atau 2,2% lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
(wdh)
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
CNBC Indonesia
Published at
Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega
Bloomberg Technoz
Published at
Ada Donald Trump di Balik Kenaikan Harga Batu Bara
Kontan
Published at