KOMPAS
Published at
December 5, 2025 at 12:00 AM
Bahlil Janji Akan Cabut Izin Tambang yang Tabrak Aturan
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyatakan akan menindak tegas pelaku industri pertambangan yang melanggar kaidah-kaidah pertambangan. Hal ini berkaitan dengan bencana ekologi di tiga provinsi di Sumatera.
”Harus sesuai standar proses pertambangan yang sudah disyaratkan dalam aturan,” kata Bahlil dalam rilis pers, Rabu (3/11/2025), seusai mengunjungi korban terdampak bencana di Kecamatan Pelembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Di hadapan para pengungsi, Bahlil berjanji akan mencabut izin pertambangan yang tidak berjalan sesuai aturan yang berlaku. Ia mengklaim tidak akan pandang bulu dalam mengevaluasi kepatuhan industri tambang.
Untuk itu, Ketua Partai Golkar itu memerintahkan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara untuk segera melakukan evaluasi izin-izin pertambangan dan menindak tegas badan usaha yang bertindak di luar koridor seharusnya.
”Saya yakinkan sekali lagi, untuk di pertambangan kalau ada yang menjalankan tidak sesuai dengan aturan dan standar pertambangan, saya tidak segan-segan untuk mencabut,” ujarnya.
Upaya penertiban ini, menurut dia, sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto melawan praktik penambangan ilegal di Tanah Air. Komitmen ini dituangkan dalam instruksi presiden mengenai penindakan tambang ilegal.
Penindakan dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Menteri ESDM menjadi salah satu anggota dalam menegakkan kedaulatan atas sumber daya alam (SDA) di kawasan hutan. Satgas ini menguasai kembali jutaan hektar kawasan hutan negara yang selama ini dimanfaatkan secara ilegal.
Hingga saat ini, total luas kawasan hutan yang berhasil dikuasai kembali oleh Satgas PKH mencapai 3.312.022,75 hektar. Seluas 915.206,46 hektar sudah diserahkan kepada lembaga dan kementerian terkait.
Seluas 833.413,46 hektar dialokasikan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) untuk pengelolaan produktif. Sementara 81.793,00 hektar dikembalikan sebagai kawasan konservasi di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Sisanya, 2.398.816,29 hektar, masih dalam proses administrasi dan segera diserahkan kepada kementerian terkait.
Satgas ini juga menargetkan penertiban 4,2 juta hektar tambang ilegal agar manfaatnya kembali kepada rakyat. Dengan pendekatan hukum dan dukungan lintas lembaga, Satgas PKH memastikan hutan sebagai aset bangsa dikelola untuk kepentingan negara dan masyarakat.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan Bisman Bakhtiar saat dihubungi Kompas, Kamis, menilai bahwa langkah pemerintah dengan Satgas PKH sudah tepat. Ini termasuk rencana Bahlil menindak pelaku usaha tambang yang melanggar aturan.
Pertambangan, lanjutnya, merupakan industri yang bersifat ekstraktif dan eksploitatif. Dengan demikian, tambang dapat berkontribusi pada kerusakan lingkungan yang menjadi penyebab bencana alam. Namun, tak hanya pertambangan, sektor lain, seperti pengusahaan hutan dan perkebunan, juga punya daya rusak lingkungan yang besar.
”Bagaimanapun, (bencana) ini bisa menjadi titik balik pemerintah dan swasta mengatur tata kelola pertambangan serta sektor lain yang berdampak besar pada kerusakan alam. Agar industri menjadi lebih baik dan betul-betul memperhatikan daya dukung dan perlindungan lingkungan hidup,” katanya.
Dari aspek hukum, Bisman berpendapat, regulasi yang sudah cukup bagus tidak diikuti pengawasan, penindakan, dan penegakan hukum yang optimal. Penindakan dan penegakan hukum menjadi problem besar karena juga banyak melibatkan oknum dan elite yang punya kekuasaan.
”Oleh karena itu, Menteri ESDM dan Satgas PKH harus serius dan benar-benar memberikan penguatan pada penindakan dan penegakan hukum. Jika perlu, lakukan audit kepatuhan aspek lingkungan hidup pada semua pelaku usaha tambang,” tuturnya.
Sebelumnya, organisasi lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut industri tambang sebagai salah satu faktor yang memperparah bencana hidrometeorologi di Sumatera, khususnya di Sumatera Utara.
Konsesi tambang yang diberikan pemerintah membuka lahan di kawasan hutan bersama izin usaha lain, misalnya tanaman industri hingga energi terbarukan.
Hilangnya kawasan hutan membuat daya dukung lingkungan terhadap hujan ekstrem berkurang. Akibatnya, banjir dan longsor terjadi di Aceh, Sumatera Utara, sampai Sumatera Barat pada akhir November lalu.
Korban bencana pada Rabu (3/11/2025) malam terdiri dari 780 orang meninggal, 564 orang hilang, dan 2.600 orang terluka. Sejauh ini, 1 juta lebih warga diperkirakan harus mengungsi karena permukiman warga rusak.
Source:
Other Article
Liputan 6
Published at
1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam
Bisnis Indonesia
Published at
10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
METRO
Published at
10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia
CNBC Indonesia
Published at