Bisnis Indonesia

Published at

June 17, 2025 at 12:00 AM

Awan Gelap Industri Batu Bara Indonesia Hingga Akhir Tahun

Bisnis.com, JAKARTA — Pasar batu bara Indonesia dibayangi awan gelap hingga akhir tahun ini imbas menurunnya permintaan, terutama dari China.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ekspor batu bara Indonesia turun menjadi 160 juta ton sepanjang periode Januari-April 2025. Angka ini susut 6,43% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 171 juta ton.

Melemahnya realisasi ekspor itu tak lepas dari pasar ekspor utama, China dan India yang lesu dan imbas ketegangan geopolitik. Di sisi lain, produksi batu bara dalam negeri China juga masih berlebih dan pemerintah setempat tengah berupaya menekan emisi karbon.

Khusus pasar China, impor batu bara RI ke Negeri Tirai Bambu itu turun secara tahunan (yoy) dalam 3 bulan berturut-turut. Bea Cukai China mencatat impor batu bara dari Indonesia mencapai 14,28 juta ton pada April 2025. Volume impor itu merosot 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

China pun kemungkinan akan memangkas impor batu bara kalori rendah atau termal dari Indonesia. Padahal, Negeri Panda itu telah meningkatkan impor lignit atau batu bara coklat dari RI selama 3 tahun terakhir.

Harga Batu Bara Terus Melemah hingga Akhir Tahun

Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menuturkan, lemahnya permintaan dari China bakal berimbas pada penurunan harga batu bara. Hal ini pun bakal membuat pengusaha memutar otak agar bisnisnya tetap prospektif.

Menurutnya, lemahnya permintaan dari China lantaran situasi perdagangan saat ini. Dia menjelaskan, Indeks Manufaktur Umum Caixin China mengecewakan, dengan turun dari 50,4 menjadi 48,3 pada Mei 2025.

"Kontraksi yang terjadi di industri China jelas harus melakukan efisiensi dan salah satunya melalui biaya energi yang harus ditekan. Salah satunya dengan memanfaatkan batu bara dari dalam negeri," tutur Singgih kepada Bisnis, Senin (16/6/2025).

Bagi Indonesia, kata dia, jelas kondisi oversupply di pasar global akan menekan harga batu bara. Terbukti, indeks harga global yang turun terus. Bahkan, harga batu bara acuan (HBA) Juni untuk kalori tinggi dan menengah sudah di bawah US$100 per ton.

Perinciannya, HBA untuk batu bara kalori tinggi dalam kesetaraan nilai kalori 6.322 kcal/kg GAR pada periode kedua Juni ditetapkan sebesar US$98,61 per ton. Harga tersebut turun dibanding periode pertama Juni 2025 yang sebesar US$100,97 per ton.

Selanjutnya, HBA untuk batu bara nilai kalori 5.300 kcal/kg GAR ditetapkan sebesar US$75,64 per ton. Angka ini naik dibandingkan periode pertama Juni, yakni US$77,59 per ton.

Singgih pun memproyeksi HBA terus melemah hingga akhir tahun ini.

"Proyeksi sampai akhir tahun, bahkan tidak ada alasan fundamental yang mampu menaikkan harga batu bara," katanya.

Produksi Harus Dikendalikan

Singgih pun mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM untuk mengendalikan produksi batu bara nasional. Menurutnya, pengendalian produksi itu harus dilakukan untuk beberapa tahun ke depan.

"Bahkan pengendalian produksi menurut saya bukan sampai akhir tahun 2025, minimal sampai 2 tahun ke depan pengendalian produksi harus dilakukan," ucapnya.

Dia menilai jika produksi batu bara tak dikendalikan, maka akan terjadi kelebihan pasok. Pasalnya, produksi itu tak terserap oleh pasar global.

Di sisi lain, permintaan batu bara untuk pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) juga turun.

Kementerian ESDM mencatat penjualan untuk DMO pada kuartal I/2025 mencapai 12 juta ton. Angka tersebut turun dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni 16 juta ton.

Sekali lagi, Singgih pun mengingatkan produksi harus dikendalikan agar pengusaha tak rugi dan harga batu bara tetap terjaga.

"[Pengusaha bisa rugi karena] penurunan potensi ekspor dan penurunan pendapatan perusahaan karena harga rendah," ucap Singgih.

Pengusaha Ancang-ancang Lakukan Efisiensi

Pernyataan Singgih pun diamini oleh Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia. Dia menyebut, pengusaha bakal melakukan efisiensi di tengah melemahnya permintaan dari China. Hendra menuturkan, ekspor batu bara termal ke China diprediksi terus menurun. Ini terjadi lantaran pasokan dalam negeri China yang tinggi. Untuk itu, efisiensi menjadi pilihan. Apalagi, biaya operasional perusahaan batu bara dinilai cukup tinggi. "Sejauh ini perusahaan-perusahaan emiten fokus untuk memaksimalkan produksi sesuai dengan RKAB dan melakukan efisiensi untuk menjaga arus kas/profit margin karena harga turun dan biaya operasional meningkat," tutur Hendra. Di satu sisi, pengusaha batu bara juga tengah menghadapi sejumlah tantangan lain. Tantangan itu seperti kenaikan tarif pajak pertambangan nilai (PPN) menjadi 12%, pengenaan kewajiban retensi dana hasil ekspor (DHE) sebesar 100% selama 12 bulan, dan kebijakan HBA sebagai acuan ekspor. Selain itu, harga domestik batu bara ke PT PLN (Persero) senilai US$70 per ton sejak 2018 belum berubah, sementara biaya operasional terus meningkat.

Senada, Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani berharap agar kontrak berjalan dengan China tetap dijalankan sesuai kesepakatan.

Dia menuturkan, sebenarnya penurunan permintaan bukan hal baru dan ini juga sangat dipengaruhi keputusan China untuk menggenjot produksi negeri. Namun, dampak pelemahan permintaan itu saat ini sudah sangat terasa dan berpengaruh.

"Kondisi saat ini cukup menekan perusahaan di mana average cost dari penambang Indonesia saat ini sudah menyentuh mining cost disertai dengan beragam biaya tambahan," kata Gita.

Menurutnya, setiap perusahaan pasti punya strategi berbeda menanggulangi kondisi saat ini. Namun, secara alami pengusaha akan menyasar market di luar China, walaupun ini tidak mudah.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai mengawasi dinamika ekspor batu bara ke China tersebut.

Sekretaris Ditjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Siti Sumilah Rita Susilawati menuturkan, ekspor batu bara merupakan urusan business-to-business (B2B) yang berada di luar intervensi pemerintah.

Namun, pemerintah bakal tetap melakukan pengawasan terkait dinamika masar batu bara itu. Situ juga menyebut pihaknya terbuka untuk berdiskusi mengenai kebijakan HBA yang kini menjadi patokan ekspor.

"Pemerintah terus memantau dinamika pasar dan terbuka untuk berdiskusi dengan pelaku usaha terkait evaluasi HBA agar tetap kompetitif," kata Siti.

Agar tidak tergantung pada satu negara, kata dia, pemerintah juga mendorong diversifikasi pasar ekspor batu bara melalui kerja sama bilateral, promosi dagang, dan penyediaan data pasar global.


Source:

IDX Channel.com

Published at

June 17, 2025 at 12:00 AM

6/17/25

10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?

CNBC Indonesia

Published at

June 17, 2025 at 12:00 AM

6/17/25

4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME

Detik Kalimantan

Published at

June 17, 2025 at 12:00 AM

6/17/25

7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan

CNBC Indonesia

Published at

June 17, 2025 at 12:00 AM

6/17/25

Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega

Bloomberg Technoz

Published at

June 17, 2025 at 12:00 AM

6/17/25

Ada Donald Trump di Balik Kenaikan Harga Batu Bara

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by