Tempo
Published at
October 9, 2025 at 12:00 AM
Asosiasi Ahli Beberkan Tantangan Koperasi Menggarap Tambang
Penambangan material yang diduga mengandung emas di kawasan perbukitan Sekotong, Lombok Barat, NTB, 9 Juli 2025. Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berencana membuat legalitas sejumlah kawasan perbukitan Sekotong sebagai tambang rakyat ramah lingkungan tanpa menggunakan merkuri melalui sistem kelola di bawah kendali koperasi. Antara/Dhimas Budi Pratam
PERHIMPUNAN Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai koperasi yang ingin menggarap tambang mineral dan batubara menghadapi sejumlah tantangan. Wakil Ketua Umum Perhapi, Resvani, mengatakan sektor pertambangan merupakan industri padat modal dan padat teknologi sehingga tidak bisa dijalankan secara sederhana tanpa dukungan investor dan tenaga ahli berpengalaman.
Menurut Resvani, investasi di sektor tambang tidak hanya mahal, tetapi juga berisiko tinggi. Proses awal eksplorasi saja, kata dia, sudah membutuhkan dana besar, mulai dari survei umum, survei geologi, hingga eksplorasi detail.
“Eksplorasi bisa memakan waktu lama dan tingkat keberhasilannya kecil, di bawah 5 persen. Jadi jangan sampai koperasi atau Usaha Kecil dan Mikro bermodal kecil nekat masuk tanpa dukungan investor,” kata Resvani saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Minerba, Jakarta Selatan, Rabu, 8 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, biaya eksplorasi tambang sangat bervariasi tergantung komoditas dan kondisi lapangan. Untuk tambang batubara, misalnya, jarak pemboran sesuai standar nasional (SNI) berada di kisaran 200–250 meter dengan biaya sekitar Rp 2 juta per meter. Dengan kedalaman 100 meter, satu titik bor bisa menelan biaya hingga Rp200 juta.
“Itu belum termasuk biaya topografi, titik ikat, dan kebutuhan teknis lain. Untuk area 100–500 hektar saja, biayanya bisa mencapai Rp10 hingga Rp 20 miliar. Kalau tambang besar, bisa ratusan miliar bahkan triliunan rupiah,” kata dia.
Resvani berpendapat kebijakan pemerintah yang membuka kesempatan bagi koperasi untuk mengelola tambang melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 merupakan langkah baik untuk pemerataan ekonomi. Namun, ia menilai koperasi tidak mungkin berjalan sendiri tanpa kolaborasi dengan pihak lain.
“Mereka tetap harus menggandeng investor untuk mendapatkan modal dan tenaga ahli. Kolaborasi ini penting supaya koperasi bisa tumbuh bersama dan tidak gagal di tengah jalan,” kata Resvani.
Pemerintah sebelumnya memberikan peluang bagi koperasi untuk mengelola tambang mineral dan batu bara melalui PP Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Menteri Koperasi dan UKM Ferry Juliantono mengatakan regulasi baru ini memperkuat posisi koperasi di sektor pertambangan.
“Kebijakan ini diharapkan memberikan dampak ekonomi yang lebih besar, terutama bagi masyarakat di wilayah dengan potensi tambang,” kata Ferry dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 7 Oktober 2025.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebutkan izin bagi koperasi harus mempertimbangkan lokasi dan kapasitas pengelolanya. “Mereka harus punya kemampuan dan pengalaman di bidangnya. Kami akan prioritaskan koperasi yang berada di daerah tambang, agar masyarakat lokal diberi kesempatan mengelola sumber daya alamnya sendiri,” kata Bahlil.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
2 Kabar Baik Hari ini: Harga Batu bara Naik, China Balik ke RI Lagi
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Bloomberg Technoz
Published at
5 Proyek Hilirisasi Bukit Asam (PTBA), Tak Cuma DME Batu Bara
Ruang Energi
Published at