Bloomberg Technoz
Published at
November 26, 2025 at 12:00 AM
Alasan Restitusi Pajak Naik: Harga Batu Bara & Penunggang Gelap
Bloomberg Technoz, Jakarta - Fluktuasi harga batu bara dalam dua tahun terakhir menjadi aktor utama naiknya pengajuan restitusi pajak oleh para wajib pajak.
Direktur Jenderal Pajak (DJP) Bimo Wijayanto menjelaskan perubahan harga komoditas yang ekstrem membuat banyak perusahaan mengalami kelebihan bayar pajak. Hal ini baru terlihat ketika Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan disampaikan pada tahun berikutnya.
"Jadi bisa dibayangkan ketika 2022-2023. Misalnya batu bara itu bisa di atas US$150 dolar per ton, sementara sekarang itu hanya separuhnya saja sudah struggle harganya, maka ya sudah pasti ada kelebihan pembayaran pajak yang SPT-nya kan disampaikan di tahun berikutnya," kata Bimo dalam Media Gathering DJP di Denpasar, Bali, Selasa (25/11/2025).
Ia menjelaskan ada jeda waktu antara masa pembayarannya dengan proses pemeriksaan, sehingga restitusi sering jatuh pada periode ketika harga komoditas melemah. Selain itu, implementasi fasilitas restitusi pendahuluan, yang diberikan sejak masa pandemi untuk memperlancar arus kas dunia usaha juga berkontribusi pada peningkatan jumlah restitusi.
Selain itu, ia mengungkapkan peningkatan restitusi juga didorong oleh perubahan kebijakan saat komoditas batu bara masuk sebagai barang kena pajak (BKP) berdasarkan UU HPP dan UU Cipta Kerja.
"Jadi ya [karena] itu tentu juga ada beberapa [hal] yang kita [lakukan, seperti] sampling audit. [Jadi] Apa sih struktur cost yang terbesar yang membuat mereka kelebihan membayar pajak. Kalau memang hak mereka ya kita berikan," terangnya.
Di sisi lain, Bimo mengungkapkan menemukan adanya penunggang gelap di restitusi pendahuluan.
"Penunggang gelap itu seperti apa ya? kami ketemu dan kami tindak misal [tapi] tidak semua ya Tetapi ada juga virtual office yang keberadaan usahanya itu tidak konsisten dengan bisnis yang dia claim sebagai bisnisnya," jelasnya.
"Jadi tentu ini sedang kita dalami. Juga memang kita juga tentu tidak ingin hak wajib pajak jadi terkendala. Jadi yang memang betul-betul patuh, memang betul-betul eligible untuk pengembalian pendahuluan yang kita berikan," terangnya.
Restitusi Pajak Jadi Sebab Realisasi Penerimaan Turun
Pada kesempatan sebelumnya, Bimo menjelaskan penyebab utama realisasi penerimaan pajak negara hingga akhir Oktober 2025 mengalami penurunan hingga mencapai 3,85% secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Hal itu utamanya disebabkan oleh program restitusi pajak yang ditetapkan oleh pemerintah sepanjang tahun ini yang mengalami kenaikan hingga 36,4% atau menjadi Rp340,52 triliun dari sebelumnya Rp249,659 triliun.
"Kontraksi yang terjadi di penerimaan neto kami, ini yang terkoreksi oleh dampak restitusi. Kami laporkan sampai Oktober 2025 restitusi melonjak sekitar 36,4%," ujar Bimo dalam rapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (24/11/2025).
Secara terperinci, lonjakan restitusi terjadi pada pajak penghasilan (PPh) badan dengan realisasi mencapai Rp93,80 triliun naik 80% yoy dibandingkan sebelumnya yang masih Rp52,13 triliun.
Kemudian, realiasasi restitusi pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) juga naik 23,9% menjadi Rp238,8 triliun dari sebelumnya yang masih Rp192,71 triliun. Lalu, jenis pajak lainnya juga naik 65,7% yoy menjadi Rp7,87 triliun.
Meski demikian Bimo menggarisbawahi lonjakan restitusi tersebut mampu mendongkrak pergerakan ekonomi masyarakat. Itu lantaran penerimaan yang seharusnya diambil negara kembali ke kas perusahaan atau pribadi.
"Restitusi ini artinya uang kembali ke masyarakat, sehingga kas yang diterima, termasuk ke private sector itu bertambah dan diharapkan meningkatkan aktivitas perekonomian," tutur dia.
Source:
Other Article
Liputan 6
Published at
1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam
Bisnis Indonesia
Published at
10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
METRO
Published at
10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia
CNBC Indonesia
Published at