Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan proyek hilirisasi batu bara di Indonesia sebagian besar masih dalam penjajakan atau studi awal.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq mengatakan terdapat tantangan dari proses hilirisasi batu bara tersebut, yakni dari sisi investor. Terlebih, selama ini batu bara masih dianggap sebagai energi yang kotor.
“Sebagian besar masih penjajakan atau studi awal, terdapat tantangan terkait investor sebab batu bara dianggap sebagai energi kotor,” ujar Julian kepada Bloomberg Technoz, Kamis (3/10/2024).
Sekadar catatan, pemerintah memang mendorong hilirisasi batu bara untuk dapat mensubstitusi bahan bakar (bahan bakar minyak atau BBM dan bahan bakar gas atau BBG) dan bahan baku industri kimia, yakni methanol dan dimetil eter (DME).
Dalam laporan terbaru, Kementerian ESDM memproyeksikan kebutuhan batu bara untuk hilirisasi makin meningkat, yaitu mencapai 28 juta ton pada 2030 dan 34 juta ton pada 2040.
Kementerian ESDM mengatakan Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan batu bara yang dapat mensubstitusi bahan bakar (BBM dan BBG) dan bahan baku industri kimia.
Adapun, total sumber daya dan cadangan batu bara Indonesia masing-masing adalah 110,07 miliar ton dan 36,28 miliar ton.
“Dengan produksi rata-rata 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan batu bara sampai dengan 60 tahun ke datang,” tulis Kementerian ESDM dalam laporan bertajuk Capaian Kinerja Semester I-2024 Kementerian ESDM.
Dijegal
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan terdapat pihak yang menjegal atau intercept proyek hilirisasi batu bara menjadi DME, yang selama ini digadang-gadang sebagai pengganti liquefied petroleum gas (LPG).
Bahlil menyebut padahal waktu itu Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking dari proyek yang bertujuan untuk mengelola batu bara rendah kalori menjadi pengganti LPG.
“Saya tahu ada yang meng-intercept, waktu saya menjadi Menteri Investasi, saya tahu ini ada mainan di-intercept. Begitu saya jadi Menteri ESDM dan menjadi Ketua Umum Golkar, rasanya yang mau coba intercept, saya akan intercept balik,” ujar Bahlil dalam agenda Green Initiative Conference 2024, Selasa (25/9/2024).
Di sisi lain, Kementerian ESDM mengatakan telah melakukan persetujuan terhadap proyek hilirisasi batu bara dari 5 perusahaan yang masa Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B)-nya sudah habis.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan 5 perusahaan tersebut adalah PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, dan PT Kideco Jaya Agung.
“Oleh karenanya, di dalam PKP2B generasi 1 pada 6 perusahaan lebih tepatnya mungkin yang sudah proposalnya disetujui itu adalah 5 perusahaan,” ujar Lana dalam agenda Investortrust Power Talk, Kamis (13/6/2024).
Daftar 5 Proyek Hilirisasi Batu Bara yang Disetujui Pemerintah:
1. PT Kaltim Prima Coal:
Kegiatan Peningkatan Nilai Tambah (PNT): Gasifikasi batu bara kepada metanol (coal to methanol), tetapi berpotensi berubah menjadi amonia.
Kapasitas Produk PNT: 1,8 juta ton/tahun (Methanol)
Mulai produksi: estimasi 2025
2. PT Arutmin Indonesia
Kegiatan PNT: Gasifikasi batu bara kepada metanol (coal to methanol), tetapi berpotensi berubah menjadi amonia.
Kapasitas Produk PNT: 2,95juta ton/tahun (Methanol)
Mulai produksi: estimasi 2026
3. PT Multi Harapan Utama:
Kegiatan PNT: Semi kokas
Kapasitas Produk PNT: 1 juta ton/tahun (semi kokas)
Mulai produksi: estimasi 2027
4. PT Adaro Indonesia:
Kegiatan PNT: batu bara ke dymethil ether (DME).
Kapasitas Produk PNT: 2 juta ton/tahun (Methanol), 1,34 juta ton/tahun (DME)
Mulai produksi: estimasi 2027
5. PT Kideco Jaya Agung
Kegiatan PNT: gasifikasi atau underground coal gasification (USG)
Kapasitas Produksi: 100 ribu ton/tahun (Ammonia), 172 ribu ton/tahun (urea)
Mulai produksi: estimasi 2029 dan 2031
(dov/wdh)
Sumber: https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/50729/progres-hilirisasi-batu-bara-baru-studi-awal-terganjal-investor