Produksi batu bara yang melonjak pesat di China pada Agustus 2024 menyebabkan harga emas hitam merosot pada Senin, (16/9). Tepatnya di pasar ICE Newcastle, harga batu bara untuk kontrak pengiriman bulan ini mengalami penurunan sebesar 0,47%, sehingga tercatat hanya senilai US$ 137,25 per ton.

Penurunan ini mencerminkan dampak dari peningkatan produksi yang signifikan di China, yang mempengaruhi pasar global secara keseluruhan. Dampak dari anjloknya harga batu bara juga berimbas secara langsung pada pergerakan saham di sektor tambang domestik.

Misalnya pada penutupan perdagangan di sesi I Selasa (17/9) hari ini sejumlah perusahaan tambang mengalami pergerakan harga yang signifikan.

Saham ADRO (Adaro Energy), yang terafiliasi dengan konglomerat Garibaldi Thohir, turun 40 poin atau 1,09%, sehingga berada di level Rp 3.630 per saham.

Saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN), yang dimiliki oleh Low Tuck Kwong dan beroperasi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, turun 50 poin atau 0,30%, menjadi Rp 16.450 per saham

Kemudian saham PT Dian Swastika Sentosa Tbk (DSSA), yang merupakan perusahaan pertambangan dan perdagangan batu bara, tercatat mengalami penurunan 100 poin atau 0,24%, sehingga harga sahamnya turun menjadi Rp 41.250 per saham.

Di sisi lain, PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA) mengalami penguatan harga sebesar 0,73%, menjadi Rp 2.750 per saham.

Sementara itu, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) mencatat kenaikan harga 25 poin atau 0,28%, sehingga mencapai Rp 8.900 per saham.


Sumber: https://katadata.co.id/finansial/bursa/66e9225aeebe6/oversupply-bikin-harga-anjlok-saham-batu-bara-longsor-berjamaah