Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus mengalami anomali sejak pemulihan pandemi covid-19 hingga rentetan akibat perang Rusia-Ukraina. Harga si pasir hitam saat ini sudah jatuh 72?ri puncaknya, namun masih relatif tinggi jika dibanding siklus puncak pra pandemi. Lantas, bagaimana prospek harga batu bara 2024? Apakah ke depan akan terbentuk equilibrium harga batu bara baru?

Prospek harga batu bara 2024

Harga batu bara 2024 diperkirakan akan kembali mengalami penurunan untuk rata-rata sepanjang tahun depan. Ahmad Zuhdi, Analis Industri Pertambangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyatakan "Kami perkirakan [harga batu bara akan berada di kisaran level] US$ 117 per ton."

Nilai tersebut lebih rendah dibanding rata-rata-rata sepanjang 2023 yang berada di US$ 175 per ton. Tidak hanya itu, perkiraan tersebut terhitung sebagai yang terendah sejak 8 Juni 2021 atau 2 tahun lebih. Selain itu, perkiraan tersebut juga masih di bawah penutupan perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (24/11/2023) di level US$ 127,9 per ton, menurut data Refinitiv.

Proyeksi harga yang masih berada di level tinggi dibanding pra pandemi didasarkan oleh kemungkinan kebijakan pelonggaran keuangan ke depan.

Zuhdi mengatakan, "Kami memperkirakan [harga batu bara] masih akan dalam tren penurunan, tapi mungkin akan lebih flat ke depan. Karena stance dovish yang berdampak pada penurunan suku bunga ke depan."

Harga batu bara cukup volatil dengan tren penurunan sepanjang tahun ini, setelah menyentuh puncaknya pada September 2022. Melansir Refinitiv, harga batu bara per 5 September 2022 berada di titik tertinggi sepanjang masanya di level US$ 463,75 per ton.

Perbedaan level harga saat ini dibanding puncak siklus sebelumnya pada 2013-2014. Harga masih bertahan walaupun suku bunga sudah naik karena beberapa hal.

Zuhdi menjelaskan "[kebijakan pengetatan] suku bunga efektif untuk demand side, bukan supply side. Overheating ekonomi global saat ini lebih karena supply shock pasca covid yang tidak bisa catch up dengan demand."

Meledaknya harga tahun lalu terjadi pasca meletusnya perang Rusia-Ukraina yang semakin mengganggu pasokan batu bara yang dipangkas akibat menurunnya permintaan saat pandemi. Hal ini menyebabkan Eropa melarang penggunaan batu bara Rusia dan adanya serangan balasan pemotongan pasokan gas Nord Stream Rusia ke Eropa.

Persoalan ini menyebabkan Eropa mengalami masalah rantai pasokan energi, sehingga Eropa yang telah mengurangi penggunaan batu bara terpaksa kembali menggunakan komoditas dengan tingkat emisi tinggi ini untuk pembangkit listrik.

Eropa juga memutuskan untuk melakukan embargo impor batu bara dari Rusia yang membuat persaingan untuk mendapatkan pasokan semakin ketat. Belum lagi Indonesia melarang ekspor batu bara pada Januari 2022.

Permasalahan ditambah dengan negara Eropa yang harus memastikan pasokan pada akhir 2022 untuk musim dingin saat itu. Sebagai informasi, kebutuhan energi Eropa di musim dingin melonjak seiring dengan penggunaan listrik yang meningkat untuk penghangat ruangan.

Persoalan yang telah berlarut-larut ini tampaknya masih membawa harga batu bara tetap tinggi, meski sudah satu tahun lebih berlalu. Di sisi lain, persoalan kebutuhan komoditas energi, batu bara dan gas, untuk menghadapi musim dingin sudah mulai teratasi terlihat dari sisi pasokan yang semakin tinggi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Ahmad Zuhdi yang menyebutkan "Dari data yang ada, permintaan akan stabil karena inventory yang cukup kuat. Baik inventory gas ataupun batubara."

Perkiraan harga batu bara yang akan semakin rendah ke depan, namun masih di level tinggi pra pandemi menjadikan adanya asumsi bahwa equilibrium harga batu bara baru akan terbentuk.

Equilibrium harga batu bara

Terbentuknya equilibrium harga batu bara ke depan sejalan proyeksi Zuhdi. Kebijakan pelonggaran keuangan ke depan akan mendorong terbentuknya kisaran harga baru di level tinggi untuk jangka waktu lebih lama.

Kisaran harga batu bara 2024 diperkirakan masih akan berada di atas level psikologis US$ 100 per ton, tepatnya US$ 117 per ton. Zuhdi juga menambahkan pandangannya terkait harga pada 2025 yang masih akan tinggi, namun akan lebih rendah dibanding perkiraan pada 2024.

Zuhdi juga memproyeksi harga akan bertahan tinggi pada 2025. "Di 2025 kami perkirakan baru akan balik ke equilibrium baru sekitar US$ 80-100 per ton," menurut pernyataannya saat ditanya tim CNBC Indonesia Research.

"Saya rasa sangat mungkin ada equilibrium baru. Tapi mungkin tidak setinggi ini, mengingat produksi dari negara eksportir seperti Indonesia dan Australia meningkat lebih cepat dari demandnya karena china masih dalam tren recovery," katanya.

Selain itu, Zuhdi menambahkan terkait adanya inisiatif dari dua negara konsumen batu bara terbesar untuk stockpiling atau penimbunan. "Terdapat inisiatif dari negara konsumen besar untuk stockpiling, walaupun ekonomi mereka masih recovery (china dan india)."

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/research/20231127160729-128-492405/harga-batu-baru-menuju-keseimbangan-baru-tak-tembus-us--200