Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan dunia berhasil ditutup menguat pada perdagangan Rabu (24/7/2024) meskipun ada prospek penurunan permintaan batu bara di Eropa pada tahun ini karena makin tumbuhnya energi alternatif dan stagnasi permintaan listrik di Eropa.

Berdasarkan data dari Refinitiv pada Rabu kemarin, harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak Agustus 2024 ditutup menguat 0,25% di posisi US$ 138,55 per ton.

Penguatan ini berbanding terbalik pada Selasa kemarin di mana harga batu bara melemah 0,86%.

Badan Energi Internasional (IEA) melaporkan permintaan batu bara Eropa diperkirakan turun 19% pada tahun ini ke rekor terendahnya, di tengah pertumbuhan energi terbarukan (EBT) dan stagnasi permintaan listrik di Eropa.

"Menyusul penurunan besar konsumsi batu bara di Eropa pada 2023, kami memperkirakan Eropa akan menunjukkan penurunan signifikan lainnya pada tahun 2024," kata IEA dalam pembaruan yang diterbitkan Rabu kemarin, menambahkan bahwa permintaan tahun lalu telah merosot hampir seperempatnya.

Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh upaya pengurangan emisi pada pembangkit listrik di Eropa dan munculnya energi terbarukan dikombinasikan dengan peningkatan kinerja nuklir, yang diperkirakan akan mempengaruhi permintaan batubara secara signifikan.

Dengan demikian, permintaan batu bara di kawasan tersebut kemungkinan akan menyusut tahun ini menjadi 287 juta ton, yang merupakan pertama kalinya dalam catatan IEA penurunannya berada di bawah 300 juta ton.

"Setelah kesulitan akibat krisis energi pada tahun 2022 dan meskipun kenaikan harga gas yang belum pernah terjadi sebelumnya sebagian besar dapat diatasi, Uni Eropa terus menunjukkan aktivitas industri yang lemah dan pertumbuhan permintaan listrik yang stagnan," kata IEA, dikutip dari Montel News.

Mengingat menurunnya permintaan, kontrak batubara API 2 bulan depan, yang mencerminkan harga batubara yang dikirim di wilayah barat laut Eropa, memiliki rata-rata sebesar US$ 107 per ton pada tahun ini, turun 17?ri periode yang sama tahun lalu.

Pada April lalu, kelompok negara-negara G7 sepakat untuk menutup semua pembangkit listrik tenaga batu bara mereka pada tahun 2035. Namun banyak negara Eropa Barat, termasuk Jerman, sudah berupaya untuk menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap pada akhir dekade ini.

Namun, meskipun terdapat ekspansi energi terbarukan yang pesat dan menurunnya permintaan dari UE, tetapi pertumbuhan permintaan listrik yang cukup besar di belahan dunia lain menunjukkan bahwa konsumsi batubara global akan tetap stabil pada tahun ini dan tahun depan.

"Meningkatnya permintaan listrik di beberapa negara besar mengimbangi dampak pemulihan bertahap pembangkit listrik tenaga air dan pesatnya perluasan tenaga surya dan angin," kata IEA, seraya mencatat bahwa penggunaan batu bara dunia meningkat sebesar 2,6% pada 2023 dan mencapai rekor tertinggi sebesar 8,7 miliar ton.

Permintaan kemungkinan akan meningkat pada tahun ini sebesar 0,4% menjadi 8,74 miliar ton, dan China menyumbang sekitar setengah dari total permintaan tersebut.

Namun tentunya, China dapat membantu menstabilkan permintaan batu bara global, asal perekonomian negara itu dapat pulih kembali.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/research/20240725062047-128-557421/dibuang-eropa-harga-batu-bara-malah-bangkit