Bisnis Indonesia
Published at
July 10, 2025 at 12:00 AM
Pengusaha Menjerit, Pengenaan Bea Keluar Batu Bara Bisa Tekan Industri
Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah mengkaji wacana menambah penerimaan negara melalui pungutan bea keluar emas dan batu bara. Para pelaku usaha menilai upaya tersebut bakal menambah beban bagi pengusaha.
Adapun, wacana muncul dari Ketua Komisi XI DPR sekaligus pimpinan Panja Penerimaan Mukhamad Misbakhun yang melaporkan hasil rapat panja, yang salah satunya menyepakati kebijakan teknis kepabeanan dan cukai sebagai implementasi kebijakan umum perpajakan.
DPR dan pemerintah menyepakati perluasan basis penerimaan bea keluar terhadap produk emas dan batu bara di mana pengaturan teknisnya mengacu pada pengaturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pit Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menilai langkah pemerintah itu kian menambah beban pengusaha. Sebab, selama ini sudah ada penerapan royalti batu bara. Di samping itu, harga emas hitam juga sedang lesu.
"Rencana pemberlakuan bea masuk ini tentunya akan menambah lagi beban bagi perusahaan batu bara. Selama ini sudah ada royalti juga. Belum lagi pengenaan ini makin tidak tepat dengan kondisi harga batu bara saat ini," kata Gita kepada Bisnis, Selasa (8/7/2025) malam.
Selain itu, Gita juga menyebut, dari awal tahun pun perusahaan harus berjuang dengan kenaikan harga bahan bakar B40 yang sangat besar.
Dia menuturkan, APBI sejatinya mendukung kebijakan pemerintah yang mampu mendorong keberlangsungan usaha serta upaya peningkatan penerimaan negara.
Namun, terkait rencana pemerintah akan menerapkan bea keluar atas batu bara, dia mengingatkan pemerintah untuk melakukan kajian mendalam terkait hal tersebut lebih dulu.
"Sehingga baik keberlangsungan usaha, ketahanan energi nasional serta peningkatan penerimaan negara menjadi tolak ukur yang berkesinambungan antara pelaku usaha pertambangan serta industri pendukungnya dan juga pemerintah," jelas Gita.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira mendukung semangat pemerintah untuk menambah nilai tambah sektor tambang nasional, termasuk lewat kebijakan fiskal seperti bea keluar.
Namun, dalam konteks batu bara, kebijakan ini perlu dikaji ulang secara lebih komprehensif, agar tidak menggerus daya saing dan kelangsungan industri.
"Perlu kajian dampak ekonomi menyeluruh, termasuk simulasi sensitivitas terhadap harga batu bara global," katanya.
Menurut Anggawira, pengenaan bea keluar itu berpotensi memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha. Dampak itu seperti menurunkan daya saing ekspor.
Lalu, bea keluar bisa mengurangi margin pengusaha batu bara, terutama bagi produsen dengan kualitas batu bara rendah (low-CV), yang pasar ekspornya sensitif terhadap harga. Apalagi, negara pesaing seperti Australia, Rusia, atau Afrika Selatan tidak mengenakan bea serupa.
Selain itu, dampak dari kebijakan itu juga bisa membuat banyak pelaku batu bara, khususnya kelas menengah dan kecil, kesulitan memenuhi kewajiban keuangan baru di tengah volatilitas harga global.
Di samping itu, kebijakan tersebut juga berpotensi membuat investor menahan ekspansi. Industri hilir, logistik, hingga pelabuhan bisa ikut terdampak.
Tak hanya itu, kebijakan itu pun berpotensi membuat ekspor menurun dan mengganggu target produksi serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Bila ekspor melemah, maka target lifting dan PNBP dari sektor ini justru bisa turun," imbuh Anggawira.
Lebih lanjut, dia pun mengingatkan pemerintah untuk membedakan antara pemain besar dan kecil. Menurutnya, pemerintah jangan menyamakan beban fiskal bagi semua level pelaku usaha. UMKM tambang butuh perlakuan khusus.
Dia juga menekankan bahwa penggunaan bea keluar harus jelas arahnya.
"Apakah untuk mendukung hilirisasi, pendanaan transisi energi, atau perlindungan lingkungan? Transparansi penting," katanya.
Dia juga menyarankan, jika pengenaan bea keluar diberlakukan, sebaiknya dibuat dengan skema insentif-diskriminatif atau reward and punishment. Anggawira mencontohkan, perusahaan yang menyuplai ke dalam negeri (DMO) dan melakukan hilirisasi bisa mendapatkan pengurangan atau penghapusan bea keluar.
Anggawira menambahkan bahwa Aspebindo siap berdialog dan memberikan masukan konstruktif demi menciptakan kebijakan yang berkeadilan, berkepastian, dan mendukung daya saing nasional.
"Prinsipnya, jangan sampai niat menambah penerimaan negara justru mengganggu kelangsungan sektor yang menopang energi nasional dan ekonomi daerah," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengaku masih akan melakukan kajian terkait opsi yang DPR tawarkan untuk menambah penerimaan negara melalui pungutan bea keluar emas dan batu bara.
Dia mengungkapkan, pada dasarnya sejumlah hal masih dapat berubah sampai dengan nota keuangan yang akan dilaksanakan bulan depan. Anggito juga menyampaikan bahwa rencana perluasan basis penerimaan bea keluar tersebut merupakan usulan dari DPR yang bersifat jangka panjang.
"Kami masih mau kaji, itu kan diberikan panja alternatif dalam rangka hilirisasi. Kepastiannya ada di nota keuangan," ujar Anggito usai menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (7/7/2025).
Usai rapat, Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro menjelaskan bahwa besaran tarif nantinya akan diusulkan oleh Kementerian ESDM kepada Kementerian Keuangan untuk diterbitkan peraturan menteri keuangan (PMK).
"Kami enggak tahu besaran tarifnya seperti apa. Karena fluktuatif, harga komoditas itu kan sangat tinggi per hari ini. Jadi, mungkin nanti Kementerian ESDM bisa melihat tarif untuk emas dan batu bara," jelasnya.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Detik Kalimantan
Published at
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
Tribun Kaltim
Published at
70 Persen Sumber Energi Indonesia Dipasok dari Kalimantan, Ekonomi dan Lingkungan Harus Seimbang
CNBC Indonesia
Published at