Investor Daily

Published at

July 17, 2025 at 12:00 AM

Parameter Harga Harus Disepakati Bersama

JAKARTA, investor.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan penerapan bea keluar bersifat fleksibel. Artiannya, pungutan ekspor itu hanya dikenakan saat harga batu bara melambung. Pelaku usaha dan pemerintah harus duduk bersama dalam menyepakati parameter harga tinggi tersebut.

Namun di sisi lain, kebijakan ini dinilai belum tepat diterapkan tatkala industri batu bara domestik sedang menghadapi tekanan. Pengenaan tarif ekspor malah berlawanan dengan upaya menjaga daya saing nasional. Kebijakan ini justru berpotensi menurunkan tingkat kompetitif batu bara Indonesia di pasar global lantaran membuat harga jual menjadi kurang menarik dibandingkan produk sejenis dari negara lain. Akibatnya, eksportir nasional bisa kehilangan pangsa pasar.

Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani mengapresiasi usulan Kementerian ESDM yang menerapkan fleksibilitas kebijakan. Pihaknya masih terus berkoordinasi dengan anggota APBI dalam menyikapi pengenaan bea keluar.

“Sekarang ini kita masih fokus dengan berbagai tantangan nyata yang berpengaruh produksi. Untuk rencana bea masuk ini langkah kita pastinya akan mendiskusikan internal dulu ke anggota,” kata Gita kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyebut penerapan tarif bea keluar untuk komoditas batu bara akan dilakukan secara fleksibel. Pungutan akan dikenakan saat harga batu bara sedang tinggi. Namun sebaliknya, apabila harga komoditas tersebut mengalami penurunan, maka akan dibebaskan dari bea keluar.

"Nanti kita akan buat di harga keekonomian, berapa di pasar global, baru kita akan kenakan tarif bea keluar. Artinya, kalau harga lagi bagus, boleh dong sharing dengan pendapatan ke negara," kata Bahlil dikutip kantor berita Antara.

Menurut Bahlil, pengenaan tarif bea keluar akan memberatkan pengusaha apabila harga di pasar global sedang anjlok. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa penerapan tarif bea keluar lebih baik dilakukan secara fleksibel.

"Kalau harganya belum ekonomis, ya jangan juga kita susahkan pengusaha. Ya [fleksibel], itu nanti peraturan Menteri ESDM yang akan buat nanti," imbuhnya.

Gita menuturkan perlu kajian mendalam mengenai penerapan bea keluar. Termasuk hal detil dan teknis sehingga memberi kepastian hukum. “Apapun yang berkaitan dengan biaya tambahan harus dikaji, termasuk soal bea keluar. Sekalipun misalnya seperti yang dikatakan pak Menteri tidak akan memberatkan pengusaha. Tentunya detail teknis perlu dikaji,” tuturnya.

Pemerintah sebaiknya mengkaji ulang rencana penerapan bea keluar batu bara. Target penerimaan negara dinilai kurang optimal dari pungutan tersebut mengingat industri batu bara tengah menghadapi tekanan. Selain itu, pengenaan bea keluar akan menyebabkan batu bara Indonesia tidak kompetitif di pasar global.

Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan volume ekspor batu bara Indonesia terkoreksi akibat menurunnya kebutuhan global. Faktor lainnya, produksi nasional China dan India terus menguat. Padahal, kedua negara tersebut merupakan penyerap mayoritas batu bara dunia termasuk Indonesia.

Singgih menerangkan kondisi global itu berdampak pada harga batu bara yang terus tertekan dan diproyeksikan berlangsung hingga akhir tahun. Menurutnya, penerapan bea keluar tidak tepat pada saat industri batu bara mengalami tekanan. Ia mengusulkan sebaiknya kebijakan ini dikaji ulang.

“Bea keluar batu bara menurut saya belum tepat diberlakukan saat ini. Justru di tengah kenaikan royalti yang sebelumnya diberlakukan, penguatan B40 dan juga DHE [Devisa Hasil Ekspor], jangan sampai regulasi yang selama ini menekan industri pertambangan, justru ditambah melalui pajak ekspor,” kata Singgih kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (8/7/2025).

Pungutan bea keluar batu bara dihapus sejak 2006 dan hanya dikenakan royalti sebagai bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Merujuk data Kementerian ESDM pada awal Juli 2025, PNBP sektor pertambangan mineral dan batu bara mencapai Rp 66,63 triliun. Realisasi ini sekitar 53,43% dari target yang ditetapkan tahun ini sebesar Rp 124,71 triliun.

Source:

IDX Channel.com

Published at

July 17, 2025 at 12:00 AM

7/17/25

10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?

CNBC Indonesia

Published at

July 17, 2025 at 12:00 AM

7/17/25

4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME

Detik Kalimantan

Published at

July 17, 2025 at 12:00 AM

7/17/25

7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan

Tribun Kaltim

Published at

July 17, 2025 at 12:00 AM

7/17/25

70 Persen Sumber Energi Indonesia Dipasok dari Kalimantan, Ekonomi dan Lingkungan Harus Seimbang

CNBC Indonesia

Published at

July 17, 2025 at 12:00 AM

7/17/25

Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by

Secretariat's Address.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Secretariat's Email.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Website created by