Bussines Insight
Published at
July 16, 2025 at 12:00 AM
Mengintip Strategi ITMG yang Lebih Selektif Diversifikasi Ke Bisnis Non-Batubara
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indo Tambangraya Megah Thk (ITMG) nampaknya lebih berhati-hati dalam mengeksekusi diversifikasi bisnisnya ke sektor non-batubara, apalagi ke energi terbarukan.
Namun, di luar itu, emiten yang dikendalikan Banpu Minerals Private Ltd., itu memasang mode agresif di sektor pertambangan nikel. Terbaru, langkah ini dilakoni dengan menggelar strategi ekspansi non-organik.
Di bisnis energi terbarukan, anak usaha ITMG yakni PT IBP Hydro Power (IHP) mengumumkan penurunan Modal Dasar dari yang semula Rp 840 miliar menjadi hanya Rp 2,5 miliar. Pihaknya juga menurunkan modal yang ditempatkan dan disetor penuh dari yang semula Rp 252,15 miliar menjadi hanya Rp 1 miliar.
Sejatinya, IBP Hydro Power baru didirikan pada 8 Desember 2022. Perusahaan yang bergerak di bidang usaha konsultasi manajemen ini mencatatkan total aset senilai US$ 36,36 juta pada 2024. Walau demikian hingga tahun lalu status perusahaan belum beroperasi.
Direktur ITMG, Yulius Kurniawan Gozali menjelaskan, penyesuaian terhadap modal dasar dan modal disetor penuh pada IBP Hydro Power (IHP) dilakukan sebagai bagian dari evaluasi strategis atas rencana investasi yang sebelumnya dipertimbangkan.
Meski modal dasar diturunkan, Yulius mengakui, IBP Hydro Power akan tetap terbuka pada peluang yang relevan dan melakukan kajian lebih jauh bila terdapat proyek yang memenuhi kriteria investasi.
Pendekatan yang dilakukan ITMG pada pembangkit air ini diakuinya sebagai cerminan prinsip kehati-hatian dan fleksibilitas dalam mengembangkan portofolio energi terbarukan.
"IBP Hydro Power tetap menjadi bagian dari kerangka transformasi bisnis, pembangkit listrik tenaga air tetap menjadi salah satu sektor yang tetap dipantau," ujarnya kepada KONTAN.
Sembari mengamati perkembangan bisnis pembangkit air, Yulius mengungkapkan, saat ini ITMG lebih memfokuskan pengembangan proyek energi terbarukan melalui inisiatif solar rooftop dan solar farm.
Melansir Annual Report 2024, ITMG telah mengoperasikan pembangkit tenaga listrik tenaga surya hibrida sejak 2023. Fasilitas berkapasitas 2,2 MWp ini memproduksi total sebanyak 1.884 MWh tenaga listrik di 2024.
Di sepanjang tahun lalu, melalui PT Cahaya Power Indonesia (CPI) dan PT Centra Multi Suryanesia Aset (CMSA), total kapasitas output energi surya yang dikontrakkan meningkat hampir tiga kali lipat mencapai sebesar 61.3 MW dari 23,1 MW di 2023.
Usaha ITMG yang lain adalah menjajaki bisnis non-batubara, salah satunya lewat PT ITM Bhinneka Power yang bergabung dalam penyediaan dana baru untuk Jejakin. Entitas yang disebut terakhir ini merupakan startup teknologi iklim Indonesia yang telah mengembangkan platform manajemen karbon terintegrasi.
Mengutip laporan keuangannya, ITMG mencatatkan pendapatan bisnis non-batubaranya pada segmen jasa pihak ketiga sebesar US$ 5,29 juta lebih rendah 11,7% year on year (YoY) dari sebelumnya US$ 5,99 juta di 2023.
Adapun pada kuartal I-2025 pendapatan bersih yang dicatatkan dari segmen jasa pihak ketiga ini senilai US$ 953.000 atau naik 4,84% YoY dari sebelumnya US$ 909.000 di kuartal I 2024.
Ekspansif di tambang nikel
Baru-baru ini, ITMG memulai ekspansinya ke sektor tambang nikel dengan pembelian sebagian saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE).
ITMG membeli 585.000.000 saham NICE atau setara kepemilikan 9,62% dengan harga Rp 438 per saham pada 4 Juli 2025. Dengan begitu, ITMG merogoh kocek sebesar Rp 285,48 miliar untuk transaksi tersebut.
Monika I. Krisnamurti, Corporate Secretary ITMG dalam keterbukaan informasi menyampaikan, tujuan transaksi ini untuk investasi jangka panjang dan diversifikasi investasi. ITMG mengempit saham NICE secara langsung.
NICE merupakan perusahaan tambang nikel yang baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 9 Januari 2024. Mengoperasikan konsesi di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara seluas 1.975 hektare. Cadangan bijih nikel yang tersimpan di sana sebesar 83,5 juta ton metrik basah (WMT) dan kadar nikel rata-rata 1,30%.
Di sepanjang 2024 NICE membukukan pendapatan senilai Rp 616,01 miliar, didominasi dari segmen pertambangan nikel senilai Rp 591,46 miliar.
Pendapatan di segmen nikel ini diperoleh dari hasil penjualannya ke smelter-smelter domestik yang berlokasi di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
Di segmen pendapatan lain, NICE meraih pendapatan Rp 23,55 miliar yang bersumber dari layanan kepelabuhan laut.
Khusus di kuartal I-2025, NICE membukukan pendapatan Rp 247,88 miliar atau naik 113% YoY dari sebelumnya Rp 116,19 miliar di kuartal I 2024.
Pendapatan dari pertambangan nikel yang naik signifikan menjadi Rp 237,97 miliar ditambah dengan pendapatan lainnya senilai Rp 9,91 miliar.
Seiring dengan itu, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga melonjak 2.185% YoY menjadi Rp 53,24 miliar di kuartal I 2025 dari sebelunya Rp 2,33 miliar di kuartal I 2024.
Di sepanjang 2025 NICE menetapkan target produksi sebesar 2,5 juta WMT nikel sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) yang telah disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Manajamen NICE juga mempertimbangkan prospek pemulihan harga nikel, potensi peningkatan permintaan pasar, serta kesiapan operasional perusahaan dalam mengoptimalkan kapasitas produksi secara bertahap.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Detik Kalimantan
Published at
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
Tribun Kaltim
Published at
70 Persen Sumber Energi Indonesia Dipasok dari Kalimantan, Ekonomi dan Lingkungan Harus Seimbang
CNBC Indonesia
Published at