Kontan
Published at
July 9, 2025 at 12:00 AM
Emiten Batubara Ramai Ekspansi ke Tambang Mineral, Begini Rekomendasi Analis
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren diversifikasi bisnis dengan ekspansi ke sektor tambang mineral belakangan ini marak dilakukan oleh sejumlah emiten produsen batubara.
Terbaru, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) membeli 585 juta saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) dengan harga Rp 438 per saham pada 4 Juli 2025. Dengan begitu, ITMG merogoh kocek sebesar Rp 285,48 miliar untuk transaksi tersebut.
Sebagai informasi, NICE merupakan emiten pertambangan nikel yang berdiri pada 2008. Emiten ini mengoperasikan tambang nikel di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
“Tujuan transaksi ini untuk investasi jangka panjang dan diversifikasi investasi,” tulis Corporate Secretary ITMG Monica I. Krisnamurti dalam keterbukaan informasi, Selasa (9/7).
Sebelumnya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga bersiap melebarkan sayap bisnis ke sektor pertambangan emas dan tembaga dengan rencana akuisisi Wolfram Limited. Ini merupakan produsen emas dan tembaga yang beroperasi di Australia.
Untuk memuluskan ekspansi ini, BUMI menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I Tahap I dengan nilai emisi Rp 350 miliar. Obligasi ini untuk mendanai sebagian dari total nilai akuisisi Wolfram limited.
Emiten batubara lain, PT Harum Energy Tbk (HRUM) sudah lebih dulu ekspansi ke tambang nikel melalui anak usahanya PT Harum Nickel Perkasa. HRUM juga memiliki beberapa entitas anak tidak langsung dan entitas asosiasi yang bergerak di industri nikel.
Mengacu materi paparan publik Mei 2025 lalu, HRUM mencatatkan penjualan nikel sebanyak 14,90 juta ton pada kuartal I-2025 atau melesat 75% secara tahunan atau year to date (ytd). Harga rata-rata penjualan nikel HRUM juga naik 2%.
Segmen nikel pun berhasil berkontribusi 58% terhadap total pendapatan HRUM pada kuartal I-2025 sebesar US$ 298,9 juta.
PT United Tractors Tbk (UNTR) juga aktif melakukan diversifikasi ke sektor tambang mineral seperti nikel dan emas. Dalam berita Kontan sebelumnya, Manajemen UNTR mengaku bahwa perusahaan sedang berencana mengakuisisi tambang emas atau nikel baru di luar negeri, yakni Australia.
Upaya akuisisi tambang mineral di luar negeri ditujukan untuk menyeimbangkan porsi pendapatan batubara dan non-batubara UNTR menjadi 50:50 dalam beberapa tahun mendatang. Saat ini, porsi pendapatan UNTR dari sektor batubara berada di kisaran 65%, sedangkan 35% sisanya berasal dari sektor nonbatubara.
Ada pula PT Indika Energy Tbk (INDY) yang aktif berekspansi ke sektor tambang mineral dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu anak usahanya, PT Masmindo Dwi Area kini tengah menggarap proyek tambang emas Awakmas di Sulawesi Selatan. INDY juga masuk ke sektor tambang bauksit melalui PT Mekko Mining dan sektor perdagangan nikel melalui PT Rockgeo Energi Nusantara.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi mengatakan, tren diversifikasi yang dilakukan emiten batubara ke sektor mineral cukup dipengaruhi oleh alasan prospek industri batubara yang tidak lagi seksi dalam jangka panjang. Hal ini diperkuat oleh transisi menuju energi hijau yang membuat komoditas batubara mulai ditinggalkan.
“Sektor mineral masih menjadi bagian dari ekosistem di dalam industri energi baru terbarukan (EBT),” ujar dia, Rabu (9/7).
Maraknya aksi diversifikasi ini juga diperkuat oleh tren meningkatnya permintaan terhadap komoditas mineral seperti nikel, emas, dan tembaga. Beberapa komoditas mineral juga punya peran penting sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik yang tentu berkaitan dengan transisi energi.
Di samping itu, dukungan kebijakan hilirisasi mineral dari pemerintah juga menjadi faktor tambahan yang membuat emiten batubara bersemangat melakukan diversifikasi bisnis ke sektor tersebut.
“Dibandingkan batubara yang permintaannya mulai melandai dan harga cenderung melemah, komoditas mineral saat ini menawarkan potensi pertumbuhan yang lebih kuat dan valuasi yang lebih tinggi,” ungkap Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan, Rabu (9/7).
Namun, ekspansi ke sektor mineral bukan tanpa tantangan. Emiten batubara perlu menyiapkan belanja modal yang besar untuk pengembangan infrastruktur penunjang pertambangan maupun smelter hingga menghadapi kompleksitas perizinan dan risiko operasional yang berbeda dengan industri batubara. Pihak emiten juga perlu beradaptasi dalam hal kompetensi teknis di industri tambang mineral.
Tak hanya itu, jika harga komoditas mineral dan batubara sama-sama mengalami penurunan, maka pihak emiten juga terancam mengalami perlambatan kinerja yang signifikan. Emiten batubara juga perlu memantau perkembangan pasar, mengingat risiko kelebihan pasokan pada komoditas mineral bisa sewaktu-waktu terjadi.
Wafi menganggap, selama komoditas mineral masih termasuk ke dalam ekosistem EBT, maka tren diversifikasi oleh emiten batubara ke sektor ini masih akan terus berlanjut pada masa mendatang.
Sedangkan menurut Ekky, kesuksesan emiten batubara yang masuk ke sektor mineral akan sangat bergantung pada kemampuan pendanaan ekspansi, eksekusi proyek, serta stabilitas harga komoditas global.
Dari sisi teknikal, Ekky menyebut saham BUMI menarik untuk mulai diakumulasi di area sekarang dengan potensi target harga di level Rp 150 per saham. Saham UNTR juga menunjukkan sinyal rebound dengan target harga jangka menengah di level Rp 23.500 per saham.
“Kedua saham ini bisa dipantau untuk peluang dalam strategi swing trading maupun penempatan jangka menengah,” kata dia.
Wafi menilai, saham ITMG, BUMI, HRUM, INDY, dan UNTR sama-sama dapat dipertimbangkan oleh para investor dengan target harga masing-masing Rp 23.500 per saham, Rp 125 per saham, 850 per saham, Rp 1.400 per saham, dan Rp 24.000 per saham.
Source:
Other Article
IDX Channel.com
Published at
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Published at
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Detik Kalimantan
Published at
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
Tribun Kaltim
Published at
70 Persen Sumber Energi Indonesia Dipasok dari Kalimantan, Ekonomi dan Lingkungan Harus Seimbang
CNBC Indonesia
Published at