APBI-ICMA mendorong pemerintah untuk serius mengembangkan industri hilirisasi batubara, serupa dengan industri nikel. Kristiono menilai bahwa pengolahan batubara memiliki banyak manfaat dan peluang untuk diolah menjadi berbagai produk bernilai tinggi. Hal ini disampaikan oleh FH. Kristiono (Ketua Komite Sustainability).

Dalam acara Investortrust Power Talk, Kristiono menegaskan bahwa batubara tidak hanya dapat diolah menjadi metanol, tetapi juga dapat diubah menjadi syngas (gas sintesis) yang bisa digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai produk, termasuk plastik. Ia menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus pada produksi metanol saja, tetapi juga mengembangkan produk-produk lainnya seperti baterai, sebagaimana dilakukan dalam industri nikel.

"Syngas ini seperti feedstock, raw material. Bisa dipakai buat apa saja, mau produk metanol tadi, metanol kan bisa dibikin DME ya, atau dibikin yang paling gampang plastik. Itu bisa dari batubara," ujar Kristiono.

Meskipun hilirisasi batubara membutuhkan investasi yang besar, Kristiono meyakini bahwa manfaat yang diperoleh akan sebanding. Ia menbutkan bahwa investasi sebesar USD 2,4 miliar diperlukan untuk industrialisasi batubara, namun hal ini dapat mengurangi ketergantungan impor minyak dan gas. Lebih lanjut, Kristiono menyarankan agar Indonesia mencontoh China dalam hal teknologi gasifikasi batubara, dibandingkan dengan negara-negara Barat. Menurutnya, teknologi Eropa terlalu mahal dan kurang efisien dibandingkan dengan China yang memiliki kapasitas produksi jauh lebih besar. "Kenapa pakai teknologi Eropa sih? Toh dia paling setahun 2-3 juta ton kapasitasnya coal to chemical. Sedangkan di China 315 juta," tegasnya.

Dengan adanya hilirisasi batubara, Kristiono berharap industri batubara Indonesia dapat lebih berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional.