The Stance

Tayang pada

15 Desember 2025 pukul 00.00

UU Cipta Kerja Rugikan Negara Rp25 Triliun per Tahun, Purbaya Lawan dengan Bea Keluar

Jakarta, TheStance – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akan memungut bea keluar batu bara dan emas mulai 2026 mendatang.

Bea keluar emas direncanakan sebesar 7,5% sampai 15%. Sedangkan tarif bea keluar batu bara sebesar 1% sampai 5%.

Ia berharap dapat mengumpulkan Rp23 triliun per tahun dari dua kebijakan tersebut, yang akan digunakan untuk menutup defisit.

"Rp3 triliun (dari emas) dan Rp20 triliun (dari batu bara)," ujar Purbaya ketika menjelaskan rencananya di Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Senin (8/12/2025).

Yang menarik, Purbaya menjelaskan rencaa bea keluar batu bara ini karena selama ini pemerintah terus membayar perusahaan batu bara dalam bentuk restitusi (pengembalian ) PPN. Jumlahnya sekitar Rp25 triliun per tahun.

Pembayaran resttitusi ini yang ikut menekan penerimaan pajak.

"Makanya kenapa pajak turun tahun ini, karena bayar restitusi cukup besar," kata Purbaya.

Dia juga merasa lucu karena pemerintah membayar ke perusahaan batu bara. Padahal pengusaha batu bara sudah kaya-raya.

"Ini kan aneh. Ini orang kaya semua, untungnya banyak," katanya.

UU Cipta Kerja Rugikan Penerimaan Negara

Pembayaran restitusi PPN ke perusahaan batu bara ini adalah konsekuensi dari UU Cipta Kerja tahun 2020.

Purbaya menjelaskan, UU Cipta Kerja (Ciptaker) itu yang menggeser status batubara dari barang yang dikecualikan dari PPN atau non-barang kena pajak (non-BKP) menjadi barang kena pajak (BKP).

Perubahan status batu bara itu, berdampak kepada keuangan negara. Karena, pemerintah akhrnya membayar restitusi pajak kepada pengusaha batu bara sebesar Rp25 triliun per tahun.

Purbaya juga menyindir kuatnya lobi industri batu bara, hingga bsa memasukkan klausul yang merugikan negara itu ke dalam undang-undang.

“Rupanya industri batubara cukup canggih sehingga mereka bisa melobi pemerintah pada waktu itu melalui undang-undang dan DPR, hingga hal ini bisa lolos Mungkin waktu itu pemerintah kurang bisa berhitung. Jadi kita dirugikan sebesar itu dan aneh,” ucap Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR pada Senin(8/12/2025).

Purbaya mengaku sempat bingung dengan temuan ini.

Sebab, seharusnya negara mendapat pemasukan dari industri batu bara. Tapi kini yang terjadi justru sebaliknya. Negara "buntung" karena harus menanggung restitusi pajak batu bara.

Meski tidak menyebut angka, Purbaya menjelaskan bahwa kontribusi sektor batu bara terhadap penerimaan kini negatif.

Artinya bukan hanya tidak ada kontribusi, keberadaan industri batu bara justru menggerus penerimaan karena pemerintah keluar uang untuk membayar mereka lewat restitusi pajak.

"Kalau dihitung dengan cost-nya segala macam, walaupun mereka ada cost jadi digelembungin segala macam, net income (pendapatan bersih) kita dari industri batu bara bukannya positif. Malah, dengan pajak segala macam, jadi negatif," jelasnya.

Pemerintah "Subsidi" Pengusaha Batu Bara Melalui Restitusi

Menurut Purbaya, dengan menetapkan batu bara sebagai barang kena pajak, pemerintah secara tidak langsung memberikan "subsidi" kepada pelaku usaha sektor tersebut melalui restitusi. Ini karena batu bara tidak dikenakan bea keluar.

ini alasan utama mengapa dia hendak menerapkan tarif bea keluar untuk batu bara.

Kebijakan bea keluar ini, kata Purbaya, diharapkan dapat mengompensasi penerimaan pajak yang hilang akibat pencairan restitusi.

Purbaya juga yakin pengenaan bea keluar atas batu bara tidak akan menekan daya saing, karena pengusaha batu bara Indonesia sebenarnya mampu bersaing pada level global meski tidak mengajukan restitusi.

Sekadar catatan, penerimaan pajak tahun ini memang terkontraksi amat dalam akibat tingginya restitusi yang diajukan oleh wajib pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan jumlah pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusi hingga akhir Oktober 2025 sebesar Rp340,52 triliun.

Jumlah itu meningkat tajam 36,4% dibandingkan nilai restitusi pada periode yang sama tahun 2024 yang tercatat hanya Rp249,59 triliun (year on year).

Realisasi restitusi tersebut terdiri dari restitusi Pajak Penghasilan (PPh) badan sebesar Rp93,80 triliun atau naik 80% dari tahun sebelumnya yang hanya Rp53,12 triliun.

Kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan jumlah restitusi Rp238,86 triliun, atau naik 23,9% dari tahun lalu yang hanya Rp192,72 triliun.

Respon Pengusaha Batu Bara

Menanggapi tudingan Menkeu Purbaya, Gita Mahyarani, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani membantah bahwa UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) menguntungkan pengusaha batu bara lewat restitusi pajak.

Dia menegaskan restitusi merupakan hak yang diberikan kepada wajib pajak (WP) badan, bukan merupakan kebijakan yang mengurangi penerimaan negara.

“Restitusi PPN ekspor batu bara tertuang Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 4A ayat (2) huruf a di mana batu bara menjadi barang kena pajak PPN, sehingga atas ekspornya bisa mengkreditkan faktur pajak masukan atas perolehan barang/jasanya,” kata Gita dalam keterangannya, Kamis (12/11/2025).

“Restitusi merupakan hak, bukan distorsi ataupun pengurangan riil penerimaan negara,” kata Gita.

Apalagi, dia menambahkan, selama ini industri batu bara sudah memberikan kontribusi yang cukup banyak untuk penerimaan negara.

Antara lain, melalui pungutan royalti minerba, pembayaran pajak penghasilan (PPh) badan, pajak dan pungutan lainnya, serta kontribusi terhadap lingkungan dan sosial.

“Kontribusi pajak dan pungutan dari sektor batu bara sudah banyak dan beragam,” tambah Gita.

Terkait rencana bea keluar batu bara mulai 2026, Gita mengungkapkan pelaku industri masih menanti pembahasan yang lebih detail terkait aturan tersebut.

Sejauh ini, katanya, belum ada pembahasan teknis maupun sosialisasi resmi dari pemerintah kepada pelaku industri batubara.

"Pada prinsipnya kami akan mengikuti kebijakan yang akan diatur oleh oemerintah." ujar Gita.

Namun, Gita memberikan catatan, tambahan pungutan berpotensi menekan margin dan daya saing industri batu bara Indonesia.

Bea Keluar Diterapkan Saat Harga Batu Bara Stabil

Pengamat Pertambangan yang juga Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo memberikan catatan jika pemerintah akan menerapkan kebijakan bea keluar, maka mesti dipahami terlebih dulu bagaimana proyeksi harga batu bara ke depan.

Saat ini, harga batu bara global relatif rendah, sementara Harga Batubara Acuan (HBA) Desember melandai ke US$ 98,26 per ton.

Singgih belum melihat ada alasan fundamental yang dapat mendongkrak harga batubara pada tahun depan. Apalagi, Cina dan India sebagai importir terbesar batubara dari Indonesia justru menaikkan produksi batubara nasionalnya.

Di tengah kondisi tersebut, ia menilai pemerintah perlu mempertimbangkan terlebih dulu kondisi hulu, termasuk kondisi kenaikan biaya penambangan per ton, biaya tenaga kerja, serta kondisi oversupply batubara di pasar global.

Oleh karena itu, menurut Singgih, kebijakan pengenaan bea keluar batu bara idealnya diberlakukan saat iklim pasar dan harga batu bara sudah stabil.

"Kebijakan bukan pada tahun berapa akan dikeluarkan, tapi pada kondisi kapan secara tepat akan dikeluarkan," katanya.

Namun, jika pemerintah tetap menerapkan bea keluar pada tahun 2026, ia menyarankan agar kebijakan ini diterapkan setelah HBA mencapai level harga tertentu.

"Menurut saya jika tetap dikeluarkan semestinya setelah HBA berada di atas US$ 160 per ton. Juga sebaiknya dengan tiered basis seperti royalti, sehingga bea keluar berbeda atas harga yang berbeda," katanya.

Liputan 6

Tayang pada

15 Desember 2025 pukul 00.00

15/12/25

1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam

Bisnis Indonesia

Tayang pada

15 Desember 2025 pukul 00.00

15/12/25

10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi

IDX Channel.com

Tayang pada

15 Desember 2025 pukul 00.00

15/12/25

10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?

METRO

Tayang pada

15 Desember 2025 pukul 00.00

15/12/25

10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia

CNBC Indonesia

Tayang pada

15 Desember 2025 pukul 00.00

15/12/25

10 Perusahaan Tambang RI Paling Tajir Melintir, Cuannya Gak Masuk Akal

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh