Bloomberg Technoz
Tayang pada
13 Mei 2025 pukul 00.00
Sanksi DME Batu Bara ke PTBA, Bahlil Diminta Tak Semena-mena
Bloomberg Technoz, Jakarta – Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia tidak bisa seenaknya mengambil sebagian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Bukit Asam Tbk (PTBA) jika tidak perseroan menjalankan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Bisman berpandangan kebijakan hilirisasi batu bara tersebut tidak berdasarkan ucapan seorang menteri, melainkan harus diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan menteri, setelah sebelumnya dilakukan lebih dahulu kajian serta pembahasan mengenai DME.
“Menteri bisa cabut WIUP, tetapi tidak bisa semena-mena [karena] harus berdasar dan ada alasan atau pelanggaran sesuai Undang-undang,” kata Bisman saat dihubungi, Jumat (9/5/2025).
Soal ultimatum pengurangan laham, Bisman menilai tidak ada hubungannya dengan proyek hilirisasi batu bara penambang BUMN tersebut, tetapi hanya gertakan Bahlil saja.
Menurut dia, semua tindakan perusahaan pelat merah—termasuk untuk investasi gasifikasi batu bara menjadi DME — nantinya harus dipertanggungjawabkan, termasuk juga pertanggungjawaban hukum.
"Jangan sampai nantinya bisnis DME PTBA dinilai merugikan keuangan negara dan para direksi atau pihak-pihak terkait terkena pidana korupsi," ujarnya.
Bisman menuturkan PTBA merupakan bagian dari holding BUMN pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).
Artinya, selain berbisnis, PTBA juga memiliki kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO).
Menurutnya, bisa saja perseroan tidak menggarap proyek DME batu bara karena dinilai tak ekonomis secara bisnis. Namun, jika proyek itu merupakan kebijakan dan penugasan pemerintah, maka PTBA harus melaksanakannya.
“Untuk itu; perhitungan, kajian, dan kehati-hatian yang diwujudkan dalam kebijakan sangat perlu menjadi perhatian,” ujarnya.
Bahlil sebelumnya mengatakan akan mengambil sebagian WIUP perusahaan pelat merah tersebut ketika tidak mematuhi program andalan Presiden Prabowo Subianto yakni hilirisasi batu bara.
“Nanti kita akan kasih tugas, kalau tidak [menjalankan] tugas, kita ambil sebagian wilayahnya,” kata Bahlil saat ditanya mengenai penugasan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME terhadap PTBA, ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (8/5/2025).
Bahlil menegaskan PTBA bukanlah regulator. Dalam hal ini, keputusan mengenai hilirisasi batu bara menjadi DME berada di bawah Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dan Menteri Investasi dan Hilirisasi. Dengan demikian, dia mengisyaratkan PTBA harus tunduk arahan satgas pemerintah.
“[Pihak] yang mengurus hilirisasi itu adalah Satgas Hilirisasi dan Menteri Investasi dan Hilirisasi. [PTBA] dia kan bukan regulator,” ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Perusahaan PTBA Niko Chandra menyebut pengembangan proyek hilirisasi batu bara, termasuk DME merupakan bagian dari inisiatif strategis nasional untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya dan ketahanan energi nasional.
Niko menyebut pemerintah mendorong seluruh industri pertambangan termasuk PTBA, untuk berperan aktif dalam program-program hilirisasi ini.
“PTBA sebagai salah satu perusahaan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia memiliki peran penting dalam mendukung program hilirisasi guna memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan bangsa,” kata Niko saat dihubungi, Jumat (9/5/2025).
Terkendala
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail menyatakan proyek DME masih terkendala sehingga butuh kajian yang mendalam. Arsal menyebut faktor keekonomian menjadi penghambat utama dari proyek itu.
“Nah hanya untuk DME memang kita perlu dilakukan kajian yang sangat mendalam ya karena di samping investasinya besar, ya itu juga harus benar-benar memberikan nilai tambah yang buat bangsa dan negara ini,” ucap Arsal dalam rapat bersama Komisi XII, Senin (5/5/2025).
DME sejatinya digadang-gadang dapat menjadi substitusi gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG), karena impor komoditas tersebut yang terus naik dari tahun ke tahun. Akan tetapi, proyek itu justru lebih mahal ketimbang impor LPG.
"Pertama itu tantangan keekonomian, di mana estimasi harga DME hasil produksinya masih lebih tinggi dari harga patokan yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM, dan juga analisis perhitungan kami masih lebih tinggi dari harga LPG impor," beber Arsal.
Dalam paparannya, Arsal membeberkan adanya risiko pembengkakan subsidi sebesar Rp41 triliun/tahun apabila DME dari hasil gasifikasi batu bara menyubstitusi subsidi energi untuk LPG.
(wdh)
Sumber:
Artikel Lainnya
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Tayang pada
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
CNBC Indonesia
Tayang pada
Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega
Bloomberg Technoz
Tayang pada
Ada Donald Trump di Balik Kenaikan Harga Batu Bara
Kontan
Tayang pada