Koran Jakarta
Tayang pada
20 Juni 2025 pukul 00.00
Permintaan Menurun Paksa Industri Batu bara Indonesia Menghadapi Risiko Transisi
HANOI — Menurut laporan dari lembaga pemikir energi yang berpusat di Jakarta, Energy Shift, pada Selasa (17/6), industri batu bara Indonesia baru-baru ini dilaporkan tengah menghadapi tekanan yang meningkat dan harus melakukan diversifikasi karena Tiongkok dan India, pelanggan terbesarnya, mengurangi impor bahan bakar fosil yang sangat mencemari tersebut.
Dikutip dari Associated Press (AP) News, laporan itu mengatakan bahwa industri tersebut, yang menyumbang sekitar 3,6 persen dari aktivitas ekonomi Indonesia dan mempekerjakan puluhan ribu orang, perlu beralih ke energi yang lebih bersih sekarang atau menghadapi risiko dipaksa melakukan transisi yang mahal di kemudian hari.
Indonesia adalah pengekspor batu bara terbesar di dunia, yang menjadi pusat perekonomiannya, menghasilkan pendapatan pajak dan lapangan kerja. Jadi, penurunan permintaan jangka panjang yang diharapkan menghadirkan tantangan unik bagi negara berpenduduk sekitar 280 juta jiwa ini. Produksi batu bara Indonesia masih meningkat, mencapai rekor 836 juta ton pada tahun 2024, hampir 8 persen lebih banyak dari tahun sebelumnya.
Industri ini juga sangat bergantung pada beberapa pembeli, dengan Tiongkok dan India membeli hampir dua pertiga ekspor batubara Indonesia pada tahun 2023.
Tiongkok masih bergantung pada batu bara untuk lebih dari setengah pembangkitan listriknya. Negara ini menyumbang 41 persen dari impor batu bara global pada tahun 2024, atau hampir 543 juta ton. Namun, lebih dari 75 persen pertumbuhan permintaan tahun lalu dipenuhi oleh energi bersih.
Data pemerintah menunjukkan impor batu bara India turun 8,4 persen menjadi 183,42 juta metrik ton dari April hingga Desember 2024, turun dari 200,19 juta metrik ton pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini merupakan bagian dari upaya India untuk mengurangi ketergantungan impor dengan meningkatkan produksi batu bara dalam negeri. Impor untuk industri seperti semen, baja, dan aluminium yang membeli batu bara dengan harga pasar turun 12 persen sementara impor untuk pembangkit listrik termal turun lebih tajam, turun 29,8 persen.
Ekspor batubara Indonesia turun ke titik terendah dalam tiga tahun pada bulan Januari-April tahun ini, suatu pergeseran yang mungkin menandakan penurunan jangka panjang, kata para ahli.
“Ini adalah tanda-tanda bahwa penambang batu bara Indonesia harus mulai menganggapnya serius,” kata Hazel Ilango dari Energy Shift Institute.
Ada pula risiko lain. Sebagian besar perusahaan batu bara Indonesia dikontrol ketat oleh orang dalam — pemilik, eksekutif, dan anggota dewan — yang rata-rata memegang sekitar 75vpersen saham perusahaan, menurut laporan tersebut. Peraturan seperti aturan pasokan domestik dan royalti yang tinggi juga membatasi keuntungan, sementara akses ke pembiayaan global tetap dibatasi.
Sektor swasta dan investor umumnya tidak tertarik pada rencana transisi jangka panjang dan lebih berfokus pada keuntungan langsung, sementara kebijakan pemerintah tetap tidak konsisten, kata Putra Adhiguna dari Energy Shift Institute.
Para ahli mengatakan bahwa kebijakan batu bara negara itu penuh dengan kontradiksi. Negara itu telah berjanji untuk memangkas emisi dan beralih ke energi bersih, tetapi terus memperluas produksi batu bara dan menyetujui pabrik-pabrik baru. Subsidi domestik membuat batu bara tetap murah, tetapi larangan ekspor yang tiba-tiba telah mengganggu pasar global. Sementara itu, perusahaan listrik negara berencana untuk menghentikan lebih awal pabrik-pabrik batu bara berdasarkan kesepakatan transisi senilai 20 miliar dolar AS— bahkan ketika pabrik-pabrik baru yang terkait dengan industri itu masih dibangun.
Ketika importir batu bara utama seperti Tiongkok dan India memangkas impor untuk meningkatkan ketahanan energi mereka, sektor batu bara Indonesia perlu merencanakan ke depan, kata Jordan Lee, pakar transisi energi di Tony Blair Institute for Global Change di Jakarta.
"Alasan saya mengatakan itu pada dasarnya adalah jika Anda melihat apa yang terjadi dengan beberapa perusahaan minyak besar yang telah mencoba sesuatu yang serupa, kami telah melihat pasar tidak merespons terlalu positif," katanya.
Sumber:
Artikel Lainnya
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Tayang pada
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Detik Kalimantan
Tayang pada
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
CNBC Indonesia
Tayang pada
Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega
Bloomberg Technoz
Tayang pada