Kontan
Tayang pada
25 Agustus 2025 pukul 00.00
Pengusaha Nilai Aturan Baru Harga Patokan Tambang Hanya Penegasan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menerbitkan aturan baru terkait harga patokan mineral (HPM) dan harga patokan batubara (HPB).
Regulasi ini memberi kelonggaran bagi pelaku usaha tambang untuk menjual komoditas di bawah harga patokan, namun tetap mewajibkan pembayaran pajak dan royalti mengacu pada HPM maupun HPB.
Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 yang diteken pada 8 Agustus 2025. Regulasi anyar ini sekaligus mencabut Kepmen ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 yang sebelumnya mewajibkan seluruh penjualan mineral logam dan batubara mengikuti harga patokan.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menilai, aturan ini tidak membawa perubahan signifikan bagi pelaku usaha. Menurutnya, regulasi baru tersebut hanya bersifat penegasan terhadap mekanisme yang sudah berlaku.
“Sejak awal pembayaran pajak dan royalti tetap mengacu pada HPB. Jadi aturan ini hanya memperjelas bahwa meski penjualan di bawah harga patokan dimungkinkan, kewajiban pembayaran tetap dihitung dari HPB,” ujar Gita kepada Kontan, Minggu (24/8).
Gita menjelaskan, melemahnya harga global saat ini lebih banyak dipengaruhi faktor fundamental, terutama oversupply. Karena itu, relaksasi yang diberikan pemerintah tidak terlalu berpengaruh pada kondisi pasar. Di pasar domestik pun, ruang fleksibilitas harga terbatas lantaran harga khusus untuk sektor kelistrikan dan semen sudah lebih dulu diatur pemerintah.
Dari sisi kontrak penjualan, Gita menilai aturan baru ini tidak berdampak signifikan baik untuk smelter domestik maupun pembeli luar negeri. Kontrak tetap berjalan dengan mengacu pada mekanisme harga yang telah disepakati sebelumnya.
Meski demikian, Gita mengakui ada tekanan tambahan bagi pelaku usaha tambang ketika harga global melemah. Hal ini karena perhitungan royalti menggunakan HPB bersifat historis, yang bisa lebih tinggi dibanding harga pasar aktual.
“Selisih antara harga jual aktual dan HPB itulah yang menjadi beban tambahan bagi penambang,” jelas Gita.
Dengan adanya relaksasi ini, lanjutnya, setidaknya penambang masih dapat menjual pada harga pasar agar batubara tetap terserap. Namun kewajiban pembayaran pajak dan royalti tetap mengacu pada harga patokan yang lebih tinggi.
Sumber:
Artikel Lainnya
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Tayang pada
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Bloomberg Technoz
Tayang pada
5 Proyek Hilirisasi Bukit Asam (PTBA), Tak Cuma DME Batu Bara
Detik Kalimantan
Tayang pada
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
Tribun Kaltim
Tayang pada