Kompas

Tayang pada

3 September 2025 pukul 00.00

Menjemput Peluang Transisi di Tengah Turunnya Batu Bara

EUFORIA produksi batu bara Indonesia tampaknya telah usai. Penurunan permintaan global dan tekanan harga hingga paruh pertama 2025, menjadi sinyal kuat bagi pemerintah dan industri untuk segera bertransformasi.

Selama tiga tahun berturut-turut, produksi batu bara Indonesia mencapai level tertinggi. Tahun lalu, produksi batu bara mencapai 836 juta ton, naik sebesar 48 persen produksi tahun 2020.

Peningkatan produksi ini didorong lonjakan permintaan dan harga batu bara akibat krisis energi. Pemerintah juga turut mendorong ekspansi produksi dengan memberikan kelonggaran perizinan melalui perubahan persetujuan RKAB yang menjadi tiga tahun.

Total rencana produksi yang disetujui tahun ini mencapai 917 juta ton, padahal target produksi nasional hanya 739,67 juta ton.

Selain itu, pemerintah juga menerapkan tarif royalti progresif dan penahanan dana hasil ekspor guna meningkatkan pendapatan negara dari komoditas emas hitam ini.

Dampak dari produksi berlebih

Namun, sebetulnya pendekatan ini cukup berisiko. Alih-alih menggunakan penerimaan dari batu bara untuk memulai transformasi ekonomi, pemerintah malah mengandalkan peningkatan pendapatan negara pada komoditas yang mulai ditinggalkan ini.

Ekspansi yang tidak terkontrol ini dapat menyebabkan produksi berlebih yang berdampak ke permintaan dan harga pasar. Dan berita buruknya, dampak negatif ini sudah mulai terlihat di pada 2025 ini.

Pada paruh pertama tahun 2025, produksi batu bara turun 33 juta ton atau 8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Permintaan batu bara domestik maupun ekspor keduanya mengalami penurunan.

Nilai ekspor batu bara termal bahkan turun lebih dari 21 persen atau sekitar 3,7 miliar dollar AS dibandingkan tahun lalu.

China dan India, dua importir terbesar batu bara Indonesia, memangkas impor masing-masing sebesar 20,9 juta ton dan 5,7 juta ton.

Penurunan impor ini kemungkinan akan berlanjut karena dua negara ini membangun pembangkit energi terbarukan secara agresif serta menjaga pasokan batu bara domestik guna menurunkan impor energi.

Tren penurunan batu bara ini memberikan dampak negatif bagi industri dan pemerintah. Di saat biaya produksi dan setoran ke pemerintah terus meningkat, tekanan harga dan penurunan permintaan akan semakin menggerus margin keuntungan perusahaan-perusahaan batu bara.

Bagi pemerintah, tren ini akan menghambat pencapaian target penerimaan negara dari sektor minerba.

Selain berdampak ke pasar, ekspansi batu bara dalam beberapa tahun terakhir juga meningkatkan emisi metana dari tambang batu bara atau coal mine methane (CMM).

Metana merupakan gas rumah kaca dengan potensi pemanasan hingga 82 kali lebih besar dari karbon dioksida. Tak hanya mempercepat laju perubahan iklim, emisi metana juga dapat menyebabkan gangguan pernapasan hingga penurunan produktivitas pertanian. B

Ironisnya, lonjakan emisi metana dari ekspansi tambang batu bara ini masih belum diperhatikan secara serius oleh pemerintah. Hingga kini, belum ada kewajiban pelaporan ataupun pengukuran secara langsung.

Kajian EMBER dan IEA bahkan menunjukkan bahwa emisi CMM Indonesia dapat mencapai delapan hingga 16 kali lebih tinggi dari yang dilaporkan pemerintah.

Tanpa perbaikan mendasar, dampak signifikan dari industri batu bara ini akan terus terabaikan dan komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim pun akan semakin dipertanyakan.

Peluang diversifikasi melalui energi terbarukan

Beberapa perusahaan tambang batu bara besar mulai menyadari bahwa sektor batu bara telah mulai memasuki masa sunset.

Laporan EMBER dan Energy Shift Institute menunjukkan bahwa beberapa perusahaan, seperti Indika Energy dan Bukit Asam, telah berkomitmen dan mulai diversifikasi ke bisnis rendah emisi, termasuk energi terbarukan.

Potensi bisnis energi terbarukan di Indonesia masih sangat besar. Pemerintah merencanakan pembangunan 42,6 GW pembangkit energi baru terbarukan hingga 2034. Industri manufaktur komponen energi terbarukan juga menjadi peluang investasi menarik untuk mendukung proyek-proyek tersebut.

Sayangnya, pengembangan bisnis energi terbarukan tidak selalu berjalan mulus. Beberapa proyek energi terbarukan yang melibatkan konglomerat energi Indonesia masih mengalami banyak kendala, mulai dari tantangan pembiayaan hingga akuisisi lahan.

Sementara itu, mayoritas proyek energi terbarukan skala besar banyak dikembangkan oleh anak perusahaan PLN yang bekerjasama dengan perusahaan asing melalui skema strategic partnership. Meski kehadiran investor asing penting untuk transfer teknologi, keterlibatan perusahaan-perusahaan nasional juga harus diperkuat supaya Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tapi juga pemain utama.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa pembangunan pembangkit energi baru terbarukan hingga 2034 membutuhkan investasi swasta sebesar Rp 1.341,8 triliun dan harus melibatkan perusahaan-perusahaan nasional.

Hal ini seharusnya menjadi indikasi kuat bagi pelaku industri tambang batu bara untuk segera mengambil bagian dalam sektor energi terbarukan sebagai bagian dari strategi transformasi usaha. Pemerintah harus menyusun strategi yang holistik dalam menyikapi tren penurunan batu bara ini.

Mulai dari penyesuaian produksi batu bara nasional mengikuti permintaan pasar hingga penerapan kriteria yang lebih ketat untuk perizinan perusahaan tambang. Di saat yang sama, pemerintah juga harus membuat iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan energi terbarukan guna memberikan ruang dan peluang transisi bisnis dari sektor ekstraktif. Hal ini meliputi perencanaan yang konsisten, jaminan kepastian bisnis serta dukungan regulasi yang kuat.

Industri batu bara perlu lebih objektif dalam menilai dinamika pasar. Di tengah tren permintaan ekspor yang turun, strategi ekspansi produksi justru berisiko menjadi bumerang bagi kelangsungan usaha. Ke depan, pemerintah juga akan lebih selektif dalam menerbitkan izin baru maupun perpanjangan.

Dalam konteks ini, perusahaan-perusahaan batu bara perlu mulai mengalihkan porsi investasinya ke sektor berkelanjutan yang memiliki prospek jangka panjang, seperti energi terbarukan.

IDX Channel.com

Tayang pada

3 September 2025 pukul 00.00

03/09/25

10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?

CNBC Indonesia

Tayang pada

3 September 2025 pukul 00.00

03/09/25

2 Kabar Baik Hari ini: Harga Batu bara Naik, China Balik ke RI Lagi

CNBC Indonesia

Tayang pada

3 September 2025 pukul 00.00

03/09/25

4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME

Bloomberg Technoz

Tayang pada

3 September 2025 pukul 00.00

03/09/25

5 Proyek Hilirisasi Bukit Asam (PTBA), Tak Cuma DME Batu Bara

Detik Kalimantan

Tayang pada

3 September 2025 pukul 00.00

03/09/25

7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh