Warta Ekonomi

Tayang pada

21 November 2025 pukul 00.00

Korsel Hengkang dari Energi Kotor, Pasar Batu Bara RI Kian Menyusut

Warta Ekonomi, Jakarta - Keputusan Korea Selatan keluar dari penggunaan batu bara dan bergabung dengan Powering Past Coal Alliance (PPCA) pada Konferensi Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belem, Brasil, memunculkan ancaman baru bagi Indonesia dan negara-negara Asia lain yang masih bergantung pada komoditas tersebut.

Komitmen itu menempatkan Korea Selatan pada jalur penghentian operasional 41,2 gigawatt (GW) kapasitas PLTU batu bara, yang selama ini menyumbang sekitar 60% emisi sektor ketenagalistrikannya atau setara 156 MtCO2e.

Korea Selatan menargetkan peningkatan porsi energi surya dan angin sebesar 21,6% pada 2030. Negara itu juga berkomitmen menghentikan operasional 40 dari 62 unit PLTU paling lambat pada 2040, sementara 22 unit lainnya menunggu penilaian ekonomi dan diskusi publik yang dijadwalkan pada 2026.

Direktur Pelaksana Energy Shift Institute (ESI), Putra Adhiguna, menilai komitmen tersebut memberi sinyal penting bagi Asia.

“Sebagai kekuatan industri utama di Asia, meningkatnya komitmen Korea Selatan memberikan sinyal yang jelas bagi kawasan ini. Dengan peningkatan pembangkitan energi bersih sebesar 8% dan penurunan output listrik batu bara, pemasok batu bara seperti Indonesia dan Australia yang sudah menghadapi impor batu bara China yang menurun- harus mempertimbangkan dengan matang ketergantungan mereka pada komoditas tersebut seiring dengan percepatan transisi energi,” ujar Putra dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (20/11/2025).

Korea Selatan tercatat sebagai negara dengan kapasitas PLTU batu bara terbesar ketujuh di dunia dan sebagian besar pasokan batubaranya berasal dari impor. Bagi Indonesia, Korea Selatan merupakan salah satu dari lima besar negara tujuan ekspor batu bara dan menjadi pasar utama batu bara termal.

Keanggotaan Korea Selatan di PPCA diperkirakan menurunkan permintaan batu bara termal sekitar 25 juta ton. Merujuk data Kpler, negara tersebut diperkirakan mengimpor lebih dari 22 juta ton batu bara dengan nilai USD 1,7 miliar per tahun.

Penurunan permintaan batu bara dari Korea Selatan berpotensi menggerus pendapatan eksportir dan menekan daerah penghasil batu bara di Indonesia yang selama ini mengandalkan komoditas tersebut untuk pendapatan daerah.

Kebijakan energi Korea Selatan juga menciptakan tekanan tambahan bagi industri batu bara domestik yang bergantung pada pasar ekspor. Penurunan permintaan jangka panjang dari negara maju dinilai mengubah peta risiko bisnis perusahaan batu bara nasional.

Policy Strategist Coordinator CERAH, Dwi Wulan Ramadani, mengatakan keputusan Korea Selatan menjadi momentum penting bagi arah bisnis batu bara Indonesia.

“Bergabungnya Korea Selatan dengan PPCA menjadi sinyal kuat bahwa era batu bara global mulai memasuki fase akhir, hal ini akan menjadi titik balik bagi arah bisnis batu bara Indonesia," ujar Dwi.

Dwi mengatakan, Korea yang merupakan konsumen batu bara terbesar ke-7 dunia sekaligus pasar ekspor utama Indonesia selain China dan India.

"Ketika negara seperti Korea Selatan mulai menargetkan penghentian PLTU batu bara, perusahaan batu bara nasional harus bersiap menghadapi penurunan permintaan struktural dari pasar internasional,” ujarnya.

Dampak keputusan Korea Selatan juga dirasakan negara ASEAN lain seperti Vietnam dan Filipina. Negara-negara tersebut masih bergantung pada batu bara serta investasi teknologi pembangkit dari Korea Selatan. Investor dari negara itu diperkirakan menarik diri dari proyek PLTU baru dan mengalihkan investasi ke energi terbarukan.

Pendiri dan Direktur Pelaksana Asia Research & Engagement (ARE), Ben McCarron, menilai langkah Korea Selatan menentukan arah masa depan energi Asia.

“Hal ini juga menunjukkan kekuatan koalisi karena delapan yurisdiksi sub-nasional di Korea Selatan telah menjadi bagian dari Aliansi. Ini bukan sekadar janji iklim, ini adalah sinyal ekonomi. Korea Selatan menunjukkan bahwa penghentian penggunaan batu bara secara bertahap merupakan bagian dari upaya untuk tetap kompetitif, dan hal ini meningkatkan standar bagi pemerintah Asia lainnya untuk mengikutinya,” katanya.

Dwi menilai penurunan konsumsi batu bara dari negara maju dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk mempercepat transisi energi melalui mekanisme pembiayaan seperti Energy Transition Mechanism (ETM) dan Just Energy Transition Partnership (JETP).

Ia menilai kondisi ini dapat menarik investasi ke energi terbarukan dan infrastruktur transmisi hijau, sekaligus memperkuat urgensi diversifikasi ekonomi di daerah tambang.

Bisnis Indonesia

Tayang pada

21 November 2025 pukul 00.00

21/11/25

10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi

IDX Channel.com

Tayang pada

21 November 2025 pukul 00.00

21/11/25

10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?

Kontan

Tayang pada

21 November 2025 pukul 00.00

21/11/25

190 IUP Ditangguhkan ESDM: IMA, APBI, dan APNI Pastikan Anggotanya Aman

CNBC Indonesia

Tayang pada

21 November 2025 pukul 00.00

21/11/25

190 Izin Tambang Ditangguhkan, Dirjen Minerba Beberkan Alasannya

CNBC Indonesia

Tayang pada

21 November 2025 pukul 00.00

21/11/25

2 Kabar Baik Hari ini: Harga Batu bara Naik, China Balik ke RI Lagi

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh