Bisnis Indonesia
Tayang pada
26 November 2025 pukul 00.00
Kolombia dan Belanda akan Jadi Tuan Rumah Konferensi Transisi Energi Pertama
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Kolombia dan Belanda akan menjadi tuan rumah bersama untuk First International Conference on the Just Transition Away from Fossil Fuels, sebuah konferensi internasional perdana yang secara khusus membahas transisi berkeadilan dari bahan bakar fosil. Keputusan ini dicapai seiring dengan absennya penyebutan secara eksplisit transisi energi dari fosil dalam kesepakatan akhir COP30 di Belem, Brasil.
Konferensi tersebut rencananya akan berlangsung pada 28–29 April 2026 di kota pelabuhan Santa Marta, Kolombia. Lokasi ini memainkan peran penting dalam perdagangan batu bara, salah satu komoditas dengan jejak emisi karbon tinggi.
“COP ini tidak bisa berakhir tanpa peta jalan yang jelas dalam mengakhiri pemakaian bahan bakar fosil secara global,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Kolombia, Irene Vélez Torres, dikutip dari siaran pers, Selasa (25/11/2025).
Irene menyampaikan undangan kepada negara-negara, aktor-aktor subnasional, kelompok Masyarakat Adat, serta organisasi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam agenda transisi menuju energi bersih.
Ia menegaskan bahwa konferensi ini akan menjadi platform lintas-pemerintahan dan multisektoral yang melengkapi proses di bawah UNFCCC, dengan mandat untuk mengidentifikasi jalur hukum, ekonomi, dan sosial yang diperlukan untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap.
Konferensi ini diharapkan memperkuat kerja sama internasional dalam mengakhiri ketergantungan pada ekstraksi bahan bakar fosil, sehingga selaras dengan tujuan Perjanjian Paris dan sejalan dengan Advisory Opinion yang baru-baru ini diterbitkan Mahkamah Internasional (ICJ). Opini tersebut menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban hukum untuk melindungi iklim, termasuk dengan mengatasi produksi, perizinan, dan subsidi bahan bakar fosil.
Pemilihan Santa Marta sebagai lokasi konferensi, yang merupakan kota pelabuhan batu bara terbesar Kolombia, menandakan pesan kuat, yakni negara-negara yang bergantung pada minyak, gas, dan batu bara ingin mengakhiri ketergantungannya, tetapi transisi yang adil hanya dapat tercapai melalui kerja sama internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya agar tidak ada pihak yang tertinggal.
“Kami menyambut konferensi bersejarah ini sebagai langkah penting awal dari proses yang mendesak dan berkelanjutan. Untuk memastikan momentum terus berjalan, Vanuatu berkomitmen menjajaki peluang menjadi tuan rumah pertemuan lanjutan bersama negara-negara Pasifik lainnya,” kata Menteri Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan dan Penanggulangan Bencana Vanuatu, Ralph Regenvanu.
Menteri Perubahan Iklim Tuvalu, Maina Talia, menambahkan bahwa bagi negaranya, yang menghadapi ancaman eksistensial akibat kenaikan permukaan laut, konferensi tersebut menjadi ruang penting untuk mendorong perjanjian global yang secara mengikat mengatur penghentian bahan bakar fosil.
“Setiap transisi harus berakar pada keadilan, memastikan negara-negara rentan dapat beradaptasi dan tetap bertahan,” ujarnya.
Pengumuman ini dibarengi dengan peluncuran Belém Declaration on the Just Transition Away from Fossil Fuels yang didukung oleh 24 negara. Deklarasi tersebut menjadi kontribusi langsung terhadap seruan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva untuk menyusun peta jalan global transisi energi, sembari menetapkan tingkat ambisi minimum yang harus menjadi dasar bagi setiap rencana transisi yang adil dan setara.
Negara-negara yang mendukung deklarasi ialah Australia, Austria, Belgia, Kamboja, Chile, Kolombia, Kosta Rika, Denmark, Fiji, Finlandia, Irlandia, Jamaika, Kenya, Luksemburg, Kepulauan Marshall, Meksiko, Mikronesia, Nepal, Belanda, Panama, Spanyol, Slovenia, Vanuatu, dan Tuvalu.
Gagasan konferensi global ini merujuk pada pengalaman sejumlah pertemuan diplomatik sebelumnya yang berhasil memobilisasi kerja sama internasional menghadapi ancaman global, mulai dari Konferensi Ottawa tentang ranjau darat, Konferensi Oslo mengenai amunisi tandan, hingga rangkaian konferensi Humanitarian Initiative yang menghasilkan larangan senjata nuklir melalui Majelis Umum PBB.
Pengumuman ini datang pada saat yang genting. Proyeksi pemerintah berbagai negara menunjukkan bahwa produksi bahan bakar fosil global pada 2030 akan melampaui batas yang selaras dengan Perjanjian Paris lebih dari 120%.
Pada 2050, produksi diperkirakan 4,5 kali lebih tinggi dari tingkat yang sejalan dengan pembatasan kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius (°C). Kondisi ini menegaskan urgensi upaya global yang terkoordinasi untuk menghentikan penggunaan batu bara, minyak, dan gas.
Di sisi lain, momentum menuju masa depan bebas fosil makin kuat. Kamboja menjadi negara ke-18 yang mendukung pembentukan Fossil Fuel Treaty selama COP30, bergabung dengan koalisi global yang kini meliputi 140 kota dan pemerintahan subnasional, WHO, Parlemen Eropa, lebih dari 4.000 organisasi masyarakat sipil, lebih dari 3.000 ilmuwan dan akademisi, 101 peraih Nobel, lebih dari 900 anggota parlemen di berbagai negara, serta sejumlah pelaku usaha.
Sumber:
Artikel Lainnya
Liputan 6
Tayang pada
1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam
Bisnis Indonesia
Tayang pada
10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
METRO
Tayang pada
10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia
CNBC Indonesia
Tayang pada