Kompas
Tayang pada
6 Mei 2025 pukul 00.00
Investasi Masih Jadi Tantangan Pengembangan Hilirisasi Batubara di Indonesia
JAKARTA, KOMPAS —Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan perkembangan program hilirisasi batubara kepada pelaku usaha tambang milik negara, PT Bukit Asam Persero Tbk. Beragam teknologi dan produk tengah mereka eksplorasi, tetapi investasi masih jadi tantangan.
Pada Senin (5/5/2025), DPR mengadakan rapat dengar pendapat dengan Direktur Utama PT Bukit Asam Persero Tbk untuk membahas strategi hilirisasi batubara.
Ketua Komisi XII DPR Bambang Patijaya mengungkapkan, rapat itu dilatarbelakangi beberapa proyek hilirisasi batubara yang belum terlalu berkembang, salah satunya proyek gasifikasi batubara.
Beberapa waktu lalu, Komisi XII bertemu dengan perusahaan dari China dan hasilnya sangat mengejutkan. Perusahaan di China ternyata sudah melakukan hilirisasi batubara, termasuk melaksanakan gasifikasi, sejak 15 tahun lalu.
”Itu hanya salah satu perusahaan yang berkembang di salah satu provinsi di China. Sementara kita sampai hari ini masih saja berdiskusi tentang bagaimana teknologinya dan (komoditas) apa yang akan dihilirisasi,” ucap Bambang.
Batubara merupakan salah satu dari 28 komoditas yang ditetapkan pemerintah sebagai komoditas strategis untuk hilirisasi. Hal ini guna menambah nilai batubara di dalam negeri dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka panjang.
Atas target tersebut, DPR hendak mendengarkan perkembangan usaha hilirisasi yang dikerjakan Bukit Asam serta kebutuhan perseroan untuk mempercepat usaha tersebut.
Menjajaki investor potensial
Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail pada kesempatan yang sama menyampaikan, perseroan telah bekerja sama dengan banyak pihak untuk mengembangkan hilirisasi batubara. Ada tiga jalur utama hilirisasi yang dilakukan, yaitu gasifikasi, karbonisasi, dan ekstraksi.
Saat ini, Bukit Asam telah menjalin kerja sama dengan sejumlah institusi pendidikan tinggi ternama di dalam negeri, seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Pembangunan Nasional (UPN), Universitas Padjadjaran (Unpad), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kerja sama dilakukan dalam rangka riset bersama dan pengembangan teknologi.
”Selain itu, kami juga melakukan kerja sama penelitian dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN serta membuka kemitraan dengan perusahaan nasional seperti Pertamina dengan anak usahanya, PT Perusahaan Gas Negara (PGN), maupun mitra luar negeri yang berasal dari sejumlah negara,” tuturnya.
Sebagai contoh, dalam ranah gasifikasi batubara atau pemrosesan batubara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai alternatif pengganti elpiji, perseroan juga bekerja sama dengan beberapa perusahaan dalam proyek bernilai 2,1 miliar dollar AS di kawasan Proyek Strategis Nasional di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, sejak 2020.
Perusahaan yang awalnya terlibat adalah PGN dan Air Products and Chemicals Inc. Namun, Air Products and Chemicals Inc, perusahaan asal Amerika Serikat, telah mengundurkan diri sebagai investor pada Februari 2023. Padahal, proyek itu ditargetkan memanfaatkan sekitar 6 juta ton batubara per tahun dengan target produksi 1,4 juta ton DME per tahun.
”PT Bukit Asam tetap secara aktif melakukan penjajakan dengan sejumlah calon mitra potensial, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk perusahaan-perusahaan asal China,” katanya.
Sementara itu, Bukit Asam dan PGN kini menyiapkan proyek gasifikasi batubara berkalori rendah menjadi substitute natural gas (SNG) atau gas alam sintetis. Arsal mengatakan, proyek ini bertujuan untuk mencari alternatif solusi kebutuhan gas nasional dan dapat menambah diversifikasi portofolio energi gas nasional.
Proyek SNG akan memanfaatkan 8,4 juta ton batubara dengan potensi volume SGN yang dihasilkan sebesar 240 billion british thermal unit per day (BBTUD) atau sekitar 1,6 juta ton per tahun.
Dalam waktu dekat, perseroan juga akan merampungkan studi kelayakan guna mengevaluasi aspek teknis, keekonomian, serta formulasi harga yang kompetitif berdasarkan kajian sementara pada 2024.
Namun, untuk mendukung proyek tersebut, investasi besar diperlukan. ”Berdasarkan kajian awal bersama PGN, estimasi kebutuhan investasi proyek ini adalah sebesar 3,2 miliar dollar AS,” kata Arsal.
Selain investasi, Arsal mengatakan, perseroan juga membutuhkan percepatan persetujuan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Enim. Harapannya, proyek-proyek hilirisasi bisa mendapat insentif yang mendorong kelayakan investasi dan percepatan pembangunan.
Ia juga memohon adanya kepastian hukum atas izin usaha pembangunan (IUP) serta rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) selama masa proyek guna menjamin kontinuitas pasokan bahan baku batubara bagi investor dan mitra teknologi dalam jangka panjang.
”Pemberian insentif fiskal, pembiayaan, dan bentuk dukungan lainnya untuk meningkatkan kelayakan finansial proyek juga diperlukan. Terlebih, PTBA merupakan perusahaan terbuka dan berkewajiban memberikan nilai tambah bagi seluruh pemegang saham,” ujarnya.
Perseroan juga meminta kajian menyeluruh terhadap produk hilirisasi yang paling mudah diwujudkan dengan mempertimbangkan aspek pasar, keekonomian, kesiapan teknologi, dan infrastruktur sebelum ditetapkan sebagai proyek prioritas nasional.
Sumber:
Artikel Lainnya
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Tayang pada
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
CNBC Indonesia
Tayang pada
Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega
Bloomberg Technoz
Tayang pada
Ada Donald Trump di Balik Kenaikan Harga Batu Bara
Kontan
Tayang pada