Bloomberg Technoz
Tayang pada
16 Desember 2025 pukul 00.00
Ditjen Pajak Libatkan BIN Kejar Setoran Pajak Minerba
Bloomberg Technoz, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) Bimo Wijayanto mengklaim sedang intens diskusi dengan Badan Intelijen Negara (BIN) terkait potensi pengamanan optimalisasi penerimaan negara di sektor mineral dan batu bara (minerba).
Bimo mengklaim, meski saat ini penerimaan negara di sektor minerba berkontribusi mencapai Rp2.026 triliun atau sekitar 9,2% terhadap produk domestik bruto (PDB), angka ini masih belum cukup optimal dari potensi nilai tambah yang dinilai jauh lebih besar.
"Dengan Dirjen Minerba [Kementerian ESDM] dan Deputi Ekonomi BIN, kami sedang berdiskusi, ada perintah informal dulu bagaimana kita bisa men-secure lebih banyak value added (nilai tambah)," kata Bimo dalam diskusi publik bertajuk 'Meneropong Tax Gap & Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba' secara daring, dikutip Senin (15/12/2025).
Bimo mengatakan, aktivitas ekonomi dari sektor pertambangan tersebut sedianya juga memiliki efek pengganda lain seperti layanan logistik hingga jasa keuangan yang turut mendukung bisnis sektor tersebut.
Apalagi, kata Bimo, salah satu subsektor yang tengah disoroti adalah nikel. Komoditas mineral yang memiliki cadangan terbesar di dalam negeri itu disebutnya memiliki multipllier efek yang paling besar ketimbang subsektor lain.
"Mungkin selama ini, entah apakah kita ini abai atau sedikit lalai menafikan jati diri ekonomi Indonesia yang diatur di Pasal 33 UUD 1945, yang memang pengelolaan kekayaan alam itu tujuan utama sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Itu peran negara yang memang dominan," tutur dia.
Namun, bima menggarisbawahi jika biaya produksi nikel, termasuk pengolahannya di Indonesia menjadi paling yang sangat ekonomis. Tetapi, kata dia, proses itu kerap menuai permasalahan maupun hambatan dari sisi birokrasi.
Bimo lantas mencontohkan, hambatan itu meliputi banyaknya perizinan yang berbiaya tinggi, berbelit dan harus 'mengetuk jendela' di lingkungan pemerintahan yang tidak sedikit.
"Kita buka-bukaan aja. Ekonomi biaya tinggi, perizinan biaya tinggi. Mau ada inisiasi DPMPTSP [Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu] ternyata harus masuk jendela-jendela [lain]," tutur dia.
"Harus mengetuk 'jendelanya buka, dong'. Harus ada pelancar-lancar, pelicin-pelicin di jendela itu, mau di Kabupaten/Kota, Provinsi, Kementerian."
Belakangan, Pemerintah memang tengah merencanakan tarif tambahan khusus untuk komoditas minerba, terkhusus batu bara lewat pengenaan bea keluar sebagai upaya dongkrak penerimaan negara.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pengenaan bea keluar direncanakan akan berkisar antara 1% hingga 5%.
Purbaya juga turut menjelaskan sejumlah alasan terkait rencana penerapan bea keluar bagi komoditas mineral tersebut.
Tujuan tersebut, kata dia, tak lain berdasarkan Undang-undang Nomor 17/2006 tentang Kepabeanan. Dalam beleid itu, pengenaan bea keluar diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara hingga melindungi industri dalam negeri.
“Bea Keluar bertujuan antara lain untuk menjaga ketersediaan supply di dalam negeri dan atau menstabilkan harga komoditas,” jelas Purbaya dalam rapat bersama Komisi XI DPR.
“Penerimaan bea keluar dipengaruhi oleh volume produksi komoditas, terutama harga komoditas,” tutur dia.
Sumber:
Artikel Lainnya
Liputan 6
Tayang pada
1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam
Bisnis Indonesia
Tayang pada
10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
METRO
Tayang pada
10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia
CNBC Indonesia
Tayang pada