Kontan
Tayang pada
17 April 2025 pukul 00.00
Bukit Asam (PTBA) Perlu Konsorsium untuk Kembangkan Hilirisasi Batubara Jadi DME
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beban PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dinilai akan semakin bertambah usai pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melalui Danantara membidik target hilirisasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi Liquefied Petroleum Gas (LPG). Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) pengembangan DME membutuhkan investasi besar dan teknologi tinggi. "Pengembangan DME di PTBA akan menjadi beban tersendiri bagi PTBA, untuk pengembangan DME membutuhkan investasi besar dan teknologi tinggi, selain itu juga perlu dipastikan offtaker-nya," ungkap Bisman, Rabu (16/04). Lebih lanjut, Bisman mengatakan perlu stimulus lebih dari sekedar pendanaan dari Danantara untuk membuat target hilirisasi ini tercapai. Indonesia menurutnya masih memerlukan dukungan dari negara lain.
"Cukup berat dan berisiko jika mengandalkan stimulus Danantara, perlu dukungan dan kerja sama dengan pihak lain," kata dia. Pembentukan Konsorsium Seperti dengan Air Product and Chemicals Disisi lain, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengungkap bahwa sebelum melakukan hilirisasi DME, perlu dilakukan pembentukan konsorsium terlebih dahulu, termasuk untuk menentukan pihak yang akan menyerap DME. "Ya, lebih pada pembentukan konsorsium dari PTBA, kemudian Pertamina sebagai offtaker, kemudian sebenarnya masih ada potensi juga untuk menawarkan kembali kepada Air Products," kata dia. Selain konsorsium, Fahmy menyebut harga bahan baku yaitu batubara juga harus dipertimbangkan untuk mencapai nilai keekonomian. Menurutnya, jika mengikuti harga batubara global maka harga akhir dari DME akan sangat fluktuatif. Fahmy menyarankan agar pemerintah dapat menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap volume dan harga batubara yang akan diolah. "Ada semacam seperti DMO. Misalnya hanya 20% dari produksi batubara yang digunakan, harganya sesuai dengan yang telah ditetapkan gitu ya," kata dia.
Ini mencontoh penerapan DMO batubara untuk PLN yang harganya tidak mengikuti harga global yaitu sebesar US$ 70 per ton. Lebih detail, Fahmy bilang Pertamina harus dipastikan dapat menyerap gas DME dan menyalurkannya sebagai substitusi khususnya LPG 3 kg. "Karena dalam LPG kan impor kontennya tinggi, kemudian servis kontennya juga tinggi. Nah, saya kira Pertamina itu yang berkepentingan untuk mencari ganti dari LPG," jelasnya. Sebelumnya dalam catatan Kontan, Bukit Asam (PTBA) mengonfirmasi bakal mengikuti arahan pemerintah untuk tetap melanjutkan proyek gasifikasi batubara menjadi DME, guna mengurangi ketergantungan impor LPG. Direktur Utama PTBA Arsal Ismail menyampaikan jika manfaat dari gasifikasi batubara menjadi DME begitu besar dan melebihi risiko yang ada, maka proyek ini tetap harus berjalan. Meski begitu, Arsal mengatakan pihak keekonomian DME perlu dihitung kembali dan kepastian mencari kepastian untuk menentukan offtaker. “Tinggal nilai keekonomiannya yang kami bicarakan detail dengan pemerintah, termasuk offtaker-nya,” tuturnya.
Sumber:
Artikel Lainnya
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Tayang pada
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Ekonomi
Tayang pada
Adaro, Arutmin Cs Segera Dikenai Tarif Baru Royalti Batu Bara, Ini Besarannya
Warta Ekonomi
Tayang pada
APBI Nilai Kebijakan Batu Bara Trump Tak Ganggu Ekspor Indonesia
Majalah Tambang
Tayang pada