KOMPAS

Tayang pada

31 Desember 2025 pukul 00.00

Bea Keluar Dinilai Strategis untuk Disiplin Ekspor Batu Bara

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia masih menjadi pemasok batu bara terbesar di dunia dengan volume ekspor kumulatif mencapai 1,8 miliar ton sepanjang 2020 hingga 2024. Namun, di balik dominasi tersebut, riset terbaru mengungkap persoalan serius dalam tata kelola perdagangan komoditas ini.

NEXT Indonesia Center menemukan praktik manipulasi data perdagangan atau trade misinvoicing yang dinilai telah berlangsung sistematis dan berdampak signifikan terhadap potensi penerimaan negara.

“Praktik misinvoicing ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan sebuah skema manipulatif terencana yang menggerus potensi penerimaan negara,” ujar Senior Analyst NEXT Indonesia Center, Sandy Pramuji, dalam keterangan tertulis, Selasa (30/12/2025).

Hasil analisis lembaga riset tersebut menunjukkan, negara tujuan ekspor utama menjadi titik rawan praktik misinvoicing.

India, salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, teridentifikasi sebagai negara dengan tingkat manipulasi tertinggi dalam perdagangan batu bara.

“Dalam dua dekade terakhir (2005–2024), akumulasi manipulasi faktur ekspor batu bara Indonesia ke India mencapai angka fantastis, yakni 9,7 miliar dollar AS,” kata Sandy.

Menurut dia, besarnya nilai misinvoicing ekspor batu bara ke India dipicu oleh tiga faktor utama. Pertama, volume pengiriman yang sangat besar.

Kedua, fleksibilitas berlebih dalam penentuan spesifikasi kualitas serta kontrak. Ketiga, lemahnya integrasi pengawasan antara rantai produksi dan ekspor.

“Celah ini memungkinkan eksportir batu bara secara sepihak menekan nilai invoice dengan alasan rendahnya kualitas kalori, padahal harga riil yang berlaku di pasar tujuan jauh lebih tinggi. Tanpa mekanisme pengujian kualitas yang ketat dan real-time, otoritas kepabeanan kita sepertinya akan terus terjebak dalam kesulitan untuk memverifikasi nilai ekspor yang sebenarnya,” tegas Sandy.

Praktik misinvoicing dalam bentuk under-invoicing, yakni nilai ekspor yang dilaporkan lebih kecil dari nilai transaksi sesungguhnya, disebut telah terjadi sejak lama.

Fenomena ini semakin menonjol ketika harga batu bara dunia melonjak tajam. Pada 2008, saat harga batu bara berada di kisaran 180 sampai 190 dollar AS per ton, nilai under-invoicing ekspor tercatat mencapai sekitar 4,9 miliar dollar AS.

Instrumen ganda bea ekspor batu bara

NEXT Indonesia Center menilai praktik misinvoicing tidak muncul secara tiba-tiba di pelabuhan, melainkan berakar dari persoalan pencatatan yang tidak rapi dari hulu hingga hilir.

Masalah tersebut mencakup data produksi, kualitas batu bara, distribusi, hingga pelaporan nilai ekspor.

Kondisi ini diperparah oleh ketidaksinkronan data ekspor batu bara antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Sandy menjelaskan, perbedaan metodologi pencatatan menjadi salah satu sumber celah manipulasi.

“Ketidaksinkronan ini terjadi karena BPS hanya mencatat data kode HS 2701 (batu bara), sementara Kementerian ESDM menjumlahkannya dengan kode HS 2702 (lignit). Celah pencatatan inilah yang dimanfaatkan untuk menyamarkan nilai ekspor yang sebenarnya,” ujarnya.

Dalam konteks tersebut, rencana pemerintah untuk mengenakan kembali bea ekspor batu bara pada 2026 dinilai dapat memiliki manfaat ganda.

Selain berfungsi memperkuat basis penerimaan negara, kebijakan ini juga dipandang sebagai instrumen untuk meningkatkan disiplin fiskal dan tata kelola perdagangan.

“Bea ekspor batu bara akan memaksa terjadinya sinkronisasi data dan menjadi alat cross-check yang ketat antara volume produksi, penjualan, dan ekspor guna menutup celah manipulasi nilai di masa depan,” kata Sandy.

Ia menambahkan, pengenaan bea keluar perlu dibarengi dengan penguatan integrasi data lintas kementerian dan lembaga.

Penyelarasan pencatatan antara Kementerian ESDM, BPS, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta sistem perdagangan internasional dinilai krusial untuk menekan praktik misinvoicing.

“Jika tidak dibenahi secara menyeluruh, misinvoicing akan terus menjadi momok dalam ekspor batu bara Indonesia yang akan menggerus penerimaan negara serta merusak kredibilitas data perdagangan,” tutur Sandy.

Menurut dia, tanpa reformasi tata kelola yang kuat, posisi Indonesia sebagai eksportir batu bara terbesar dunia berisiko terus dimanfaatkan oleh praktik “akal-akalan” yang merugikan pengelolaan sumber daya alam nasional.

Liputan 6

Tayang pada

31 Desember 2025 pukul 00.00

31/12/25

1,76 Juta Metrik Ton Batu Bara Disebar ke 4 PLTU Jaga Listrik di Jawa Tak Padam

Bisnis Indonesia

Tayang pada

31 Desember 2025 pukul 00.00

31/12/25

10 dari 190 Izin Tambang yang Dibekukan Sudah Bayar Jaminan Reklamasi

IDX Channel.com

Tayang pada

31 Desember 2025 pukul 00.00

31/12/25

10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?

METRO

Tayang pada

31 Desember 2025 pukul 00.00

31/12/25

10 Negara Pengguna Bahan Bakar Fosil Terbesar di Dunia

CNBC Indonesia

Tayang pada

31 Desember 2025 pukul 00.00

31/12/25

10 Perusahaan Tambang RI Paling Tajir Melintir, Cuannya Gak Masuk Akal

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh