Majalah Tambang
Tayang pada
1 Oktober 2025 pukul 00.00
Australia Tertekan Biaya Produksi, Mongolia Geser Dominasi Ekspor Batu Bara ke China
Jakarta, TAMBANG – Industri batu bara global tengah menghadapi dinamika besar. Di Australia, biaya pembiayaan proyek melalui sumber keuangan alternatif seperti anggaran pribadi semakin meningkat. Instrumen ini sempat mendominasi sejumlah transaksi merger dan akuisisi, namun dengan konsekuensi biaya yang jauh lebih tinggi.
Hal ini disampaikan CEO Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA ) Australia, Amandine Denis-Ryan dalam CT Asia 2025 di Badung, Bali, Selasa 23 September.
“Tekanan biaya juga datang dari kebijakan yang semakin ketat, membuat risiko proyek bertambah, sementara jumlah dan volume proyek cenderung menurun,” ungkap Denis dikutip Selasa (30/9).
Dari sisi pasar, imbuh Denis, tren konsumsi juga berubah. Jepang dan Korea sebagai pasar tradisional dengan harga tinggi mulai menurun permintaannya. Sebaliknya, Tiongkok mendorong pergeseran ke batu bara berbiaya rendah. Kata dia, Studi Wood Mackenzie bahkan menunjukkan proyek berbiaya rendah tidak membutuhkan tambahan modal besar, sehingga pasarnya tetap kuat dan kompetitif.
Kondisi ini memperberat posisi Australia yang sebelumnya menjadi pemasok utama Tiongkok. Pada 2020, Australia menguasai hampir 50% pangsa impor batu bara metalurgi Tiongkok, kini tinggal 8%.
“Posisi tersebut digantikan Mongolia yang agresif meningkatkan ekspor. Vietnam juga mulai membangun rantai pasok melalui Laos dengan sistem konveyor untuk menekan biaya transportasi,” imbuh Denis.
Di dalam negeri, industri tambang Australia juga menghadapi lonjakan biaya produksi hingga 50% pada periode 2021–2023, terutama akibat kenaikan upah tenaga kerja, biaya logistik, cuaca ekstrem, serta regulasi lingkungan.
Perusahaan tambang merespons kondisi ini dengan dua strategi utama yiatu sebagian tetap ekspansi, sementara sebagian lain memilih diversifikasi ke sektor energi alternatif maupun teknologi energi baru.
“Meski tekanan kompetisi makin kuat, analis menilai masih ada peluang. Bagi pemasok domestik dan lokal, momentum ini bisa menjadi alternatif pasar. Sedangkan bagi pemain ekspor, strategi pengelolaan aset dan efisiensi biaya menjadi kunci agar tetap relevan dalam peta persaingan global,” pungkasnya.
Sumber:
Artikel Lainnya
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Tayang pada
2 Kabar Baik Hari ini: Harga Batu bara Naik, China Balik ke RI Lagi
CNBC Indonesia
Tayang pada
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Bloomberg Technoz
Tayang pada
5 Proyek Hilirisasi Bukit Asam (PTBA), Tak Cuma DME Batu Bara
Detik Kalimantan
Tayang pada