Tempo

Tayang pada

20 Mei 2025 pukul 00.00

Aturan Baru Pensiun Dini PLTU: Setengah Hati Transisi Energi

TITIK terang ihwal rencana transisi energi muncul dalam rapat Dewan Perwakilan 1 Rakyat dengan petinggi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN pada Rabu, 14 Mei 2025. Di hadapan Komisi XII DPR yang membidangi energi, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan perseroan masih akan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara seiring dengan pembangunan pembangkit listrik dari energi terbarukan.

Menurut Darmawan, PLN tidak menempuh strategi "coal phase-out", tapi "coal phase-down". Coal phase-out adalah penghentian penggunaan PLTU batu bara, sementara coal phase-down adalah upaya mengurangi penggunaan batu bara sebagai sumber energi primer ketenagalistrikan secara bertahap. "Nanti akan dijahit antara pembangkit energi fosil dan penambahan pembangkit energi baru terbarukan yang bersifat intermiten," katanya. Pembangkit listrik intermiten adalah pembangkit yang pemasokan dayanya tidak tersedia terus-menerus.

Darmawan mengatakan PLN memilih coal phase-down demi mewujudkan ketahanan energi yang berasal dari sumber daya di dalam negeri, seperti batu bara dan gas alam. Menurut dia, hal ini sudah masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik 2025-2034. Untuk mewujudkan ketahanan energi, dia menambahkan, diperlukan peralihan sumber energi primer dari yang berbasis impor seperti bahan bakar minyak ke sumber daya dari dalam negeri.

Rencana yang disampaikan Darmawan sejalan dengan Peta Jalan Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Selasa, 15 April 2025. Peta jalan ini kemudian dikukuhkan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025. Dalam peta jalan tersebut, pemerintah masih akan mengoperasikan PLTU batu bara hingga pada 2060 dengan kapasitas 54 gigawatt atau 12,2 persen dari total pembangkit listrik yang saat itu beroperasi. Padahal tahun tersebut seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia memasuki fase nol emisi karbon, yang berarti PLTU batu bara tinggal nama.

Berbeda dengan saat ini, ketika PLTU hanya memakai batu bara sebagai energi primer, pada 2060 banyak pembangkit yang akan menggunakan bahan bakar biomassa. Demi menekan emisi karbon dari pembangkit tersebut, operatornya memakai teknologi carbon capture and storage yang dapat menangkap karbon dioksida dan menyimpannya di bawah tanah. Jika strategi ini sukses, PLTU bisa beroperasi dengan nol emisi.

Selain mencakup strategi tersebut, peta jalan yang disusun pemerintah menyinggung rencana pensiun dini PLTU batu bara. Hingga saat ini proyek pensiun dini PLTU tak berjalan karena belum ada aturan dan sumber dana yang mencukupi. Penghentian operasi PLTU sebelum usia pakainya berakhir memerlukan investasi tambahan, antara lain untuk membayar kompensasi kepada pemilik pembangkit sekaligus mengurangi potensi kerugian pendapatannya.

Dalam peta jalan tersebut tercatat pemerintah akan menugasi PLN mengkaji proyek pensiun dini PLTU. Artinya, proyek ini hanya akan berjalan tatkala PLN siap dan mendapat penugasan dari pemerintah. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan saat ini belum ada penugasan dari pemerintah kepada PLN untuk mengkaji PLTU mana saja yang akan pensiun dini. "Belum ada keputusan menteri soal itu," tuturnya pada Selasa, 13 Mei 2025. Walhasil, proyek ini belum akan berjalan dalam waktu dekat.

Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo mengatakan sikap perseroan sejak awal sudah jelas: pensiun dini PLTU tidak boleh merugikan sistem kelistrikan. Artinya, dia menerangkan, harus tersedia pembangkit pengganti dengan kapasitas lebih besar ketika ada PLTU yang berhenti beroperasi. Transisi ini juga tak boleh membuat biaya pokok penyediaan listrik naik karena akan berdampak pada tarif hingga subsidi yang ditanggung pemerintah.

Menurut Hartanto, peta jalan yang sudah terbit mengatur pensiun dini PLTU hanya bisa dilakukan jika sudah ada pendanaan. "Ini diskusi panjang antara Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan PLN. Titik ini akhirnya yang kami sepakati," ucapnya pada Jumat, 16 Mei 2025.

Dalam peta jalan atau Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025, tercatat tiga klausul tambahan kriteria PLTU yang bisa pensiun dini, yaitu keandalan sistem ketenagalistrikan, dampak kenaikan biaya pokok penyediaan terhadap tarif, dan penerapan aspek transisi energi berkeadilan. Klausul tersebut melengkapi tujuh kriteria dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, yakni kapasitas PLTU, usia pembangkit, utilisasi, teknologi, emisi gas rumah kaca, nilai tambah ekonomi, dan pendanaan.

Selain tiga klausul tambahan, ada sistem scoring atau pembobotan dalam pemenuhan kriteria tersebut. Bobot paling tinggi ada pada ketersediaan pendanaan sebesar 27,1 persen. Adapun aspek emisi gas rumah kaca PLTU hanya berbobot 9,3 persen. Dengan kata lain, pemerintah mengutamakan aspek pendanaan ketimbang dampak lingkungan ketika hendak menghentikan operasi PLTU.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara, peta jalan itu memperlihatkan sikap pemerintah yang hanya mau menjalankan transisi energi jalan bersamaan dengan operasi PLTU batu bara. "Pemerintah seperti melihat masalah lingkungan tidak penting. Yang penting ada pendanaan dulu, baru pensiun dini berjalan," ujarnya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan ada alasan sikap pemerintah terhadap transisi energi cenderung pragmatis. Menurut Fabby, yang terlibat dalam penyusunan naskah akademik Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025, pensiun dini PLTU harus dibarengi kesiapan pembangkit listrik pengganti dengan sumber energi baru-terbarukan. "Benar PLTU itu kotor. Tapi, kalau mengakhiri operasi PLTU tanpa menyediakan pembangkit yang biayanya terjangkau, itu juga tidak bertanggung jawab," katanya.

Fabby mengatakan rencana pensiun dini PLTU juga terhambat kekhawatiran PLN apabila proyek tersebut dianggap merugikan negara karena ada aset yang hilang dan berdampak kenaikan tarif listrik. Setidaknya, dia menambahkan, peta jalan ini masih memuat opsi pensiun dini PLTU dengan berbagai persyaratan. "Ini kompromi terbaik atas berbagai kepentingan.".

IDX Channel.com

Tayang pada

20 Mei 2025 pukul 00.00

20/05/25

10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?

CNBC Indonesia

Tayang pada

20 Mei 2025 pukul 00.00

20/05/25

4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME

CNBC Indonesia

Tayang pada

20 Mei 2025 pukul 00.00

20/05/25

Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega

Kontan

Tayang pada

20 Mei 2025 pukul 00.00

20/05/25

Ada Rencana Pemberian Insentif Hilirisasi, Emiten Batubara Berpotensi Diuntungkan

Reuters

Tayang pada

20 Mei 2025 pukul 00.00

20/05/25

Adani Enterprises fourth-quarter profit drops on coal trading weakness

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh

Alamat Sekretariat.

Menara Kuningan Building.

Jl. H.R. Rasuna Said Block X-7 Kav.5,

1st Floor, Suite A, M & N.

Jakarta Selatan 12940, Indonesia

Email Sekretariat.

secretariat@apbi-icma.org

© 2025 APBI-ICMA

Situs web dibuat oleh