Tempo
Tayang pada
26 Juni 2025 pukul 00.00
APBI: Permintaan Batu Bara Masih Menjanjikan di Tengah Transisi Energi
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) optimistik permintaan batu bara tetap menjanjikan di tengah tren transisi energi. Menurut Ketua Umum APBI Priyadi, saat ini batu bara masih menjadi sumber energi yang paling efisien dan terjangkau terutama bagi sektor industri yang membutuhkan kestabilan pasokan dan harga.
“Energi baru dan terbarukan memang berkembang pesat, tapi biayanya masih relatif mahal. Karena itu batu bara tetap dibutuhkan sebagai sumber energi yang terjangkau, khususnya untuk industri manufaktur,” kata Priyadi dalam keterangan tertulis, Rabu, 25 Juni 2025.
Meski begitu, Priyadi mengatakan APBI tetap mendukung agenda transisi energi. Ia menjelaskan bahwa asosiasinya mendorong penerapan praktik pertambangan yang baik atau good mining practice untuk menekan emisi dari sektor hulu.
Ia mencatat kebutuhan batu bara domestik terus meningkat dari sekitar 235 juta ton saat ini dan diproyeksikan mencapai 279 juta ton dalam lima tahun ke depan. Menurut dia, kebutuhan energi industri tumbuh lebih cepat daripada ketersediaan energi bersih.
“Karena itu, batu bara masih akan menjadi pilar penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional, setidaknya hingga teknologi batubara bersih bisa diterapkan secara luas dan terjangkau,” kata Priyadi.
Namun pelaku industri tetap menghadapi sejumlah tantangan operasional. Priyadi mengungkapkan banyak tambang berada di lokasi terpencil sehingga perusahaan harus membangun infrastruktur sendiri. Selain itu, pelaku usaha juga menghadapi risiko cuaca, fluktuasi nilai tukar akibat ketergantungan impor alat berat serta ketidakpastian regulasi.
Ia juga menyoroti rencana pembentukan Mitra Instansi Pengelola (MIP) untuk memungut batu bara dalam negeri. Ia mengingatkan jika tidak dirancang dengan matang, MIP justru bisa menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha.
Rencana pembentukan skema pungutan melalui Mitra Instansi Pengelola sudah bergulir sejak 2023 lalu. Melalui MIP, pemerintah berencana menunjuk pihak ketiga, baik BUMN maupun swasta, sebagai perantara produsen dan konsumen batu bara domestik. Tujuan institusi ini adalah membuat distribusi batu bara lebih terjamin dan tepat sasaran, terutama bagi sektor kelistrikan dan industri prioritas.
Priyadi khawatir MIP berisiko menjadi beban tambahan jika tidak dirancang dengan matang, apalagi produsen batu bara selama ini sudah menjual di bawah harga pasar untuk menyuplai kebutuhan pasar domestik atau Domestic Market Obligation (DMO). Jika kewajiban DMO telah terpenuhi, keberadaan MIP dikhawatirkan justru memperumit sistem yang sudah berjalan.
“Pelaku industri sudah menjual batubara di bawah harga pasar untuk memenuhi kewajiban DMO. Kalau DMO sudah terpenuhi, kenapa harus ada MIP lagi,” kata dia.
Priyadi menegaskan pentingnya kepastian kebijakan untuk menjaga iklim investasi dan kelangsungan usaha. Ia meminta pemerintah mempertimbangkan kondisi industri saat ini, terlebih ketika harga batu bara menurun dan harga minyak dunia justru naik. “Jangan sampai perusahaan tambang kolaps sebelum harga pulih,” ujarnya.
Sumber:
Artikel Lainnya
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Tayang pada
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Detik Kalimantan
Tayang pada
7 Provinsi Penghasil Batu Bara Indonesia, Terbesar di Kalimantan
CNBC Indonesia
Tayang pada
Ada Aturan Baru Royalti Batu Bara, BUMI-Adaro Bisa Bernapas Lega
Bloomberg Technoz
Tayang pada